Snack's 1967

Majlis Kesepuluh

Beberapa contoh hinaan Syi’ah kepada beberapa sahabat yang lain

Sikap Syi’ah Itsna Asyriyah terhadap para sahabat sebenarnya sama yaitu menganggap mereka murtad hanya berbeda dalam hal hinaan, laknat dan sikap berlepas diri dan tuduhan-tuduhan palsu. Hampir disetiap buku  yang mereka tulis terdapat hinaan dan umpatan kepada sahabat.

Karena begitu banyaknya hinaan yang mereka lontarkan pada sahabat selain yang sudah saya sebutkan, saya akan ungkap secara ringkas beberapa diantaranya agar pembaca bisa mengerti bagaimana kedudukan para sahabat menurut Syi’ah Itsna Asyriyah hingga pembaca bisa melihat betapa rendahnya sikap kaum ini.

Berikut saya sebutkan beberapa perkataan mereka  tentang Abu Sufyan, Amru bin Al Ash dan Khalid Bin Walid RA.

1.      Hinaan terhadap Muawiyah Bin Abu Sufyan.

Kritikan mereka akan jujur tidaknya beliau, dan anggapan bahwa Abu Sufyan sebenarnya Kafir, munafik dan ia akan kekal dineraka pada Hari Kiamat kelak.[319]

Mereka menuduh Muawiyah masih saja melakukan kesyirikan dan menyembah berhala meski sudah masuk Islam hingga sekian lama.[320] Ia menampakkan keislamannya hanya berselang lima bulan sebelum Nabi wafat[321] dan masuk Islam hanya karena takut akan pedang[322] oleh itu ia hanya muslim namanya saja karena ia masih seperti kaum jahiliyah terdahulu[323] sampai-sampai matipun di lehernya dikalungi salib[324]. Muawiyah itu lebih buruk dari Iblis,[325] sikap kezindikannya melebihi Iblis[326]. Ia benar-benar seorang pemimpin kesesatan[327], Imam kekafiran[328], Fir’aunnya Umat ini[329], munafik, keras kepala atau “ngeyel” terhadap Allah, Rasul dan kaum Mukminin.[330] Musuh keluarga Muhammad Shollalahu ‘alahi wasallam terutama Ali Bin Abi Thalib RA.[331] Ia mati dalam keadaan kafir sehingga ia kekal dineraka.

            Mereka melandaskan tuduhan bahwa Mu’awiyah kekal dineraka pada sabda Rasul yang menurut mereka pernah mengatakan,” Allah memperlihatkan kepadaku Hari Kiamat dan huru-haranya dalam tidurku, jannah dan kenikmatannya, neraka berikut azab, aku melihat neraka tiba-tiba aku melihat Muawiyah Bin Abu Sufyan dan Amru Bin Al Ash sedang berdiri diatas bara jahanam dan kepalanya dilempari batu jahanam oleh malaikat Zabaniyah yang berkata kepada keduanya ,” Tidakkah kamu beriman pada kekuasaan Ali Alaihi Salam?!”.[332]

            Al Mufid menyandarkan riwayat kepada Ja’far Ash Shadiq ia berkata,” Mu’awiyah dan Amru Bin Al Ash tdak diberi makan dan dihentikan azabnya”.[333]

Menurut keyakinan Syi’ah Mu’awiyah diazab dineraka sejak ia mati.Mereka juga berbohong dengan mengatakan para Iama mereka melihat Muawiyah di belenggu dengan rantai yang panjangnya 70 hasta di sebuah lembah di neraka Jahanam.

