C. SELAYANG PANDANG ATURAN ISLAM DALAM PERNIKAHAN
1. Sekilas
Pernikahan dalam Islam
Islam yang
mensyareatkan pernikahan, tidak hanya berhenti pada sekedar
menyuruh ummatnya menikah, tapi juga mengatur segala yang
terkait dari pernikahan supaya menjamin pencapaian tujuan mulia
pernikahan. Aturan Islam dalam hal ini merupakan aturan yang
terbaik dan paling cocok bagi kehidupan manusia, karena berasal
dari Allah, Sang Pencipta manusia yang tentunya lebih memahami
ciptaanNya.
Pernikahan diawali
oleh ketertarikan seorang pria pada lawan jenisnya. Dianjurkan
memilih pasangan yang baik agamanya tapi tanpa mengabaikan
kecocokan dan kecondongan pada sisi-sisi manusiawi yang ada.
Jika sudah mantap dengan pilihannya, maka dilanjutkan pada
proses peminangan atau khitbah. Islam mengatur peminangan ini
dengan melarang orang muslim meminang wanita yang telah dipinang
oleh muslim lainnya. Dalam masa peminangan ini masing-masing
berkesempatan untuk melakukan persiapan bagi lancarnya upacara
pernikahan dan kehidupan baru yang akan dijalani bersama oleh
suami dan istri. Peminangan tidak menimbulkan konsekwensi hukum
sebagaimana pernikahan, karena sampai di sini kedua pihak belum
dianggap sebagai suami istri. Pinangan tidak bersifat mengikat
dan dapat membatalkan peminangan jika diperlukan. Peminangan
dilanjutkan dengan upacara akad nikah yang diatur oleh Islam
dengan syarat dan rukunnya, seperti adanya dua mempelai, wali,
saksi, mahar dan akad nikah itu sendiri. Islam menganjurkan
adanya walimah atau pengumuman nikah. Setelah akad nikah,
dimulailah hidup baru kedua mempelai dengan hak dan kewajiban
yang melekat pada masing-masing suami dan istri, yang juga telah
diatur oleh Islam. Jika diberi keturunan, maka Islam mengatur
bagaimana hubungan antara anak dan kedua orang tua, yang wajib
membimbing anak ke jalan yang diridhoi Allah, mengantarkan
mereka menuju gerbang kehidupan yang mandiri yang kelak
membentuk keluarga baru, demikian seterusnya. Sebagaimana
lautan, rumah tangga pun tak selamanya aman dari goncangan.
2) Beberapa Hukum
Pernikahan dalam Islam.
1. Istri hanya
ada dalam tiga bentuk yaitu istri merdeka, istri budak atau
budak sahaya. وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللهِ عَلَيْكُم[12]ْ Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu..[13]
وَمَن لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنكُمْ طَوْلاً أَن يَنكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِن مَّامَلَكَتْ أَيْمَانُكُم مِّن فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ[14]
Dan barangsiapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaanya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki...[15] وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ . إِلاَّعَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْمَامَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ[16]
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.[17]
2. Pernikahan menimbulkan akibat hukum bila salah satu dari suami istri meninggal maka suami atau istrinya berhak mendapat warisan وَلَكُمْ نِصْفُ مَاتَرَكَ أَزْوَاجُكُم[18]ْ
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu[19] 3. Hubungan pernikahan terputus dengan talak cerai, fasakh وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْسَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ[20]
Apabila kamu mentalak
isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka
rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah
mereka dengan cara yang ma'ruf (pula)[21].
4. Istri yang telah ditalak tiga
dilarang rujuk kembali sebelum menikah dengan pria lain. فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّى تَنكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ [22]
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah
talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya
hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami
yang lain itu menceraikanya, maka tidak ada dosa bagi keduanya
(bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Itulah hukum-hukum Allah, ditengkan-Nya kepada kaum yang (mau)
mengetahui.
[23] 5. Cinta dan kasih sayang adalah pondasi pernikahan هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا[24] Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya.[25]
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ[26]
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir.
[27] 6. Suami wajib memberi tempat tinggal bagi istri أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ[28] Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu[29]
وَإِنْ خِفْتُمْ أّلاَّتُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّتَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّتَعُولُوا[30]
Dan jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana
kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
[31] 8. dilarang menikah dengan wanita yang telah bersuami وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللهِ عَلَيْكُمْ[32]
Dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu
miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya
atas kamu[33]. 9. Dilarang menikah dengan pelacur hingga bertobat الزَّانِي لاَيَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَيَنكِحُهَآ إِلاَّزَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ[34]
Laki-laki yang berzina tidak
mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min.[35]
[12]
AnNisaa' 4 : 24
[13]
Departemen Agama RI, Op. Cit Hal 120
[14]
AnNIsaa'. 4 : 25
[15]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 121
[16]
Al Mu'minun. 23 : 5,6
[17]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 526
[18]
AnNIsaa'. 4 : 12
[19]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 118
[20]
Al Baqarah. 2 : 231
[21]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 56
[22]
Al Baqarah. 2 : 230
[23]
Departemen Agama RI, Loc.Cit.
[24]
Al A'raf . 7 : 189
[25]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 253
[26]
ArRum. 30 : 21
[27]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 644
[28]
AtThalaq. 65 : 6
[29]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 946
[30]
AnNisa' 4 : 3
[31]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 115
[32]
AnNisa' 4 : 25
[33]
Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 121
[34]
AnNur. 24 : 3
[35]
Departemen Agama RI, Op.Cit Hal. 543 |
Islamic Media Ibnuisa |