The Soda Pop

Apakah Imam Benar-Benar Maksum?


Alburhan site

Pertanyaan :” Apakah yang dimaksud dengan ishmah ? Dan apakah pengertian ishmah di kalangan syiah ??

Jawabannya singkat :” Maksudnya adalah seorang imam  terjaga dari perbuatan dosa baik yang kecil maupun yang besar, tidak menyimpang dan tidak salah dalam menjawab pertanyaan, tidak lalai, tidak lupa dan tidak bersenang-senang dengan dunia, sebagaimana disebutkan dalam Mizanul Hikmah juz 1 hal 174.

 Demikian pula pendapat syiah tentang Nabi yang, sebagaimana dikutip dalam buku Aqoid Imamiyah hal 51 yang dikatakan bahwa :” Kita berkeyakinan bahwa Imam seperti halnya para Nabi  haruslah maksum/terjaga  dari segala bentuk sifat yang rendah baik yang nampak maupun tidak nampak. Demikian pula terjaga dari kelalaian, kesalahan, dan lupa dikarenakan para imam merupakan penjaga syariat dan penegaknya, keadaan mereka adalah sebagaimana keadaan para Nabi.

        Dan sebelum kita lanjutkan pembahasan tentang hal ini marilah kita  mengkaji tentang  ishmah yang ada pada para Nabi

 Seorang mukmin tidak akan ragu dan seorang yang cerdas pasti akan meyakini bahwa para Nabi merupakan makhluk yang paling mulia, sering kita dengar :” Bahwasanya tidak ada yang terjaga dari perbuatan dosa kecuali para Nabi “ perkataan ini benar akan tidak mutlak seratus persen .

 Janganlah anda merasa heran dengan pernyataan saya diatas maksud pernyataan saya adalah :” Bahwasanya para Nabi terkadang melakukan kesalahan dan dosa kecil  akan tetapi mereka segera akan diluruskan dan mereka akan segera bertaubat. Maka mereka lebih sempurna dibanding sebelum bertobat . Untuk itu marilah kita lihat beberapa ayat berikut

-         yang berhubungan dengan Nabi Adam as, Allah berfirman yang artinya :

” Dan sungguh-sungguh telah Aku Adam telah berjanji pada kami sebelumnya akan tetapi dia lupa“. (QS Toha 115)

-         Demikian pula ketika mengomentari Rasulullah saw : ”Wahai Nabi kenapa engkau haramkan apa-apa yang Allah halalkan kepada kamu demi untuk mendapatkan kerelaan istri kamu, dan Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun dan Penyayang“ (QS Tahrim: 1)

-          Dan ingat pula nasehat yang ditujukan kepada Nabi saw “Allah telah memaafkan kamu tentang apa-apa yang telah kamu ijinkan  kepada mereka sehingga menjadi jelaslah siapa yang benar dan siapa yang mendustakan “. (QS Attaubah: 43)

-         Demikian pula firman Allah ta’ala :

” Sungguh Kami telah memberimu kemenangan yang nyata. Untuk  mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan  yang akan datang.” (QS Al Fath: 1)

    Pembaca yang budiman, kami mohon maaf apabila hal ini mengejutkan anda , adakah anda memperhatikan ayat-ayat di atas ???

 Maka akan jelaslah bahwa ishmah  yang secara mutlak  dari sifat lalai, salah dan dosa kecil  tidak akan terjadi  walaupun pada diri para Nabi. Maka sekali lagi anda jangan heran, kebenaran lebih berhak untuk diikuti meskipun perasaan menolak. Teliti kembali ayat-ayat di atas  dan kembalilah pada akal, jangan ikuti hawa nafsu.

