Majlis ke Sembilan

Sikap Syi’ah terhadap Ash Shiddiqah Binti Ash Shiddiq Aisyah Binti Abi Bakr radhiyalaahu ‘anhuma


 Di mata seorang muslim, keutamaan Aisyah RA akan tampak sangat jelas. Allah mengistimewakan rumahnya sebagai salah satu tempat turunnya wahyu serta memberinya satu kedudukan mulia yang ia rasakan yakni menjadi pendamping Rasulullah dan menjadi wanita yang sangat  beliau cintai.

            Diantara istri-istri beliau, Aisyah adalah istri yang paling sayang, paling tahu arah pikiran Rasul dan yang paling bersegera mencari sebab-sebab keridhoan suaminya disetiap kedip matanya SAW.

            Maka sangatlah pantas jika Ash Shiddiqah binti Ash Shiddiq, Al Habibah binti Al Habib, At Tahirah Al Afifah yang dibebaskan dari tuduhan dari langit ketujuh, Aisyah RA menjadi orang yang paling pertama mendapat segala nikmat dan keistimewakan berupa rahmat yang luas ini.

            Seakan Ia telah merebut hati Rasulullah dari istri-istri yang lain. Beliau adalah sosok kekasih yang bisa menunjukkan jalan, putri teman dekat Rasul yang Beliau tidak memperistri seorang gadis selain dirinya. Belum pernah sekalipun wahyu turun diatas ranjang seorang wanita selain diranjang beliau sebagaimana dinashkan oleh Rasul dalam sabdanya kepada Ummu Salamah RA. ,” Wahai Ummu Salamah janganlah kamu cemburu kepadaku tentang Aisyah. Karena demi Allah tak satupun wahyu turun kepadaku saat aku berada di selimut seorang wanita dari kalian selain di selimutnya.”[268]

            Aisyah juga telah melakukan tugas mulia  yakni saat Ia melayani dan merawat Rasul di hari-hari menjelang wafatnya. Hingga tatkala beliau jatuh sakit yang menjadi saat akhir kehidupannya, beliau bertanya-tanya, “ Dimana aku esok ? diamanakah aku esok?”[269]. Beliau ingin berada dirumah Aisyah. Kemudian beliau meminta isteri-isterinya supaya dijinkan tinggal dirumah Aisyah, maka tinggalah beliau bersamanya RA, lalu Aisyahlah yang merawat, melayani dan terjaga dimalam hari tatkala Rasul sakit hingga Allah memanggilnya SAW. Saat itu kepala beliau berada dalam pelukannya RA, antara leher dan tulang dadanya[270],antara dagu dan perutnya . Ludah beliau telah bercampur dengan ludahnya[271]. Beliau meninggal dirumah wanita yang paling dicintainya, sebagaimana sabda beliau tatkala ditanya : Siapakah oarang yang paling engkau cintai ?Beliau bersabda,” Aisyah”. [272]

Beliau wafat dalam keadaan ridha padanya dan dikuburkan dirumahnya. Semoga Allah meridhai Aisyah . Aisyahlah kekasih Rasul, orang yang paling dekat dihati beliau dan yang paling beliau cintai. Dan seorang mu’min akan mencintai apa yang dicintai Allah dan Rasulnya .

            Lalu, apakah kaum syi’ah mencintai Ummul Mu’minin Aisyah RA dan menghormatinya, menempatkan beliau sesuai dengan martabat yang telah Allah dan Rasulnya berikan ?!Kedudukan mulia yang berhak ia sandang karena ia adalah isteri dari penghulunya anak Adam khairul awalin wal akhirin, dan karena ia adalah orang yang paling dekat dihati rasul yang agung ini?!

            Jawabnya: Tidak. Orang syi’ah justru sangat membencinya. Hal ini terlihat jelas dari cara mereka bersikap, mereka malah mencelanya, menyakitinya dan menisbahkannya kepada tuduhan yang Allah telah bebaskan. Menghapus keutamaanya dan menghujamkan  berbagai hinaan padanya. Bukan maksud kami memojokkan atau memburuk-burukkan syi’ah semata, tapi kitab-kitab mereka menjadi saksi atas kebenaran dakwaan ini. Tuduhan tersebut sangatlah banyak, akan saya sebutkan beberapa diantaranya:

           

1. Tuduhan Syi’ah akan kekafiran Aisyah RA, ketiadaan iman dan anggapan mereka bahwa beliau termasuk Ahlun Naar.

Al Ayashi seorang ulama Syi’ah, menyandarkan riwayat pada Ja’far Ash Shodiq –dengan segala dusta dan kebohongan- satu pernyataan beliau tentang tafsir ayat

æáÇ ÊßæäæÇ ßÇáÊí äÞÖÊ ÛÒáåÇ ãä ÈÚÏ ÞæÉ ÃäßÇËÇ

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. (An Nahl: 92)