            Kaum Syi’ah juga berbohong dengan mengatakan bahwa Abu  Ja’far Al Baqir berkata,” Aku dibelakang bapakku mengendarai keledai, tiba-tiba keledainya ketakutan dan kau melihat orang tua yang dilehernya terdapat rantai bersama seorang lelaki yang mengikutinya, orang itu berkata,” Hai Ali berilah aku minum?”. Orang yang mengikutinya berkata,” jangan beri ia minum, Allah tidak memberinya minum”. Orang tua itu ternyata Muawiyah.[334]

Mereka mengatakan hal itu juga terjadi pada Abdullah ja’far Ash Shadiq bersama bapaknya Muhammad Al Baqir.[335] Dalam riwayat itu Muawiyah memintanya agar memohonkan ampun kepada Allah, Al Baqir berkata tiga kali,” Allah tidak akan mengampunimu”[336]. Dan karena Muawiyah adalahorang yang kekafirannya jelas , ia akan dikembalikan kedunia sebelum Kiamat untuk mendapat hukuman balas dendam.[337]

 

Tak diragukan lagi, anggapan  Syi’ah akan terlambatnya keislaman Muawiyah D hingga 5 bulan sebelum Nabi S wafat sama sekali tidak benar.Bahkan beliau telah masuk Islam pada Fathu Makkah tahun 8 hijrah yang berarti 3 tahun sebelum Nabi S wafat.

Jumhur Ulama Ahli Maghozi wa Sair[338] berpendapat demikian. Sebagian mereka mengatakan beliau masuk Islam sebelum itu.[339]

            Ibnu Saad meriwayatkan dari Muawiyah D  bahwa beliau  ( Muawiyah)memberitahukan padanya waktu keislamannya, katanya,” Aku telah masuk Islam sebelum Umroh Qodho’ , tapi aku takut pergi ke Madinah sebab ibuku mengancamku ,” Kalau kamu keluar (pergi ke Madinah) aku akan memboikotmu”. Saat itu Rasulullah s  ke Makkah untuk umrah qodho’  lalu aku beriman padanya. Kemudian ketika datang Fathu Makkah aku menampakkan keislamanku dan menghadap beliau maka beliaupun menyambutku.”

Al Bayadhi –seorang Syi’ah- mengatakan  bahwa Muawiyah D menampakkan keislamannya pada waktu Fathu Makkah, katanya,” Dalam tarikh dibenarkan bahwa ia menampakkan keislamannya pada tahun 8 hijrah.”

             Hal ini merupakan bukti dari mereka bahwa Muawiyah menampakkan keislamannya pada tahun 8 hijriah – tepatnya pada waktu Fathu Makkah- dan menjadi hujjah atas orang yang mengklaim bahwa ia masuk Islam 5 bulan sebelum rasul wafat.

            Paling tidak kondisi Muawiyah pada saat itu termasuk  Thulaqo’  atau Mu’allifah Qulubuhum ( orang yang dilunakkan hatinya untuk masuk Islam). Dan hal tersebut tidaklah menjadikanya tercela, karena kondisi kebanyakan dari mereka tatkala masuk Islam adalah  seperti yang dituturkan Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah ,” Seseorang dari mereka masuk Islam di awal siang karena cinta padanya, dan tidaklah datang waktu sore melainkan Islam lebih mereka sukai dari pada terbitnya mentari.”[340] Dan Muawiyah  termasuk orang yang baik keislamannya sehingga Rasulullah mengikutsertakannya dalam penulisan wahyu.Hal ini sudah menjadi ijma’ ahlus sunnah.[341]

            Rasulullah sendiri memuji beliau dan berdo’a untuknya dalam sabdanya“ Ya Allah jadikanlah Ia Hadi ( pemberi petunjuk ) yang diberi petunjuk dan berikanlkah padanya hidayah”[342], juga,” Ya Allah ajarkanlah pada Muawiyah Al Kitab dan al Hisab (Ilmu menghitung) dan hindarkalah ia dari Adzab.”[343]

            Rasulullah berdoa pada Robbnya agar memberi Muawiyah petunjuk dan melindunginya dari Adzab, tapi kaum Syi’ah justru menganggapnya kafir dan kekal dineraka tanpa dalil yang shahih melainkan sekedar mengikuti hawa nafsu.

