B. TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Berikut ini adalah sebagian dari
tujuan pernikahan dalam Islam :
1. Sebagai salah satu bentuk
pengabdian pada Allah yang berujung pada ridho Allah dan
perolehan pahala.
Allah memerintahkan kaum muslimin
untuk menikah, sedang telah kita ketahui bahwa dalam pelaksanaan
setiap perintah Allah pasti ada pahala yang dijanjikan. Maka
menikah merupakan salah satu sarana untuk menambah pahala, yang
kelak menjadi pemberat timbangan amal di akherat. Selain
pernikahan itu sendiri menghasilkan pahala, dalam masih banyak
sarana pencarian pahala yang terwujud sebagai dampak positif
pernikahan. Di antaranya adalah pahala yang didapat dari
hubungan suami istri. Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam bersabda :
...وَ فِيْ بُــضْـعِ أَحَدِكُمْ أَهْلَهُ صَدَقَةٌ. قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَاْتِيْ أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَ يَكُوْنُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَال أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِيْ حَرَامٍ, أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكذَلِكَ لَوْ وَضَعَهَا فِيْ الحَلاَلِ, كَانَ لَهُ أَجْر[8]ٌ
...Seseorang akan mendapat pahala jika menggauli istrinya. Para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah apakah dengan menyalurkan syahwat kita akan mendapatkan pahala? Nabi menjawab : jika disalurkan ke jalan yang haram apakah tidak berdosa? Begitu juga jika disalurkan ke jalan yang halal maka akan mendapat pahala.
Dengan menikah dan menghasilkan keturunan, maka kedua orang tua yang mendidik keturunannya dengan baik akan memperoleh pahala dari kebaikan yang dilakukan oleh keturunannya, baik semasa orang tua hidup maupun setelah meninggal dunia. Jika kedua orang tua diberi umur panjang, akan menuai hasil pendidikan yang baik dari keturunan mereka berdua. Anak cucu pasti akan berbakti dan berbuat baik pada kedua orang tua dan tak akan menelantarkan kedua orang tua. Anak akan merasa bahwa budi kedua orang tua padanya tak akan pernah terbalas. Belum lagi pahala yang menunggu di akherat sebagai hasil kebaikan anak yang diperbuat akibat didikan orang tua. Selain itu anak-anak yang terdidik dengan baik akan selalu mendoakan kedua orang tua, baik semasa hidup maupun setelah meninggal dunia. Sebuah kesempatan untuk menambah pahala setelah meninggal dunia.
2. Sebagai penyaluran hasrat
biologis manusia dalam rangka mendapatkan keturunan.
Allah yang Maha Kuasa dan Maha
Mengetahui menciptakan seluruh makhluk berpasang-pasangan,
termasuk manusia juga diciptakan berpasang-pasangan. Demikianlah
berpasang-pasangan adalah menjadi syarat bagi terjadinya
perkembangbiakan. Jika manusia tidak memiliki pasangan maka
tidak akan pernah berkembang biak. Demikian jika kita lihat
dalam skala lebih besar, jika suatu bangsa tidak lagi berminat
melaksanakan pernikahan, maka bangsa tersebut di ambang
kepunahan, karena tidak adanya perkembangbiakan yang menjamin
kelangsungan generasi bangsa itu. Akhirnya tanpa perkawinan,
umat manusia akan terancam kepunahan. Mungkin ini adalah salah
satu hikmah manusia diciptakan memiliki rasa tertarik pada lawan
jenis, sehingga masing-masing jenis condong dan tertarik pada
lawan jenisnya dan melangsungkan perkawinan. Inilah salah satu
tujuan perkawinan dalam Islam, yaitu untuk menyalurkan hasrat
ketertarikan yang ada pada manusia yang membawa efek
kelangsungan generasi manusia. Tapi apakah tujuan perkawinan
hanyalah sekedar pemuasan nafsu biologis semata? Jika kita
perhatikan pada makhluk hidup selain manusia, ada yang dalam
memuaskan nafsu biologis tidak memerlukan lembaga perkawinan,
sehingga masing-masing tidak memiliki keterikatan kecuali hanya
sekedar demi hasrat bersama lalu ikatan itu pun hilang setelah
tercapainya hasrat itu. Berarti lembaga perkawinan memiliki
tujuan yang luhur, tidak sekedar demi mencapai kepuasan biologis
yang tidak hanya terdapat pada manusia. Islam mengatur ini
karena masalah hubungan biologis manusia tidak seperti makhluk
lain, karena manusia kelak akan menghasilkan keturunan yang
memiliki tujuan hidup, yang memerlukan pendidikan dan kasih
sayang, yang mutlak penting bagi mereka supaya mereka tumbuh
kelak dapat menjalankan misinya, memakmurkan bumi. Maka Islam
mengatur masalah hubungan biologis dan memberinya wadah
penyaluran yang tepat, yaitu pernikahan, guna mendapatkan
keturunan. Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam menganjurkan ummatnya
agar menikahi wanita yang penyayang lagi subur, karena salah
satu tujuan pernikahan adalah untuk memperbanyak keturunan dan
kwantitas umat Islam.
3. Menjaga stabilitas sosial
masyarakat.
