KOMPARASI NIKAH MUT'AH DAN NIKAH ISLAMI
Berikut ini perbandingan antara
nikah mut'ah dan nikah yang dikenal dalam Islam, berdasar
penjelasan mengenai nikah mut'ah dalam pandangan syi'ah
imamiyah.
1. Status wanita
Dalam pernikahan yang dikenal
dalam islam, status istri hanya dari dua golongan, yaitu istri
dari wanita merdeka atau budak. وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللهِ عَلَيْكُمْ[86] Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu [87]
Sementara dalam nikah mut'ah
status wanita hanyalah sebagai wanita sewaan. - الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ سَعْدَانَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ زُرَارَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ ذَكَرْتُ لَهُ الْمُتْعَةَ أَ هِيَ مِنَ الْأَرْبَعِ فَقَالَ تَزَوَّجْ مِنْهُنَّ أَلْفاً فَإِنَّهُنَّ مُسْتَأْجَرَاتٌ[88]
Dari Zurarah dari Ayahnya dari Abu Abdullah, aku bertanya tentang mut'ah pada beliau apakah merupakan bagian dari pernikahan yang membatasi 4 istri? Jawabnya : menikahlah dengan seribu wanita, karena wanita yang dimut'ah adalah wanita sewaan
2. Warisan Dalam pernikahan yang lazim dilakukan, seorang istri berhak mendapat warisan suaminya jika suami meninggal dalam ikatan pernikahan dengan istri, Disepakati ataupun tidak. وَلَكُمْ نِصْفُ مَاتَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ[89] Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu[90]
Dalam nikah mut'ah seorang istri tidak berhak mendapat warisan dari suaminya, kecuali dengan kesepakatan. Ayatullah Udhma Ali Al Sistani dalam bukunya menuliskan : Masalah 255 : Nikah mut'ah tidak mengakibatkan hubungan warisan antara suami dan istri. Dan jika mereka berdua sepakat, berlakunya kesepakatan itu masih dipermasalahkan. Tapi jangan sampai mengabaikan asas hati-hati dalam hal ini. [91]
3. Putusnya hubungan pernikahan
Dalam pernikahan yang dikenal dalam Islam, hubungan pernikahan terputus dengan perceraian/talak, khulu'/cerai gugat, fasakh/pembatalan perkawinan atau pemisahan oleh hakim syar'i. Suami diberi kesempatan untuk menalak istrinya dua kali, dan talak pun ada yang raj'i/berkesempatan untuk kembali dan ba'in, yaitu tidak boleh rujuk lagi kecuali setelah si istri menikah dengan orang lain dan bergaul.
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْسَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ[92]
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).[93]
Dalam nikah mut'ah hubungan pernikahan selesai dengan selesainya waktu yang disepakati atau dengan suami yang merelakan bagian harinya dan tidak ada talak.
مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ ابْنِ فَضَّالٍ عَنِ ابْنِ بُكَيْرٍ عَنْ زُرَارَةَ قَالَ عِدَّةُ الْمُتْعَةِ خَمْسَةٌ وَ أَرْبَعُونَ يَوْماً كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) يَعْقِدُ بِيَدِهِ خَمْسَةً وَ أَرْبَعِينَ فَإِذَا جَازَ الْأَجَلُ كَانَتْ فُرْقَةٌ بِغَيْرِ طَلَاقٍ[94]
4 Istri yang tertalak tiga Jika seorang istri ditalak tiga kali oleh suami maka mereka boleh boleh menikah kembali setelah si istri menikah dengan laki-laki lain.
فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّى تَنكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ[95]
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikanya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, ditengkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui[96]
Istri yang ditalak tiga kali dan telah menikah mut'ah maka belum dapat menikah dengan laki-laki lain, sebelum menikah dengan nikah yang lazim bagi orang Islam.
- عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِنَا عَنْ زُرَارَةَ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) قَالَ قُلْتُ لَهُ جُعِلْتُ فِدَاكَ الرَّجُلُ يَتَزَوَّجُ الْمُتْعَةَ وَ يَنْقَضِي شَرْطُهَا ثُمَّ يَتَزَوَّجُهَا رَجُلٌ آخَرُ حَتَّى بَانَتْ مِنْهُ ثُمَّ يَتَزَوَّجُهَا الْأَوَّلُ حَتَّى بَانَتْ مِنْهُ ثَلَاثاً وَ تَزَوَّجَتْ ثَلَاثَةَ أَزْوَاجٍ يَحِلُّ لِلْأَوَّلِ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا قَالَ نَعَمْ كَمْ شَاءَ لَيْسَ هَذِهِ مِثْلَ الْحُرَّةِ هَذِهِ مُسْتَأْجَرَةٌ وَ هِيَ بِمَنْزِلَةِ الْإِمَاءِ[97]
Dari Zurarah, bahwa dia bertanya pada Abu Ja'far, seorang laki-laki nikah mut'ah dengan seorang wanita dan habis masa mut'ahnya lalu dia dinikahi oleh orang lain hingga selesai masa mut'ahnya, lalu nikah mut'ah lagi dengan laki-laki yang pertama hingga selesai masa mut'ahnya tiga kali dan nikah mut'ah lagi dengan 3 lakii-laki apakah masih boleh menikah dengan laki-laki pertama? Jawab Abu Ja'far : ya dibolehkan menikah mut'ah berapa kali sekehendaknya, karena wanita ini bukan seperti wanita merdeka, wanita mut'ah adalah wanita sewaan, seperti budak sahaya.
5. Cinta dan kasih sayang Dalam pernikahan yang lazim, cinta dan kasih sayang merupakan salah satu tujuan dan menjadi akibat pernikahan. هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا[98]
Dialah Yang menciptakan kamu
dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya,
agar dia merasa senang kepadanya.[99] وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ[100]
Dalam mut'ah tidak terdapat cinta dan kasih sayang karena dalam bermut'ah yang terpenting adalah kesepakatan atas waktu walaupun waktu yang disepakati adalah untuk sekali hubungan suami istri. Jika mereka berdua menyepakati waktu mut'ah untuk dua hari, Tentunya cinta dan kasih sayang yang ada pada suami istri akan layu sebelum berkembang, karena setelah lewat waktu dua hari, mereka berdua sudah bukan muhrim lagi. مُحَمَّدٌ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ خَالِدٍ عَنْ خَلَفِ بْنِ حَمَّادٍ قَالَ أَرْسَلْتُ إِلَى أَبِي الْحَسَنِ ( عليه السلام ) كَمْ أَدْنَى أَجَلِ الْمُتْعَةِ هَلْ يَجُوزُ أَنْ يَتَمَتَّعَ الرَّجُلُ بِشَرْطِ مَرَّةٍ وَاحِدَةٍ قَالَ نَعَمْ .[102] Dari khalaf bin Hammad dia berkata aku mengutus seseorang untuk bertanya pada Abu Hasan tentang batas minimal jangka waktu mut'ah? Apakah diperbolehkan mut'ah dengan kesepakatan jangka waktu satu kali hubungan suami istri? Jawabnya : ya