            Dan apa yang mereka nisbahkan pada Rasulullah tentang pemberitaan bahwa beliau-Muawiyah- kekal dineraka hanyalah dusta belaka yang mereka sandarkan pada Rasul. Dan barangsiapa yang berdusta atas nama Nabi maka hendaklah ia mengambil tempatnya dineraka seperti yang di sebutkan dalam hadis mutawatir.

            Tidaklah benar bahwa antara Nabi dan Muawiyah pernah ada permusuhan, karena tatkala muawiyah masuk Islam ia masih kecil dan belum pernah mengikuti perang kontra Nabi sama sekali. Kaum Syi’ah menukil sebuah riwayat bahwa Nabi pernah berseteru dengan  bapak-ibu Muawiyah, padahal sebenarnya Rasul telah memaafkan kedua orangtua Muawiyah. Keduanya termasuk orang yang baik keislamannya serta telah bertaubat nasuha dan taubat menghapus apa yang telah lampau.

            Kedua. Perkataan kaum Syi’ah akan wajibnya membenci Muawiyah, melaknatnya dan bara’ ( berlepas diri) darinya.

            Sangat sedikit kitab-kitab Syi’ah yang tidak menyebut Muawiyah melainkan pasti melaknatnya dan berlepas diri darinya Radiyallahu 'anhu .

            Ibnu Abu Hadid berkata,” Wajib bagiku jika telah berlepas diri dari seseorang untuk bara’ darinya bagaimanapun keadaannya”. Ia juga telah bara’ dari Mughiroh , Amru Bin Ash dan Muawiyah Radiyallahu 'anhum.

 

            Al Majlisi berkata,” Termasuk dhoruriyat agama Imamiyah adalah bara’ dari Muawiyah.”

            Bukti diatas juga terdapat dalam doa mereka, terkhusus apa yang dibaca ketika mengunjungi para Imam, apalagi Imam Husein. Misalnya seperti do’a yang bpara sahabat adalah termasuk al Mubiqot ( perkara yang membinasakan).

            Dinukil dari Imam Ahmad bahwa ketika disebutkan kepada beliau satu kaum yang mencela Muawiyah, beliaupun berkata,” Apa urusan mereka dengan Muawiyah?”Jika engkau melihat seseorang mengatakan sesuatu yang buruk mengenai para sahabat maka curigailah keislamannya” lanjutnya. Beliau juga menandaskan wajibnya  menta’zir orang yang mencela Muawiyah ,mengultimatumnya supaya bertobat hingga pada taraf hukuman jilid, jika belum kapok maka dipenjara sampai mati atau hukuman tersebut diulangi.” Beliau juga berkata ,’ Aku tidak melihatnya berada dalam Islam, maka curigailah keislamannya,” juga,” Berlaku kasarlah dalam memeranginya”.Imam Ishaq Bin Rahawaih juga mengatakan hal senada.

Ibrohim Bin Maisarah berkata,” Aku belum pernah melihat Umar Bin Abdul Aziz memukul orang selain orang yang mencela Muawiyah, Ia memukulnya beberapa kali cambukan’.

Mencela Muawiyah dan para Sahabat jelas dilarang dan termasuk al Mubiqot (perkara yang membinasakan) sebagaimana di nashkan oleh Salaful Ummah. Maka bagaimana bisa mereka menisbahkan para sahabat pada kekufuran dan zindiq?! . Wal iyadlu billah.

Pernyataan Syi’ah dalam hal ini telah dijelaskan dimuka dan disana ada hal yang lebih dasyat lagi. Kita memohon ampunan kepada Allah.