Bahkan aqidah ini pada mulanya  bukan berasal dari ajaran syiah sebagaimana dikutip dalam Biharul Anwar juz 25 hal 350 yang mana seseorang bertanya kepada Imam ArRidho yang merupakan imam We’re kedelapan yang menurut syiah adalah maksum : “ Sesungguhnya di Kufah  ada sekelompok kaum yang meyakini bahwa Nabi saw  tidak pernah lupa dalam sholatnya . Maka dia berkata :” Mereka dusta, sesungguhnya yang tidak pernah lupa hanya Allah semata”. Maka perhatikanlah bagaimana jawaban Imam ArRidho  yang menunjukkan bahwa keyakinan ishmah ini  muncul di kemudian hari, jauh setelah masa para imam Syiah.

        Selanjutnya mari kita perhatikan ucapan Ibnu Babawaih  dalam bukunya Man la Yahdhuruhul Faqih jili 1 halaman 234 :” Sesungguhnya kaum extrimis  -semoga mereka dilaknat Allah- mengingkari bahwa Nabi saw pernah lupa dalam sholatnya. Mereka mengatakan :”  Seandainya Nabi lupa dalam sholatnya niscaya beliau juga lupa dalam menyampaikan risalah, karena sholat merupakan kewajiban sebagaimana menyampaikan risalah pada manusia...  Dan bukanlah lupanya Nabi saw sebagaimana lupanya kita  karena lupanya beliau merupakan lupa yang berasal dari Allah, Dia membuat Nabi  lupa untuk menjelaskan bahwa Nabi juga seorang manusia dan tidak disembah, dan juga untuk mengajari manusia bagaimana  hukum lupa dalam sholat. Syeikh   Muhammad ibn Hasan ibn Ahmad ibn Walid berkata :”  sikap pertama yang terlihat orang yang ghuluw (berlebihan) adalah mengingkari sifat lupa  dari diri Nabi saw “.

        Maka amat jauhlah pengertian ucapan ini dengan apa yang ditulis dalam  Biharul Anwar juz 25 hal 350-351 :” Sesungguhnya ulama mazhab kami  telah bersepakat tentang ishmah  para imam  dari segala bentuk dosa yang kecil maupun yang besar sengaja maupun tidak sengaja , atupun karena lupa sejak mereka lahr sampai mereka bertemu dengan Allah ta’ala “.

        Maka demi Allah akan kita dapai banyak kejanggalan  dan pertentangan diberbagai tempat dalam buku ini. Bahkan Al Majlisi mengatakan dalam Biharul Anwar j.25 h. 351:” Permasalahan ini sangat pelik dan rumit dikarenakan banyaknya dalil  yang menyatakan  terjadinya kelalaian dari para Nabi, dan kesepakatan para ulama mazhab (syiah) bahwa hal itu tidak boleh terjadi bagi para Nabi “.

        Dan hendaknya pembaca yang budiman memperhatikan kehidupan amirul mukminin  (Ali) Dan bacalah apa yang beliau katakan dalam kitab Nahjul Balaghoh. 335 :” Janganlah kamu bergaul denganku dengan apa-apa yang dibuat-buat dan janganlah kamu sangkakan padaku bahwa aku akan menolak kebenaran yang disampaikan demi mencari harga diri Sesungguhnya  orang yang merasa berat ketika disampaikan padanya kebenaran , atau keadilan ketika di hadapkan kepadanya, maka menerapkan kebenaran dan keadilan akan terasa berat baginya. Janganlah kamu berdiam  dari mengatakan kebenaran dan  dari memberikan pendapat demi keadilan. Sesungguhnya aku tidak merasa bahwa aku tidak pernah salah, dan perbuatanku tidaklah lepas dari kesalahan “.

Imam Ali juga menyatakan tentang kewajiban mengangkat seorang imam yang ditaati demi kemaslahatan negara dan masyarakat. Beliau tidak mensyaratkan bahwa imam itu harus seorang yang maksum tidak pernah berbuat dosa . Hal ini disebutkan dalam Nahjul Balaghoh h.82 :” Manusia wajib memiliki seorang pemimpin  baik dia itu sholeh maupun orang fasik yang mengatur urusan orang mukmin , mengumpulkan fai’, memerangi musuh,  menjaga keamanan  dan membantu orang yang lemah.