Dia berkata,” Aisyah …ia telah mengurai keimanannya.”[273] Adanya tendensi dalam hal ini sangatlah jelas, mereka memalingkan makna “perempuan yang menguraikan benang “ menjadi “perempuan yang menguraikan keimanan” yang bukan lain adalah Aisyah RA. Meski demikian Ulama Mufasirin (pakar tafsir) sepakat menyatakan hal yang sama sekali bertentangan yaitu bahwa perempuan yang mengurai benang adalah perempuan jahiliyah yang pandir bernama” Rithah” . Ia menenun dari pagi hingga dzuhur bersama salah seorang tetangganya, kemudian ia menyuruhnya untuk mengurai apa yang telah mereka tenun. Cerita ini sangatlah masyhur. Kemudian Allah menjadikannya satu permisalan agar jangan sampai menyerupai mereka lalu melanggar al ‘uhud (perjanjian) setelah diteguhkan. Allah menyerupakan Naqdhul Ghazl ( mengurai tenunan) dengan naqdhul ‘uhud ( mengurai  atau melanggar perjanjian).Tak satupun  ulama yang menyatakan perempuan yang dimaksud adalah Aisyah RA atau menta’wil “mengurai tenunan” dengan “mengurai iman”, tidak pula menyerupakan.[274]

            Syi’ah juga mengarang cerita bahwa Aisyah memiliki satu pintu di Neraka yang bakal dimasukinya. Al Ayashy menyandarkan riwayat kepada Ja’far Ash Shadiq RAHM– Dan sungguh ia suci dari apa yang mereka nisbahkan- Ia berkata mengenai tafsir ayat Al Qur’an tentang neraka” "áåÇ ÓÈÚÉ ÃÈæÇÈ" ( ia memiliki tujuh pintu[275]):” Jahanam didatangkan,ia memiliki tujuh buah pintu…dan pintu ke enam untuk askar…dst[276]. Askar adalah kinayah dari Aisyah RA, sebagaimana  dituduhkan Al Majlisi. Al Majlisi menerangkan dinamakan demikian karena diwaktu perang Jamal beliau mengendarai unta yang bernama Askar.[277]

Tak puas dengan ini, kaum syi’ah menjuluki beliau dalam beberapa kitab Syi’ah dengan “Ummu Syurur[278]  yang berarti “ Biang kejelekan” dan “ Syaithanah[279] artinya “setan perempuan” . Mereka menuduhnya telah berdusta kepada Rasulullah.[280] Dan bahwa sebutan “ Khumairo’” adalah gelar yang dibenci Allah.[281] Jadi menurut Syi’ah Aisyah Ra adalah kafir, tidak beriman dan termasuk ahli neraka.

Dengan demikian mereka melemparkan tuduhan tak berdalil ini kepada orang yang paling dicintai Rasul. Sedang Rasul tidak mencintai kecuali yang Thayyib sedang orang kafir adalah keburukan yang tidak beliau sukai. Maka mengapa mereka bisa sepakat akan tuduhan itu padahal kecintaan Rasul pada Aisyah teriwayatkan secara mutawatir –mutawatir secara ma’nawi-?!!

Imam Ahmad, Abu Hatim dan selainnya mentakhrij dari Ibnu Abbas  bahwa beliau masuk rumah Aisyah sedang Aisyah telah wafat dan berkata ,” Engkau adalah orang yang dicintai Rasul dan Beliau tidak mencintai kecuali yang thayyib.”[282]

Ammar bin Yasir mendengar seorang lelaki menyebut  hal buruk tentang aisyah. Lalu beliau menghardik dan mendampratnya seraya berkata,” Mengasinglah dengan segala keburukan dan celaan, mengapakah kamu hendak menyakiti kekasih Rasulullah?![283]

            Telah kami sebutkan bahwa Rasul ditanya “ Siapakah orang yang paling engkau cintai?” Beliau bersabda,” Aisyah”.[284]

            Rasulullah pun mengutamakan beliau dari wanita-wanita lain dengan sabdanya,” Keutamaan Aisyah atas seluruh wanita seperti keutamaan bubur atas seluruh makanan”.[285]

Dan apa yang tuduhkan kaum syi’ah bertolak belakang dengan apa yang telah Rasul tetapkan berupa kabar gembira bahwa Aisyah adalah wanita ahli Jannah dengan sabdanya,” Sungguh aku telah melihat Aisyah disurga, melihat telapak tangannya meringankanku dalam kematian”.[286] Juga seperti apa yang dikukuhkan Amirul Mukminin Ali RadiyAllahu 'Anhu dari perkataan  beliau ,” Sungguh dia adalah istri Nabi kalian dunia akhirat”.[287]

Lalu setelah ada berbagai dalil sharih ini Syi’ah menyelisihi Rasulullah dan menyelisihi orang yang mereka anggap sebagai Imam bagi mereka – Ali RA-  serta menuduh Aisyah kafir dan ahli neraka padahal Beliau suci dari semua tuduhan itu. Beliau adalah mu’minah yang suci, salah satu penduduk Jannah Firdaus yang tinggi di surga bersama Sang suami Rasulullah Shalallohu Alaihi Wasalam.

            2. Syi’ah Itsna Asyriyah menuduh Aisyah dengan tuduhan yang telah dibebaskan langsung dari langit ketujuh.

            Tatkala kaum munafik melemparkan tuduhan kepada Aisyah tentang apa yang telah Allah bebaskan dirinya dari tuduhan itu, Allah murka karena kehormatan Nabi-Nya dinodai lalu menafikan tuduhan tersebut dari Aisyah dan menurunkan ayat “ tabri’ah” dari langit ketujuh sebagai pembebas.  Ayat yang penuh dengan ancaman keras didunia dan azab yang pedih di akhirat.