Tentang landasan mereka pada perselisihan antara Ali dan Muawiyah, maka sesungguhnya perselisihan keduanya adalah satu hal yang mulia. Siapa yang mempelajari sirahnya akan mendapatkan kejelasan. Seperti yang ditegaskan Al Hafidz Abu Zar’ah Ar Rozi terhadap orang yang menuduh Ali membenci Muawiyah: Al Hafidz Ibnu Asakir meriwayatkan dalam kitabnya “ Tarikh Damsyiq” tentang Muawiyah, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Abu Zar’ah, ” Aku membenci Muawiyah”.Abu Zar’ah berkata,” Kenapa?”. “ Karena Ia menentang Ali.” jawabnya. Abu Zar’ah berkata,” Celaka kamu ! Sungguh Robb Muawiyah Maha Pengasih. Permusuhan Muawiyah adalah permusuhan yang mulia, apa urusanmu ikut campur urusan keduanya?!”

2. Beberapa contoh celaan mereka terhadap Amru Bin Al Ash.

Pertama. Celaan mereka terhadap nasab beliau bahwa beliau anak zina.[344]

Mereka mengatakan Ibu beliau adalah seorang pelacur yang mengibarkan bendera sebagai tanda bahwa dirinya seorang pekerja seks.[345] Ia telah dizinahi oleh lima orang yang kemudian melahirkan Amru, menurut pendapat beberapa orang dari mereka dalam hal ini Muhammad Jawad Bin Mughirah – seorang Syi’ah modern- ia berkata,” Yang melahirkan Amru adalah seorang pelacur yang telah dizinahi oleh Abu Lahab, Umayah Bin Kholaf, Hisyam Bin Al Mughirah, Abu Sufyan dan Al Ash Bin Al Wa’il, kemudian lahirlah Amru. Empat dari mereka mengakuinya tapi ibunya berkata,” Dia anak Al Ash.” Tatkala ditanya ,” Kenapa engkau memilih Al Ash?” Ia menjawab, ‘ Ia memberi nafkah kepadaku dan anak-anakku lebih banyak dari yang lain, meskipun Amru lebih mirip Abu Sufyan.”[346]

            Kalangan Syi’ah yang lain tidak menafikan hal tersebut bahkan menguatkan pendapat ini. Mereka mengatakan yang menzinahi ada 6 orang lalu lahirlah Amru. [347]

            Orang yang menamakan diri sebagai Abdul Wahid Al Anshori –seorang Syi’ah modern- berkata tentang Amru,” Tak seorangpun dari kalangan Ahli tarikh yang menyangkal bahwa Ia anak hasil Zina. Dan Yang berpartisipasi dalam menzinahi Ibunya ada 6 orang, Abu Sufyan, Umayah, Al Ash, Hisyam, Abu lahab dan Kholaf Al Jamhi. Mereka semua mengakuinya sebagai anak, lalu ibunya memutuskan bahwa ia anak dari Al Ash karena nafkah yang ia berikan lebih banyak. Maka bagaimana mungkin seorang anak zina bisa menjadi baik. Pendosa ini telah mewarisi sifat-sifat buruk dari ayah-ayahnya. Ia mewarisi sifat ingkar dan tak tahu malu dari Abu Sufyan, sifat kufur dan atheisme dari Abu Lahab, Zalim dari “Al Ashy” -Ahli Maksiat kepada Allah dan RasulNYA- dan berbagai hal yang serupa dengan sifat bapak-bapaknya berupa kezaliman”.[348]

            Tuduhan Syi’ah yang mengada-ada  ini tak satupun yang berlandaskan dalil yang shahih selain hanya dalil dusta belaka. Kebohongan yang sangat nyata yang mereka usung atas dasar rasa dengki  kepada para Shahabat secara umum dan terkhusus kepada orang-orang yang mulia lagi baik diantara mereka. Sebagaimana para Shahabat lain, Amru Bin Ash menjadi salah satu korban kedengkian mereka. Sedangkan Amru sendiri telah wafat dan terputus amalnya akan tetapi Allah belum berkenan memutus pahalanya.Kaum Syi’ah ingin menhujamkan tuduhan-tuduhan ini kepada para sahabat, bahkan jarang mereka menyebutkan sahabat melainkan pasti menyematkan kedustaan ini.[349] Jika tidak malu berbuatlah sesukamu.