Kemudian marilah kita lihat pernyataan berdosa yang diunggkapkan oleh Amirul Mukminin :”  Ya Allah ampunilah daku atas apa yang Kamu lebih mengetahuinya dari diriku, Jika aku mengulanginya, maka ampunilah aku lagi, ya Allah ampunilah daku atas apa-apa yang aku janjikan sedang aku tidak dapat memenuhinya , Ya Allah ampunilah daku atas apa-apa yang  aku berusaha mendekat kepada-Mu dengan lisanku akan tetapi aku ingkari dengan hatiku, Ya Allah ampunilah segala kesalahan, dalam ucapanku dan syahwat anggota tubuhku”.

Oh oh Maka seandainya Imam Ali dan para imam yang lainnya maksum niscaya  permohonan ampun mereka hanyalah sebuah permainan dan perbuatan yang tak ada gunanya.

Dan seluruh imam hampir bisa  dilihat permohonan ampunan mereka  dari kemaksiatan dan dosa . Diantaranya Abu Abdullah  berkata dalam Biharul Anwar j.25 h. 207 :”  Sesungguhnya kami melakukan dosa dan kesalahan kemudian kami bertaubat pada Allah dengan sebenar-benarnya “.

 Contoh yang lain adalah Abul Hasan Musa al Kazhim  berkata dalam  Biharul Anwar j.25 h. 203 :” Rabbi aku telah bermaksiat kepada-Mu dengan lisanku jika Kamu menghendaki niscaya Kamu bisukan daku, Rabbi aku telah bermaksiat kepadaMu dengan mataku jika Kamu menghendaki niscaya Kamu butakan daku, Rabbi  Aku telah bermaksiat dengan  pendengaranku jika Kamu menghendaki  Kamu tulikan daku “

Jika anda merasa bingung setelah membaca doa-doa di atas, yang tidak sesuai dengan kemaksuman, maka sebelum anda telah banyak mereka yang bingung dan terpaksa menerima walaupun hatinya tidak dapat percaya. Seseorang berpikir tentang hal ini sebagaimana tercantum dalam Biharul Anwar jilid 25 halaman 203-205 “ saya berfikir tentang doa ini, bagaimana mazhab syiah yang berpendapat bahwa para imam adalah maksum terjaga dari kesalahan bertentangan dengan riwayat-riwayat bahwa mereka meminta ampun pada Allah atas dosa yang mereka perbuat? Kemudian dia bertanya pada Radhiyyuddin Ali bin Musa bin Towus tentang hal ini, lalu dijawab sebagai berikut “ bahwa menteri Muayyiduddin AL Alqomi pernah bertanya padaku lalu kujawab : mereka berdoa seperti itu untuk memberi pelajaran pada manusia”

Rupanya Al Alqomi telah puas dengan jawaban itu tapi si penanya membantah jawaban Ibnu Towus dan berkata : “para imam mengatakan doa itu ketika sedang sujud saat sholat malam dan tidak di depan murid-muridnya”(sehingga tidak mungkin mereka mengatakan itu untuk memberi pelajaran pada muridnya). Si penanya menambahkan “ lalu tiba-tiba terpikir olehku sebuah jawaban, yaitu mereka mengatakan itu karena sikap tawadhu’ yg ada pada diri mereka”. Tapi jawaban itu masih belum dapat membuatnya puas lalu dia akhirnya mendapatkan jawaban yang “pasti” bahwa kesibukan para imam dengan perbuatan mubah seperti makan, minum dan menikah dianggap sebagai dosa dan mereka meminta ampun pada Allah atas dosa-dosa itu”. Selanjutnya dia berkata bahwa jawaban di atas adalah jawaban terakhir, serta mengharap Al Alqomi bisa hidup lagi agar dapat diberitahu jawaban terakhirnya itu. Tapi ternyata jawaban terakhirnya itu bertentangan dengan Ajaran Islam yang melarang ummatnya menempuh kehidupan pendeta yaitu tidak makan, tidak menikah dan tidak menikmati kehidupan dunia yang diperbolehkan :