            Jika anda meneliti dan memperhatikan ayat-ayat dalam Al Qur’an yang berisi ancaman bagi ahli maksiat, anda tidak akan menemukan hukuman yang lebih keras dari ayat  tentang hukuman orang yang menuduh Aisyah dengan ifki-gosip bahwa beliau telah berzina-pent. Ayat tentang hal tersebut sarat dengan teguran dan peringatan keras dan menganggap tuduhan yang dilontarkan kepada Aisyah   oleh kepala kaum munafik dan orang-orang yang mengikuti ucapanya sebagai dusta besar dan  bukan perkara yang bisa dianggap enteng. Apa yang mereka perbincangkan dari perkara itu dari mulut ke mulut adalah perbuatan keji, mereka menyangka membicarakan hal itu adalah perkara sepele sedang disisi Allah adalah ‘ adzim,sangatlah besar.  Allah menjadikan para penuduh terlaknat dunia akhirat. Dan menjanjikan pada mereka azab yang tak terperi dan di akhirat nanti, lisan, tangan dan kaki mereka akan menjadi saksi kedustaan dan kebohongan mereka.

            Siksa itu bukanlah kezaliman tapi balasan yang setimpal dari apa yang mereka omongkan perihal kehormatan Nabi dan Istri beliau. Juga sebagai peringatan akan kemuliaan dan ketinggia manzilah Rasulullah.

            Berita dusta itu telah berakhir seusai dijilidnya para penyebar gosip, pernyataan taubat mereka dan permintaan maaf mereka kepada Nabi dan istrinya.

            Tapi setelah beberapa kurun berlalu, Orang Syi’ah membuat fitnah baru pada diri  Al afifah, Aisyah hingga menodai kehormatannya untuk kedua kalinya. Allahlah yang akan membuat perhitungan dengan mereka karena Ia selalu mengawasi apa yang mereka kerjakan, Allah jugalah yang akan menjaga dan melindungi kehormatan kekasihnya, Rasulullah SAW.

            Mereka mengklaim  bahwa  ayat yang berbunyi,

Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpaman bagi orang0rang kafir. Keduanya berad di bawah pengawasan dua hamba yang saleh diantara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedkitpun dari ( siksa0 Allah; dan dikatakan  (kepada keduanya)”masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)”(At Tahrim;10)

Adalah permisalan dari Aisyah dan Hafsah dan menafsirkan kata khianat dengan berbuat zina.-waliyadh billah-.

            Al Qummi berkata tentang  tafsir ayat ini,” Demi Allah ! Yang Allah maksud dalam firmannya,” Fakhonatahuma" tidak lain adalah zina[288]. Dan sudah seharusnyalah had ditegakkan atas Aisyah atas apa yang terjadi di jalan (menuju Basrah)[289]. Ia –Thalhah- sangat menyukainya. Maka tatkala ia hendak keluar menuju basrah[290] Thalhah berkata,”Tidak halal bagimu keluar sendiri tanpa disertai mahram”. Lalu Aisyah menikahkan dirinya dengan Thalhah[291]....!.[292]

            Alasan harus ditegakkan atasnya had adalah –menurut mereka- karena dirinya menikahkan diri dengan  orang lain setelah Nabi padahal hal itu diharamkan. Karena Allah telah mengharamkan istri-istri Nabi untuk dinikahi sepeninggal beliau selamanya.

            Lalu siapa sebenarnya orang yang menikahkan dirinya dengan Thalhah dari kalangan istri Nabi di jalan menuju basrah – seperti klaim Syi’ah-?

            Tidak lain permisalan ini ditujukan kepada Aisyah dan Hafsah. Akan tetapi yang keluar menuju Basrah bukanlah  Hafsah tetapi Aisyah, jadi dialah yang harus di had menurut ijma’ kaum syi’ah karena telah menikahkan dirinya dengan dengan Talhah padahal  hal tersebut diharamkan.

            Menurut persepsi kaum syi’ah, had ini harus ditegakkan manakala imam mereka dan musuh-musuhnya dibangkitkan di Hari Kiamat.

            Meski mereka tidak menyebut nama Aisyah secara terang-terangan, tapi riwayat sebagian mereka menyebutkan dengan jelas maksud nama itu, dan ini menjadi bukti yang autentik.

            Satu riwayat Syi’ah dalam kitab-kitab mereka menyebutkan tuduhan palsu yang berbunyi,” Tatkala turun firman Allah, :

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. ( Al Ahzab.6)

Yang dengan ayat ini Allah mengharamkan isteri-isteri Nabi atas kaum muslimin, seketika itu Thalhah marah dan berkata,” Muhammad mengharamkan isteri-isterinya atas kita sedang ia sendiri menikahi wanita kita. Demi Allah, jika Allah telah mewafatkan  Muhammad niscaya kita akan berlari diantara gelang kaki isteri-isterinya sebagaimana yang telah ia lakukan pada wanita kita”. Dalam riwayat lain mereka menyebutkan, “ Aku benar-benar akan memperistri Aisyah”[293]. Disebutkan juga bahwaTalhah menginginkan Aisyah[294] lalu turunlah ayat:

Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.