            kedua beberapa contoh perkataan kaum Syi’ah atas diri Amru Bin Ash

            Orang Syi’ah Itsna Asy riyah apalagi yang modern memiliki sejumlah gelar untuk Amru Bin Ash sebagai implementasi rasa dengki dalam dada mereka. Gelar ini  mereka sematkan pada Sahabat mulia ini. Diantara gelar itu: Al Ashy Bin Al Ashy ( Ahli maksiat anak Ahli maksiat ),  Al ‘Ahirah[350] ( pezina), Al Makir[351] ( pembuat makar), Al khobits[352] ( Orang yang kotor), Al Munafiq[353], “ Orang yang masyhur kenifakannya dan nampak keraguannya terhadap dien[354], Al Mujrim[355] ( pendosa), “ Orang yang paling buruk dari kalangan Awwalin dan Akhiri[356]n”,” Menolak akherat dan mencintai dunia[357], dan “ Termasuk orang yang memusuhi Nabi S , menyakitinya, menipu dan mendustakannya[358] dan lain sebagainya.

            Seorang pembaca yang adil akan melihat bahwa kata-kata ini jauh dari dalil. Orang-orang Syi’ah tersebut tidak menyandarkan perkataan ini pada seorang Imampun – dari Ahli Bait-. Sudah menjadi kebiasaan mereka menisbahkan berbagai macam kedustaan atas para Shahabat. Sebab munculnya kata-kata dusta ini dikarenakan pada zaman ini mereka tidak menemukan satu kata pun yang berisi kebohongan atas para Shahabat yang dinisbahkan pada kepada para Imam – dari Ahli Bait- sedangkan  mereka dituntut mengadakan hal semacam ini, sehingga mereka meniru apa yang dilakukan pendahulu mereka dari kalangan Ulama Syi’ah yang suka memalsukan cerita. Maka dibuatlah cerita-cerita dan tuduhan palsu yang mereka pandang cocok untuk dijadikan julukan bagi para sahabat secara umum ataupun per orangan, seperti tuduhan anak hasil zina dan lainnya.

            Hal ini, bagi seorang pembaca yang labib ( berakal) akan menjadi satu titik terang bahwa cotoh-contoh hinaan tersebut tidak lain berasal dari hawa nafsu dan tendensi pribadi. Berangkat dari sini Ulama Jarh wat Ta’dil sangat berhati-hati dalam meriwayatkan satu riwayat dari ahli bid’ah, terlebih lagi jika mereka melihat sesuatu yang meyakinkan kebid’ahannya.

Dan Syi’ah – terkhusus Syi’ah muashir-  serta orang yang mencela Amru Bin Al Ash D  mengalamatkan tuduhan dusta ini kepada orang yang Rasulullah s senang akan keislamannya dan mengkabarkan kejujurannya serta memujinya dengan kebaikan.

Diriwayatkan dari Tirmidzi, Ahmad dan lainnya dari Uqbah Bin Amir berkata,”  Manusia telah masuk Islam sedangkan Amru telah beriman”.Hadits diatas menunjukkan bahwa manakala Amru Bin Al Ash D masuk Islam, beliau berislam dengan hati dan lisannya, karena cinta amal sholih dan tamak akan ampunan Robnya”.

Suatu hari Rasulullah s memintanya  untuk datang, tatkala ia sampai beliau bersabda,” Wahai Amru, aku akan mengutusmu ke medan perang, kemudian Allah akan menyelamatkanmu dan memberimu ghonimah serta harta yang baik”. Ia berkata,” Wahai Rasulullah s , aku masuk Islam bukan karena suka terhadap harta tapi karena mencintai jihad dan menyertaimu”. Rasulullah s bersabda ,” Wahai Amru, Sebaik-baik harta adalah  harta milik orang sholih”[359].