“Katakanlah siapa yang mengharamkan perhiasan Allah yang ada di muka bumi dan mengharamkan rizki yang baik?” (Q.S. Al A’raf 32)

Bagaimana para imam menganggap pernikahan yang dianjurkan oleh Agama Islam sebagai sebuah dosa ? padahal Allah berfirman dalam AL Qur’an :

 

“Nikahilah perempuan kamu senangi dua, tiga atau empat” )QS Annisa’ 3.)

Bagaimana para imam menganggap makan dan minum sebagai perbuatan maksiat dan dosa? Padahal Allah berfirman :

“...Makanlah rizki kami yang baik...” (Al Baqoroh 172)

Jika pembaca menginginkan jawaban yang pasti dari persoalan yang pelik ini, jawabannya ada pada syariat islam, yaitu bahwa ajaran syiah yang mengatakan bahwa para imam adalah maksum, terjaga dari kesalahan adalah ajaran dan keyakinan yang salah. Dan para imam tidaklah terjaga dari perbuatan dosa dan lupa, juga hal ini sesuai dengan nas nas syar’i dan realita kehidupan para imam, dengan inilah mereka dapat dijadikan suri tauladan.

Satu hal lagi yang membantah ajaran syiah di atas adalah perbedaan pendapat dan kontradiksi yang ada pada kehidupan para imam, bahkan di antara para imam itu ada yang memberikan jawaban yang berlawanan, membuat sebagian orang keluar dari syiah. Contoh yang sangat jelas dapat kita saksikan antara perbuatan Hasan dan Husein. Jika perdamaian yang dilakukan oleh Hasan dengan Muawiyah, padahal dengan jumlah tentaranya yang banyak adalah benar, berarti perbuatan Husein, yaitu berperang melawan bani Umayyah padahal Husein dalam keadaan lemah dan tentaranya sedikit hingga dia dan seluruh tentaranya mati terbunuh adalah batil dan bukanlah sebuah kewajiban bagi Husein, karena Husein lebih layak dari Hasan untuk berdamai dengan Yazid, dan lebih dibolehkan untuk tidak memerangi Yazid karena jumlah tentaranya yang sedikit. Tapi jika peperangan yang dilakukan oleh Husein dengan jumlah tentaranya yang sedikit merupakan kebenaran maka perdamaian yang dilakukan oleh Hasan dengan tentaranya yang berjumlah banyak adalah sebuah perbuatan dosa.

        Pembaca yang budiman, saya tidak ingin memperpanjang permasalahan ini  dan membahasnya dari segala sisi. Akan tetapi saya cukupkan sebagai tanda dan peringatan  yang kami paparkan  supaya akal kita bisa lebih menghakimi dengan penuh kesabaran dan bijaksana. Dan jangan terburu mengikuti apa yang menjadi kehendak  perasaan  yang lebih mengalahkan akal dan menutupinya. Dan kami mengingatkan penyebab kehancuran bagi satu kaum , firman Allah :”  Sesungguhnya kami dapati bapak-bapak kami  telah berada dalam satu ajaran, dan kami mengikuti jejak mereka “

Peringatanku......

Sesungguhnya engkau akan mati sendirian, dibangkitkan sendirian dan akan dibalas dengan apa yang telah anda perbuat maka selamatkanlah diri kalian sendiri.
 “Dan berpegang teguhlah kamu di jalan Allah dan jangan bercerai berai...“ (Al Imron : 103)
Yang dimaksud adalah bersandar dengan kitabullah  dan apa yang telah ditetapkan Rasulullah saw .

Islamic Media Ibnuisa
ISLAMIC.XTGEM.COM

INDEX