            Tak puas dengan semua ini, mereka menisbahkan suatu perkataan kotor dan sangat rendah. Saya telah berulangkali menyebutnya dan  berniat untuk tidak lagi menuliskannya. Kalau saja bukan karena komitmen saya untuk memberikan gambaran jelas tentang cara pandang kaum syi’ah terhadap para sahabat niscaya saya tidak akan menulisnya. Untuk itu akan saya sebutkan sebagian dan saya erangkan sebagian yang lain.

            Rajab Al Barisi  -seorang ulama syi’ah- menyebutkan bahwa Aisyah pernah mengumpulkan empat puluh dinar dan membagikannya pada orang-orang yang membenci Ali. Ahmad bin Ali At Thabrisi menyebutkan suatu ketika Aisyah merias salah satu budak wanitanya dan berkata,” Barangkali kita bisa memikat salah seorang pemuda  Quraisy yang tertarik denganmu”.[295]

            Semoga Allah membinasakan mereka semua, bagaimana mungkin mereka mengaku menjaga Rasulullah berkenaan dengan perihal isterinya yang paling beliau cintai, sedang mereka telah menuduhnya dengan yang lebih menyakitkan dari tuduhan kepala munafik dan antek-anteknya di zaman Nabi.

            Perbincangan perihal tuduhan yang mengada-ada ini.

Seoarang yang berakal tidak akan ragu sedikitpun bahwa klaim syi’ah ini adalah sama sekali dusta dan diada-adakan. Allah tidak menjadikan isteri Nuh dan Luth sebagai permisalan atas Aisyah dan Hafsah, tapi itu adalah permisalan untuk orang kafir sebagaimana dalam firmannya,”

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir".(At Tahrim ;10)

Karena rasa dengki atas Aisyah dan Hafsah dan keyakinan mereka akan kufurnya mereka berdua, mereka memaknai permisalan itu dengan Aisyah dan hafsah.

Tak seorangpun Ahli tafsir Ahlus sunnah menyatakan bahwa yang dimaksud Al Khiyanah ( pengkhianatan) dari isteri Nabi Luth dan Nabi Nuh AS adalah perbuatan zina, tapi mereka menta’wilkannya dengan khianat dalam agama[296], sebagian syi’ahpun menta’wil demikian.[297]

            Dalam hal ini “Tinta Umat” ini berkata,” Keduannya tidaklah berzina, pengkhiantan isteri Nabi Nuh adalah karena ia mengatakan bahwa suaminya gila. Dan pengkhiatan isteri Luth adalah dia menunjukkan kepada kaumnya akan keberadaan tamu-tamunya. Semua Mufassir mengikuti pendapat ini”.[298]

            Cerita yang dikarang kaum syi’ah ini tak diragukan lagi kebohongannya. Si pengarang pun sebenarnya telah terjebak pada  kesalahan yang  membuka kedoknya diantaranya: dakwaan mereka bahwa Aisyah keluar tanpa mahram, tatkala diberitahukan padanya bahwa hal itu dilarang beliau menikahkan dirinya dengan Talhah.

            Dakwaan ini terbantahkan dengan ijma’ ahlus sunnah juga jumhur syi’ah sendiri bahwasanya keponakan beliau, Abdullah bin Zubair saat itu bersamanya dalam rombongan tentara. Syi’ah sendiri meriwayatkan Ibnu Zubairlah yang memotivasi Aisyah untuk keluar menuju Basrah dan menghasung ayahnya supaya memerangi Ali bin Abi Thalib. Dan ketika kedua pasukan telah bertemu, ayahnya ingin menghentikan peperangan. Maka iapun terus menerus  menghasungnya hingga ayahnya mau berperang kembali . Ini semua hanyalah omong kosong yang terdapat dalam kitab-kitab Syi’ah.[299] Bagaimana mereka mengatakan beliau keluar tanpa mahram sedangkan keponakannya Abdullah bin Zubair adalah mahramnya?!

            Oleh itu firman Allah :

 Sesungguhnya orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya Allah akan mela’natinya didunia dan di akhirat dan menyediakan baginya siksa  yang menghinakan.

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan  dan dosa yang nyata (Surat Al Ahzab 57-58

Ini ditujukan bagi orang yang memfitnah beliau. Karena menuduh Aisyah RadiyAllahu 'anha, dilihat dari sisi bahwa beliau adalah isteri Rasul adalah merupakan perbuatan idza’ (perbuatan menyakiti) terhadap Allah dan Rasulnya dan dari sisi bahwa Aisyah adalah seorang mu’minah yang tak bersalah adalah idza’ terhadap pribadinya serta orang-orang yang mengasihinya.

            Perlu diketahui, menuduh Aisyah dengan apa yang telah  Allah bebaskan dirinya dari tuduhan itu, termasuk perbuatan muruq  ( keluar) dari agama – sebagaimana ditetapkan dalam kaidah-kaidah Syar’i- dan orang yang mencelanya menjadi kafir. Ini adalah ijma’ kaum muslimin berdasarkan dalil dalam surat Annur ayat 17 dan beberapa ayat lain yang senada.