Dalam hadits diatas terlihat sifat itsar Amru Bin Al Ash D  dihadapan Allah dan RasulNYA , tujuannya memeluk Islam bukanlah karena cinta dunia yang fana tapi karena cinta akan balasan dan pahala dari Allah Ta’ala serta tamak akan ridhoNya. Dan ini menjadi satu bantahan atas orang Syi’ah yang menuduhnya sebagai pencari dunia dan menolak akherat.

Rasulullah s sendiri memuji dirinya serta keluarganya,” Sesungguhnya Amru trmasuk orang shalihnya kaum Quraisy”[360]. Tentang keluarganya beliau bersabda,” Sebaik-baik ahli bait adalah Abdullah bapak Abdullah dan ibu Abdullah – Abdullah Bin Amru Bni Al Ash, pent-“.

Semoga Allah merahmati sahabat mulia Amru Bin Al Ash D  dan dengan keadilanNya, membalas orang-orang  yang mencela dan membencinya.

 

3. Tentang Kholid Bin Walid D orang-orang Syi’ah berkata,” Dia pedang syetan yang terhunus”. Mereka mengingkari apa yang Rasulullah s sifatkan pada Kholid bahwa beliau adalah Saifullah (pedang Allah ). Mereka menuduh penamaan itu adalah fitnah dari Ahlus Sunnah. Mereka katakan,” Jika Ahlus Sunnah mau berlaku adil niscaya mereka akan menyebutnya sebagai “pedang syetan yang terhunus”. Muqotil bin Atiyah seorang ulama Syi’ah berkata,” Dia adalah Si Pedang Syetan yang terhunus”. Menurutnya dikarenakan kurangnya rasa adil para Ahlus sunnah maka mereka menyebutnya sebagai “Pedang Allah”.  Kemudian ia menuturkan sebab penamaan Syi’ah ,” Hal itu karena dia adalah musuh bagi Ali.[361]

Al haly seorang ulama syi’ah juga menyebutkan hal serupa.[362]

 Sanggahan terhadap tuduhan mereka

            Penyebutan Kholid Bin Walid D sebagai “ Saifullah” bukan berasal dari Ahlus Sunnah, tapi yang pertama kali menyebutnya demikian adalah Rasulullah s sendiri yaitu tatkala terjadi perang Mu’tah[363] pada tahun 8 hijriyah. Bukhori dan lainnya meriwayatkan dengan sanad dari Anas Bin Malik, Ia berkata,” Nabi memberitahukan kematian Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah sebelum datang kabar tentang mereka, beliu bersabda,” Zaid membawa bendera, kemudian ia gugur  lalu Ja’far mengambilnya dan ia pun gugur, kemudian Ibnu Rawahah mengambilnya dan ia pun gugur pula. Lalu kedua mata beliau s  berkaca-kaca,” Hingga bendera itu diambil oleh “Saifullah” Kholid.....”[364]

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berulangkali menyebut gelar ini di beberapa haditsnya diantaranya : Hadits yang berbunyi ,” Ia sebaik-baik hamba Allah dan saudara Yang Sepuluh – 10 orang yang dijanjikan Jannah- Kholid Bin Walid Pedang dari Pedang-pedang Allah yang Allah hunus untuk orang-orang kafir dan munafik”[365]. Maka tatkala Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendengar ada orang yang mengatakan hal yang buruk tentang Kholid Bin Walid Radhiallahu ‘anhu beliaupun bersabda,” Janganlah kalian menyakiti Kholid Bin Walid karena ia adalah Pedang dari pedang Allah yang terhunus untuk orang kafir”.

            Hadits ini menjadi hujjah atas kaum Syi’ah yang mencela dan menjelek-jelekkan Kholid Bin Walid -Radhiallahu ‘anhu- dengan berbagai celaan. Ahlus Sunnah sendiri bukan yang pertama kali memberi gelar Saifullah pada Kholid Bin Walid Radhiallahu ‘anhu tapi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallamlah yang menyebutnya demikian kemudian Ahlus Sunnah mengikuti.