6. Poligami Dalam pernikahan yang lazim, poligami diperbolehkan sampai batas maksimal 4 orang istri.
وَإِنْ خِفْتُمْ أّلاَّتُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّتَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّتَعُولُوا[103] Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. [104]
Sementara dalam nikah mut'ah diperbolehkan menikah mut'ah dengan lebih dari empat istri sekaligus, meskipun dia sudah memiliki 4 orang istri dari pernikahan yang lazim. 7- الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ سَعْدَانَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ زُرَارَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ ذَكَرْتُ لَهُ الْمُتْعَةَ أَ هِيَ مِنَ الْأَرْبَعِ فَقَالَ تَزَوَّجْ مِنْهُنَّ أَلْفاً فَإِنَّهُنَّ مُسْتَأْجَرَاتٌ Dari Zurarah dari Ayahnya dari Abu Abdullah, aku bertanya tentang mut'ah pada beliau apakah merupakan bagian dari pernikahan yang membatasi 4 istri? Jawabnya : menikahlah dengan seribu wanita, karena wanita yang dimut'ah adalah wanita sewaan
7. Menikahi wanita bersuami Dalam Islam dilarang menikah dengan wanita yang sedang bersuami. وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللهِ عَلَيْكُمْ[105] Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.[106]
Dalam mut'ah tidak perlu bertanya apakah wanita itu bersuami atau tidak. Jika dia ditanya lalu berbohong maka perkataannya tetap dipercaya. Jika ternyata wanita itu bersuami maka nikah mut'ah tidak otomatis batal.
عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) إِنِّي أَكُونُ فِي بَعْضِ الطُّرُقَاتِ فَأَرَى الْمَرْأَةَ الْحَسْنَاءَ وَ لَا آمَنُ أَنْ تَكُونَ ذَاتَ بَعْلٍ أَوْ مِنَ الْعَوَاهِرِ قَالَ لَيْسَ هَذَا عَلَيْكَ إِنَّمَا عَلَيْكَ أَنْ تُصَدِّقَهَا فِي نَفْسِهَا [107]. Dari Aban bin Taghlab berkata: aku bertanya pada Abu Abdullah, aku sedang berada di jalan lalu aku melihat seorang wanita cantik dan aku takut jangan-jangan dia telah bersuami atau pelacur. Jawabnya: ini bukan urusanmu, percayalah pada pengakuannya.
8.Menikah dengan pelacur Al Qur'an melarang kita menikah dengan pelacur. الزَّانِي لاَيَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَيَنكِحُهَآ إِلاَّزَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ[108] Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min.[109] Diperbolehkan nikah mut'ah dengan pelacur. Ayatollah Ali Al Sistani berkata :
Masalah 260 : dianjurkan nikah mut'ah dengan wanita beriman yang baik-baik dan bertanya tentang statusnya, apakah dia bersuami ataukah tidak. Tapi setelah menikah maka tidak dianjurkan bertanya tentang statusnya. Mengetahui status seorang wanita dalam nikah mut'ah bukanlah syarat sahnya nikah mut'ah[110]
[86] AnNisaa' 4 : 24 [87] Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahanya, Tanpa Tahun, Cetakan Saudi Arabia. Hal. 120 [88] Al Kulaini. Muhammad bin Ya'kub. Op. Cit. Jilid 5 hal. 452 [89] AnNIsaa'. 4 : 12 [90] Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 118 [91] Al Sistani. Ali.Loc. Cit. [92] Al Baqarah. 2 : 231 [93] Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 56 [94] Al Kulaini. Muhammad bin Ya'kub. Op. Cit. Jilid 5 hal 458 [95] Al Baqarah. 2 : 230 [96] Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 56 [97] Al Kulaini. Muhammad bin Ya'kub. Op. Cit. Jilid 5 hal 460 [98] Al A'raf 7 : 189 [99] Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 253 [100] ArRum. 30 : 21 [101] Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 644 [102] Al Kulaini. Muhammad bin Ya'qub. Ibid . Jilid. 5 Hal. 460 [103] AnNisa' 4 : 3 [104] Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 115 [105] AnNisa' 4 : 25 [106] Departemen Agama RI, Op.Cit. Hal 121 [107] Al Kulaini. Muhammad bin Ya'qub. Ibid t. Jilid. 5 Hal. 462 [108] AnNur. 24 : 3 [109] Departemen Agama RI, Op.Cit Hal. 543 [110] Al Sistani. Ali. Minhajusholihin. www.al-shia.com. Tanpa Tahun Jilid 3 hal 82 |
Islamic Media Ibnuisa |