            Al Qadhi Abu Ya’la berkata,” Barangsiapa yang masih menuduh Aisyah dengan apa yang telah Allah bebaskan dirinya dari hal tersebut darinya maka ia telah kafir tanpa khilaf”.[300]

            Muhammad bin Zaid bin Ali bin Al Husein saudara Al Hasan ketika beliau melihat orang mengatakan hal buruk tentang Aisyah ia berdiri dan memukulnya hingga tewas. Seorang berkata,” Orang ini dari golongan kita dan keturunan moyang kita!”. Beliau menjawab,” Orang ini menamai kakekku dengan qornani ( yang memilki dua tanduk)[301] barangsiapa yang menyatakan demikian ia berhak dibunuh”.[302]

            Diriwayatkan pula dari saudaranya Al Hasan bin Zaid bin Ali Bin Al Husein Bin Ali Bin Abi Thalib bahwasanya ketika dihadapannya ada seorang lelaki yang menjelek-jelekkan Aisyah dan mengatakan ia telah berzina, beliau berkata,” Hai budak penggal leher orang ini!”. Orang-orang Alawiyun ( pengikut Ali)berkata,” Lelaki ini dari golongan kita”. Beliau berkata,” Ma’adzAllah...! Orang ini telah mencela Nabi Shalallohu Alaihi Wasalam. Allah berfirman dalam surat An Nur ayat 27:

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula dan Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula” .

Maka jika Aisyah seorang khobitsah maka Nabipun demikian oleh itu dia kafir maka penggallah lehernya”!, dan saat itu aku berada disitu.[303]

            Syaikhul Islam  Ibnu Taimiyah berkata,” Barangsiapa yang menuduh Aisyah dengan apa yang Allah telah bebaskan maka dia kafir...”.[304]

            Ibnu Hajar Al Haitsami berkata setelah menyebutkan perkara ifki . :” Barang siapa yang menisbahkan Aisyah pada zina maka dia kafir, Imam-imam juga yang lainnya dengan sharih menyatakan hal itu karena didalamnya ada unsur pendustaan terhadap nash-nash Al Qur’an. Dan orang yang mendustkan nash adalah kafir berdasar ijma’ kaum muslimin. Oleh itu dapat  diketahui secara pasti kekafiran orang-orang Rafidhah karena mereka telah menisbahkan hal itu pada Aisyah semoga Allah membinasakan mereka![305]

            Syaikh Muhammad bin Sulaim berkata,” Wal Hasil, menuduh Aisyah bagaimanapun juga telah mendustakan Allah dalam perkara yang telah Allah bebaskan dirinya dari para penuduh”.[306] Dalam tempat lain ,” Barangsiapa mendustakan Allah maka dia kafir”[307]. Beliau juga menukilkan perkataan Ahli Bait,” Menuduhnya saat ini adalah kafir dan murtad, tidak cukup dijilid,  karena ia telah mendustakan tujuh belas ayat dalam Kitabullah seperti yang telah lalu, untuk itu ia dibunuh karena murtad.....dan barangsiapa yang menuduh  At Tahirah At Tayyibah Ummul Mu’minin isteri Rasul Robbil Alamain di dunia dan akhirat maka dia seperti halnya kepala kaum munafik , Abdullah bin Ubay bin Salul”.[308]

            Aqwal Ulama dalam bab ini sangatlah banyak yang kesemuanya menyatakan hal serupa. Yaitu kafirnya orang yang memfitnah Aisyah atau yang menuduhnya berbuat zina –wal’iyadzu billah- sesuai dengan kitab yang menerangkan bahwa At Tayyibah (perempuan yang baik) untuk At Thayyibin ( lelaki yang baik) dan Al Khobitsat (perempuan yang buruk) untuk Al Khobitsin (lelaki yang buruk) dan sunnah Nabi yang secara qath’i menunjukkan akan kecintaan beliau pada Aisyah dengan cinta yang sangat, sedang beliau tidak mencintai kecuali yang thayyib.

           

Ketiga. Hinaan Kaum Syi’ah yang ditikamkan kepada Aisyah dan Hafsah sekaligus.

            Kaum Syi’ah telah menghina Aisyah dan Hafsah dengan berbagai hinaan. Akan saya sebnutkan sebagiannya:    

  1. Berlepas diri dan  melaknat keduannya

Al Kurki dan Al Majlisi- para pembesar ulama syi’ah- menyebutkan bahwa Ja’far Ash Shadiq –dan sungguh  beliau jauh dari apa yang mereka tuduhkan- melakanat setiap kali selesai shalat empat orang laki-laki : At Tamimy  Al’Adawy – Abu Bakar dan Umar-, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang perempuan : Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummu Hakam, saudara Muawiyah.[309]

Ini dalam hal melaknat, tentang sikap berlepas diri mereka : Ibnu Rahawaih Al Qummi –bergelar Ash Shaduq- dan Al Majlisi menukil ijma’ kaum Syi’ah akan hal tersebut, keduannya berkata:” Aqidah kita dalam Al Bara’ adalah : Kita berlepas diri dari empat berhala[310]: Abu Bakar Umar, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang wanita: Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummul Hakam  juga seluruh pengikut serta golongannya. Dan mereka adalah seburuk-buruk makhluq di muka bumi[311]. Dan tidak sempurna iman seseorang kepada Allah, Rasul dan para Imam  kecuali setelah bara’ dari musuh-musuhnya”.[312]

            Merasa tidak cukup dengan hanya melaknat Abu Bakar, Umar, Utsaman dan Muawiyah, mereka laknat pulan kedua putri Abu Bakar dan Umar, Aisyah dan Hafsah dan menyatakan bara’ darinya serta menganggap seluruh pengikutnya adalah seburuk-buruk makhluk dimuka bumi.