            Masih banyak celaan lain yang mereka alamatkan kepada orang-orang pilihan dari Sahabat  Nabi SAW. Tapi dalam pembahasan ini saya akan konsekwen untuk tidak menyebutkannya panjang lebar.

            Sebagai ringkasan :

            Bahwasanya keyakinan Syi’ah Itsna Asyriyah baik yang salaf maupun kholaf tentang para Sahabat  -Radhiallahu ‘anhum- adalah sama sama. Yaitu menganggap mereka kufur dan murtad dari dienul Islam setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, hal ini bisa dilihat dari sikap mereka yang selalu menebarkan berbagai macam tuduhan palsu terhadap orang-orang pilihan lagi mulia dari kalangan Sahabat  -Radhiallahu ‘anhum-.

            Sebagai bukti, mereka mengkafirkan Syaikhoni – Abu Bakar dan Umar- Utsman dan tujuh lainnya dari sepuluh orang yang dijanjikan masuk Jannah.

            Tak hanya itu, bahkan mereka menuduh Shidiqah Binti Ash Shidiq, Aisyah Radhiallahu ‘anha telah berbuat fahisah (Zina). Dan mengingkari bahwa ayat yang membebaskan dirinya dari tuduhan itu telah turun.

            Mereka juga menebar fitnah atas Sahabat  Radhiallahu ‘anhum lainnya, mencela iman mereka dan terus menerus merendahkan martabat mereka. Menuduh sebagian mereka anak zina dan lain-lain. Maka barang siapa mentelaah kitab-kitab Syi’ah tentang apa yang mereka tulis, akan ia dapatkan keanehan yang mengherankan.

            Imam-imam Ahli Bait benar-benar telah berlepas diri dari klaim bahwa apa yang dituduhkan Syi’ah Itsna Asyriyah berupa kebohongan yang mereka tujukan pada Sahabat  Radhiallahu ‘anhum berasal dari mereka. Sedangkan para Imam Ahlu bait itu mencintai para Sahabat  Radhiallahu ‘anhum menghormati mereka serta menempatkan mereka pada derajat yang telah Allah dan RasulNya berikan.

            Maka dari itu hendaklah kaum Syi’ah - Ulama dan Awamnya- jika memang mereka mencintai Ahli Bait- hendaklah mereka juga mencintai para Sahabat  – Radhiallahu ‘anhum- yang Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan Ahli baitnya Ath Thoyyibin wa Thohirinpun mencintai mereka. Karena mahabbah akan diketahui lewat ittiba’.Ahli Syair berkata :

                        Jika cintamu jujur, kau akan mematuhinya

                        Orang yang mencinta akan patuh pada yang dicinta


[319] Minhajul Karamah, AL Hali hal 116.

[320] Minhajul Karamah, AL Hali hal 114 Ihqaqu Al Haq, At Tastari, hal226. Aqaid  Syi’ah Iamamiyah Al Itsna Asyriyah, Az Zanjani 3/61.

[321] Nufhatu Al Nufhatu Al Lahut, Al Kurky., Al Kurki, qaf 14/ba’-1526/alif.

[322] Fie Dzilali At Tasyayu’, Muhammad Ali Al Hasani hal 286.

[323] Muqaddimah Mir’atu Al Uqul, Murtadha Al Askari 1/38.

[324] As Sirat Al Mustaqim, Al Bayadhi 3/50

[325] Minhajul Karamah, AL Hali hal 116.

[326] Tanqihul Maqal, Mamaqani 3/222.

[327] Syarh Nahju Al Balaghah, ibnu Abi Al Hadid 20/15.

[328] Asy Syafie, Al Murtadha hl287. Talkhis Asy Syafie, At Tusi hal 462.