Dengan adanya pernikahan maka
masyarakat akan terjaga dari bencana yang ada akibat terjadinya
perzinaan. Karena jika tidak ada penyaluran nafsu biologis di
jalan yang seharusnya maka yang terjadi adalah perzinaan. Sedang
perzinaan akan mengakibatkan bencana yang luar biasa dahsyatnya
bagi kemanusiaan. Oleh karena itu Allah menetapkan bahwa berzina
adalah dosa besar yang ketiga, setelah syirik dan membunuh
manusia tanpa ada alasan syar’i. Jika kita perhatikan,
menyebarnya perzinaan akan merusak pribadi yang berakibat
rusaknya tatanan sosial masyarakat. Masyarakat perlahan akan
menjauhi lembaga perkawinan yang menuntut tanggung jawab karena
sudah dapat melampiaskan nafsunya dengan berzina. Akibat lain
yang timbul karena perzinaan adalah tersebarnya penyakit seksual
yang berbahaya merongrong kesehatan masyarakat. Dapat kita lihat
dewasa ini, dunia masih terus berupaya menemukan obat yang
menyembuhkan penderita AIDS, yang sering menimpa para pezina.
Jika perzinaan merebak, maka jumlah anak yang lahir di luar
lembaga perkawinan akan terus meningkat. Siapa yang
bertanggungjawab atas kehidupan mereka? Sedangkan anak-anak itu
tinggal di bawah asuhan ibu mereka yang sibuk mencari nafkah
hingga tak lagi sempat untuk mendidik mereka dengan benar.
Anak-anak yang tak sempat dididik dengan benar itu kelak akan
membebani masyarakat. Apakah negara harus menyediakan panti
asuhan yang menjamin kehidupan mereka hingga dewasa? Akhirnya
orang akan malas menikah dan jumlah generasi muda pun menurun.
Maka pemerintah sudah semestinya memikirkan cara agar rakyat
tidak mendapati kesulitan untuk menikah, guna menjaga kestabilan
sosial yang pada akhirnya akan berakibat positif bagi negara itu
sendiri.
4. Mendapatkan ketenangan bagi
jiwa manusia.
Allah memberikan perumpamaan bagi
sifat hubungan dua jenis manusia dengan pakaian, yang selalu
dibutuhkan manusia setiap saat. Ini adalah penjelasan dari
Allah, yang menciptakan manusia, menetapkan bahwa kedua jenis
manusia selalu saling memerlukan. Jika manusia nampak tidak
sempurna jika tanpa pakaian, maka kehidupan masing-masing jenis
manusia tidak akan sempurna tanpa pendamping dari jenis lain.
Bentuk hubungan yang saling melengkapi itu hanya ada dalam
lembaga perkawinan. Tanpa lembaga perkawinan, tidak akan pernah
ada proses saling melengkapi antara laki-laki dan wanita. Suami
dengan organ fisiologis dan psikologis yang diciptakan untuk
mengarungi gelombang kehidupan yang dahsyat, akan berperan
sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah bagi keluarganya.
Sementara istri dengan organ fisiologis dan psikologis yang
diciptakan untuk mendidik dan menjadi ibu, akan menjadi ibu yang
baik di rumah, mendidik generasi muda penerus masyarakat. Suami
yang penat menanggung beban kehidupan akan mendapat ketenangan
di rumahnya, yang nyaman dengan istri menyambut setelah seharian
di luar rumah. Begitu juga istri yang memerlukan sosok pemimpin
yang tegar, akan merasa tenang hidupnya dengan suami yang
mendampingi, memberikan rasa aman dan ketentraman dalam hidup.
Allah berfirman : وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ[9]
Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya mengenai ayat ini : Jika Allah menjadikan seluruh anak Adam adalah laki-laki dan menjadikan jodoh dan istrinya dari jenis lain seperti jin dan hewan maka tidak akan pernah terjadi rasa cinta dan kasih sayang, yang akan terjadi adalah rasa benci dan ketidakcocokan jika dijadikan istrinya adalah dari jenis lain selain manusia. Sebagian dari kesempurnaan RahmatNya adalah dengan menjadikan jodoh anak Adam adalah dari jenisnya sendiri dan menjadikan antara mereka dan istri-istri mereka rasa cinta dan kasih sayang. Seorang laki-laki memperistri seorang wanita karena rasa cinta yang ada atau karena rasa kasih sayang dan belas kasih padanya demi mengharap keturunan dan karena si istri memerlukan suami dalam hal nafkah atau untuk mempererat hubungan antara mereka berdua.[11]
Dalam ayat jelas disebutkan bahwa ketenangan akan terwujud setelah adanya istri. Sedangkan yang disebut istri adalah seorang wanita yang menikah dengan seorang pria. Tanpa pernikahan tak akan pernah ada ketenangan jiwa walaupun hasrat biologis terpenuhi. Ini sekali lagi membuktikan bahwa tujuan pernikahan tidak hanya sekedar menyalurkan hasrat biologis. [8] AnNawawi. Muhyiddin.. Sohih Muslim Bisyarhin Nawawi. Jilid 9 Hal 184 . Kitab Zakat Bab Bayan Anna isma sadaqah yaqa'u ala kulli nau'in minal ma'ruf. Da rul Ma’rifah. Beirut Tanpa Tahun : 7 : 92. Hadits no. 2326 [9] ArRuum. 30 : 21 [10] Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahanya, Tanpa Tahun, Cetakan Saudi Arabia. Hal 644 [11] Ibnu Katsir. Tafsir Al Qur'an Al Adzim. 1992. Darul Fikr. Beirut. jilid 3 hal 520
|
Islamic Media Ibnuisa |