            Tapi seorang muslim tahu bahwa Abu Bakar dan Umar adalah  sebaik-baik makhluq Allah dimuka bumi setelah para Nabi. Demikian pula kedua putri beliau yang keduanya adalah isteri Makhluq terbaik, Penghulu  para nabi dan Rasul. Dan bahwa Muawiyah adalah salah seorang sahabat yang mereka adalah makhluq Allah yang paling baik juga orang-orang yang menegakkan Kitabullah, mengamalkan sunnah rasul dan menapaki manhaj Sahabatnya..

            2. TuduhanSyi’ah bahwa Aisyah dan Hafsah telah meracuni Rasulullah

            Menurut mereka Aisyah dan Hafsah berkonspirasi dengan kedua bapaknya, mnenyebarluaskan rahasia Rasulullah, membuka tabirnya serta meracuni beliau hingga beliau wafat karenanya.

            Kisah dusta tentang konspirasi Abu Bakar , Umar dan kedua putrinya ini dianggap sebagai riwayat yang tsabit,  mereka melandaskan pada sebuah ayat Al Qur’an dan memaknainya dengan makna yang tak terkandung didalamnya agar sesuai dengan hawa nafsu dan keyakinan mereka mengenai para sahabat. Ayat itu adalah:”

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul,sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul, pakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik kebelakang ( murtad) ? (Ali Imran ;144)

            Al Ayashi mengisnadkan – dengan sanad yang bersilsilahkan pada para pendusta- kepada  Abdullah bin Ja’far Ash Shadiq –dan beliau suci dari apa yang mereka tuduhkan- bahwasanya beliau berkata:” Tahukah kalian apakah Rasulullah mati atau dibunuh? Sesungguhnya Allah berfirman,” Afain mata au qutila,” Beliau telah diracun sebelumnya, keduanya benar-benar telah meracuninya[313], lalu kamipun berkata,” Sungguh keduanya dan bapak-bapaknya adalah seburuk-buruk makhluq”[314]

            Al Majlisi – Syaikh Syi’ah dan referensi mereka –menyatakan status sanad ini mu’tabar. Ia menngkaitkan dengan perkataanya,” Sesungguhnya Al Ayasy meriwayatkan dengan sanad yang mu’tabar dari Ash Shadiq bahwasanya Aisyah dan Hafsah yang semoga Allah melaknat keduanya dan bapaknya telah membunuh Rasulullah dengan racun yang mereka bubuhkan.”[315]

            Para penulis Syi’ah banyak menukil riwayat dusta ini. Mereka menyebut nama Aisyah dan Hafsah juga ayah mereka dengan sangat jelas dan menuduh mereka telah meracuni Rasul yang kemudian beliau mati kerananya.[316]

            Ini hanyalah satu kisah dari banyak kisah dusta yang dibuat kaum syi’ah yang kemudian mereka kaitkan dengan para sahabat pilihan yang rasul telah bersaksi bahwa mereka adalah ahli surga. Beliau wafat dalam keadaan ridha pada mereka. Ahlus sunnah dan juga selainya pun tidak ada yang melakukan hal seperti ini. Hanya orang Syi’ahlah yang ingin menampilkan  sahabat  dengan profil para pengkhianat terhadap Allah dan Rasulnya.

            Dan anehnya mereka melakukan semua itu tanpa dilandasi satu dalil shahih pun bahkan bertolak belakang dengan riwayat mutawatir.

            Barang siapa yang mengenal Abu Bakar dan Umar , mengenal budi pekerti mereka, kedekatan mereka yang sangat kepada Nabi, serta keistimewaan keduanya disisi Rasul  -ketika mendengar semua ini akan berkata,” Ini adalah dusta yang nyata!”.

            Aisyah dan Hafsah tak perlu disangsikan lagi ketinggian derajatnya. Mereka berdua adalah istri Nabi di dunia dan Akhirat.

Adalah Amirul Mu’minin Ali dan seorang sahabat mulia Amar bin Yasir bersumpah bahwa Aisyah adalah isteri Nabi di dunia dan Akhirat.[317] Demikian pula Hafsah. Sebagaimana sabda Nabi SHOLLALAHU ‘ALAHI WASALLAM  yang diriwayatkan khadimnya, Anas bin Malik , bahwa Jibril AS  datang kepada Nabi tatkala beliau menceraikan Hafsah, dan berkata,” Sesungguhnya Allah memberimu salam”, dan berkata,” Sesungguhnya ia adalah isterimu di dunia dan akhirat maka rujuklah ia”.[318]

            Aisyah dan Hafsah adalah dua isteri yang paling dicintai Nabi, demikian pula  kedua bapaknya adalah orang paling dekat dengan beliau Shalallohu Alaihi Wasalam.

            Seseorang yang biarpun hanya memilki sedikit pengetahuan tentang sirah para sahabat akan mendapati dirinya berkata mengenai pelbagai tuduhan ini, “ SubhanAllah, ini adalah dusta yang nyata.!”

 


[268] Shahihul Bukhary 5/107 kitab Fadlailush Shahabah bab Fadlailu ‘Aisyah

[269] Shahihul Bukhary 5/107 kitab Fadlailush Shahabah bab Fadlailu ‘Aisyah

[270] Suatu ungkapan bahwa kepala beliau ‘alaihis salam bersandar pada dadanya

[271] Shahihul Bukhary 6/31-36 kitabul Maghazy bab Ma Ja’a fi Wafatin Nabi Shallalahu 'alaihi wasallam, sebagian orang Syi’ah menyatakan bahwa keringat beliau Shallalahu 'alaihi wasallam bercampur dengan keringatnya sebelum beliau wafat, al-‘Asy’ats menyandarkan tulisannya di dalam kitabnya dengan al-Husain bin’ Ali Radliyallahu 'anhuma bahwa Abu Dzar Radliyallahu 'anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wasallam sebelum wafat meminta siwak dan memberikanya kepada Aisyah seraya berkata,” Lunakkanlah dengan air liurmu,” Lalu Aisyahpun menggigit kayu siwak dan memerikannya pada Rasul Saw dan beliaupun bersiwak dengannya, beliau berkata,” Air liurku dengan liurmu wahai Humaira’”. Kemudian beliau menggerak-gerakkan bibirnya seperti mengatakan sesuatu dan meninggaldunia”. Al Isti’ats212.  Ini menunjukkan kecintaan beliau kepada Aisyah, mulai dari keinginan beliau tinggal dirumah Aisyah yang kemudian dirawat dan dimuliakan olehnya RA sampai ketika beliau meninggal ludah beliau bercampur dengan ludah Aisyah dan beliau ridha terhadapnya.

[272] Shahihul Bukhary 5/68 kitab al-Fadlail bab Fadlailu Abu Bakr

[273] Tafsirul ‘Iyasyi 2/269, al-Burhan karya al-Bahrany 2/383 dan Biharul Anwar karya al-Majlisy 7/454\

[274] Tafsir Ibnu Katsir 2/583-584, Fathul Qadir karya asy-Syaukany 3/190 dan Ruhul Ma’any karya al-Alusy 14/221-222

[275] Tafsirul ‘Iyasyi 2/243, al-Burhan karya al-Bahrany 2/345 dan Biharul Anwar karya al-Majlisy 7/378, 8/220

[276] Biharul Anwar karya al-Majlisy 4/378, 8/220

[277] ash-Shiratul Mustaqim karya al-Baidlawy 3/131

[278] idem

[279] al-Khishalu karya ash-Shuduq 1/190

[280] al-Ushulu minal Kafii karya al-Kaliby 1/247

[281] As-Samthu as-Tsamin fi Manaqibi Ummahatil Mukminin karya al-Muhibbu ath-Thabary hal. 30

[282] Jami’ut Turmudzy 5/707 kitabul Manaqib bab Fadllu ‘Aisyah Radliyallahu 'anha, beliau berkata, “Hadits ini Hasan”.

[283] Shahihul Bukhary 5/68 kitab al-Fadlail bab Fadlailu Abu Bakr

[284]HR. al-Bukhary 6/340 kitabul Anbiya’ bab firman Allah QS. Ali ‘Imraan (3): 42

[285] Musnad Ahmad 6/138, Fadlailush Shahabah karya beliau juga 2/871, Thabaqat Ibnu Sa’ad 8/65, dan as-Samthu ats-Tsamin karya al-Muhibbu ath-Thabary hal. 29

[286] Tarikhut Thabary 5/255

[287] Al Qummy bukanlah yang pertama kali mengatakan ini, ia telah didahului Al Kulaini –Syaikhul Islam orang Syi’ah- dan dinisbahkan pada Abu Ja’far , lihat al-Burhan karya al-Bahry 4/35         7-358

[288] Menurut al-Qummy fulanah adalah ‘Aisyah, ini adalah taqiyah, akan tetapi yang lain menyebut namanya dengan jelas sehingga terungkaplah apa maksud taqiyah ini.

[289] Pada tulisan yang lain bahwa fulan adalah Thalhah, inipun termasuk taqiyah

[290] Pada tulisan yang lain maksud fulan adalah Thalhah

[291] Tafsir al-Qummy cet. Hijriyah (lama) hal. 341 cet. Haditsah (baru) 2/358, al-Burhan karya al-bahrany 4/358, Tafsir ‘Abdullah Syibr hal. 338. dan telah beliau menjelaskan sebagaimana dalam matannya.

[292] Tafsir al-Qummy cet Hijriyah (lama) hal 290 cet. Haditsah (baru) 5/195-196, Mu’tamar Ulama’ Baghdad karya Muqatil bin ‘Athiyah hal. 38, asy-Syafi karya al-Murtadla hal. 258, ath-Tharaif karya Ibnu Thawus hal. 492-493, as-Shirath Al Mustaqim karya Al-Bayadly 3/23-35, Manarul Huda karya ‘Aliyil Bahrany hal. 452, Nuhfatul Lahut karya al-Kurky Q 36/B, Tafsir ash-Shafy karya al-Kasyany 2/363, al-Burhan karya al-Bahrany 3/333-334, Ihqaqul Haq karya at-Tastury hal. 260-261, Fashlul Khithab karya an-Nury at-Thabrasy hal. 58, ‘Aqaidul; Imamiyah karya az-Zanjany 3/56, Siratu Al Aimmatuh al Itsna ‘Asyara karya Hasyim al-Husainy 1/381, dan asy-Syi’ah wal Hakimun karya Muhammad Jawad Mughniyah hal. 36

[293] Ath-Thara’if karya Ibnu Thawus hal. 492-493, Nuhfatul Lahut karya al-Karky Q 36/B dan Fashlul Khithab karya an-Nury at-Thabrasy hal. 58

[294] Masyariq Anwaril Yaqin karya Rajab al-Barsy hal. 86

[295] Ihtijajuth Thabrasy hal. 82

[296] Jami’ul Bayan karya ath-Thabary 28/169-, Tafsir Ibnu Katsir 4/393, dan Fathul Qadir karya asy-Syaukany 5/255-256

[297] Ash-Shirathil Mustaqim karya al-Bayadli 3/165-166 dan Tafsir ash-Shafy karya al-Kasyany  2/702

[298] Jami’ul Bayan karya ath-Thabary 28/169-, Tafsir Ibnu Katsir 4/393, dan Fathul Qadir karya asy-Syaukany 5/255-256, dan lain sebagainya dari kitab Tafsir karya Ulama’ Sunny, seluruhnya menyepakati hal itu

[299] Al- Ikhtishah karya al-Mufid hal. 119, Syarh Nahjul Balaghah karya Ibnu Abil Hadid 2/167-170, 4/480, 482-483 dan Ahaditsu Ummil Mukminin ‘Aisyah karya Murtadla al-Askary 1/227, 268 dan 269

[300] Ibnu Taimiyah menukil darinya dalam kitab ash-Sharimul Maslul karya Imam Ibnu Taimiyah hal. 571

[301] Yaitu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wasallam

[302] Disebutkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya ash-Sharimul Maslul hal. 566-567

[303] Disebutkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya ash-Sharimul Maslul hal. 566

[304] Ash-Sharimul Maslul hal. 568.

[305] Ash-Shawa’iq al-Muhriqah karya Ibnu Hajar al-Haitsamy hal. 101

[306] Risalah fi Ar Raddi ‘ala Ar Rafidlah karya Muhammad at-Tamimy hal. 24-25

[307] Idem

[308] idem

[309] Nufhatul Lahut fi Lahnil Jabat wath Thaghut karya al-Karky Q 74/B dan ‘Ainul Hayah karya al-Majlisy hal. 599

[310] As Shuduq menempatkan “al-Autsan” pada kalimat “al-Ashnam”

[311]            Zadul Mulaqqab bish Shuduq: dan kami sangat yakin bahwa mereka adalah musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya

[312] al-Hidayah karya ash-Shuduq Q 110/A dan Haqqul Yaqin karya al-Majlisy hal. 59

[313] Al Kasyany menambahkan, “Yaitu dua orang wanita yang Allah laknat beserta kedua orang tua mereka“, Tafsir ash-Shafy 1/305

[314] Tafsir  Al Ayashi 1/200. Tafsir As Shafi, Al Kasyani 1/305. Al burhan , Al Bahrani 1/320. Biharu Al Anwar, Al Majlisi 6/504.8/6

[315]. Hayatul Qulub karya al-Majlisy 2/700 Tafsir  Al Ayashi 1/200. Tafsir As Shafi, Al Kasyani 1/305. Al burhan , Al Bahrani 1/320. Biharu Al Anwar, Al Majlisi 6/504.8/6

[316] Tafsir al-Qammy cet. Hijriyah (lama) hal. 340 cet. Haditsah (baru) 2/375-376, ash-Shirathal Mustaqim karya al-Bayadli 3/168-169, Syarh Nahjul Balaghah karya Ibnu Abi Hadid 2/457, Ihqaqul Haq karya at-Tastury hal. 308, Tafsir ash-Shafy karya al-Kasyany 2/716-717, al-Burhan karya al-Bahrany 1/320, 4/352-353, dan al-Anwar an-Ni’maniyah karya al-Jazairy 4/336-337

[317] HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak 4/6, beliau berkata, “Hadits ini Shahih dengan syarat al-Bukhary dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya dan hal ini disepakati oleh adza-Dzahaby. Lihat juga Tarikh Thabary 5/225

[318] HR. Ibnu Sa’ad, al-Bazzar dan ath-Thabary dalam kitab al-Ausath dan al-Kabir, al-Hakim juga menshahihkannya –namun Ibnu ‘Asakir menghasankannya dalam al-Arba’in- hal ini juga disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr, al-Muhibbu, ath-Thabary, Ibnu Hajar dan lain sebagainya. Lihat pula Thabaqat Ibnu Sa’ad 8/84, al-Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr 4/269, Hilyatul Auliya’ karya Abu Na’im 2/50, al-Mustadrak karya al-Hakim 4/15, al-Arba’in fi Manaqibi Ummahatil Mukminin karya Ibnu ‘Asakir hal. 91, as-Samthu ats-Tsamin fi Manaqibi Ummahatil Mukminin karya al-Muhibbu ath-Thabary hal. 68, Majma’ az-Zawaid karya al-Haitsamy 9/244, Durrus Sahabah karya asy-Syaukany hal. 323 dan lain sebagainya.

 

Islamic Media Ibnuisa
Kritik & Saran
Counter
HOME


Old school Swatch Watches