[329] Al Idhah lil fasl baina syadzani hal 43. Al Khisal, Ash Shaduq 2/457-460. Al Malahim, Ibnu Tawus hal 90. Sa’du Sa’ud, Ibnu Tawus, hal 133. As Sirat Al Mustaqim, Al Bayadhi 3/50. Al Kasykul, Haidar Al amali hal 200.Tafsir Ash Shafi, Al Kasyani 2/740. Muqaddimah Al Burhan, Abu Hasan Al Amamli hal 263-341. Ushulu Syi’ah wa ushuluha, Kasyif Al Ghitha’ hal 45-47.

[330] Al Mishbah, Al Kaf’ami hal552. Sy Syi’ah wal Hakimun, Muhammad Jawwad Mughniyah hal 39. Abu Thalib Mu;minu Quraisy, Al Khinziri hal 51.

[331] Al Jumal, A Mufid hal 49. Minhajul Karamah, AL Hali hal 116. Minhajul Karamah, AL Hali hal 116. Asy Syi’ah wal Mizan, Mughniyah hal 255.

[332] Dinukil Al Bahrani dalam Al Burhan 4/477-478.

[333] Al Ikhtishas, Al Mufid hal 344.

[334] Basha’iru darajat Al Kubra, Ash Shofar hal 304-307. Al Ikhtishas, Al Mufid hal 275-277. Al Kharayij wal Jawarih, Ar Rawandi qaf 134. Mukhtasar Bashai’ru Darajat, Al Hali hal 111. Tfsir As Shafi, Al Kasyani 2/491,740. Al Iqadh minal Huj’ah, Al Hurr Al Amili hal 203-204. Haqqul Yaqin, Syibr 2/89.

[335] idem

[336] idem

[337] Mukhtasar Bashai’ru Darajat, Al Hali hal 29. Al Iqadh minal Huj’ah, Al Hurr Al Amili hal 363-364.

[338] Lihat Al Isti’ab, Ibnu Abdi Al Bar 3/395Minhaju As Sunnah An Nabawiyah, Ibnu taimiyah 4/428-429, 436, 439. Al bidayah wa An Nihayah, bnu Katsier, 8/118. Al Ishabah, Ibnu Hajar Al As qalani 3/433. Tathiru Al jinan, Ibnu Hajar Al haitsami. Hal. 8-11.

[339] Idem.

[340] Minhaju As Sunah An Nabawiyah 4/384.

[341] Lihat: Tarikh Ath Thabary 6/179. Tarikhul Khalifah 1/77. Al Wuzara’ wa Al Kitab, Al Jahsyary. Hal 12. Tajaribul umam, Ibnu Maskubah, 1/291. Al Kamil fie At Tarikh, Ibnu Al Atsir 4/385.Al bidyah Wa Nihayh 5/350. Kitab An Nabi SHOLLALAHU ‘ALAHI WASALLAM , Al A’dhami, hal.103-105.

[342] Ditakhrij At Tirmidzi, ia berkata hadits hasan gharib. Jami’u At Tirmidzi 5/687 kitab Al Manaqib, bab Manaqib Mu’awiyah.

[343] Hadits ini diriwayatkan dari jalur yang banyakyang satu sama lan saling memperkuat, derajat hadits ini sampai pda taraf hasan lighairihi – seperti disebutkan oleh Muhaqqiq Kitab Fadha’ilu Ash Shahabah-. Lihat Fadha’lu Ash Shahabah, Imam Ahmad 2/913-915. Musnad Ahmad 4/127. Tarikh Al Fasawi 2/345.

[344] Al Idhah al fadhl bin Syadzan hal.43.

[345] Asy Syi’ah wa Al Hakimun, Muhammad Jawad Mughniyah hal.53. Aqa’idu Al Imamiyah, Az Zanjani 3/ 66.

[346] Asy Syi’ah wa Al Hakimun, Muhammad Jawad Mughniyah hal.53

[347] Ad Darajah Ar rafi’ah, Asy Syairazi. Hal. 160.

[348] Adhwa’u ala huthuti muhibbu Ad Dien, Al Anshary hal. 81.

[349] Endi iki…………???

[350] Yang menjuluki dengan gelar ini adalah Muhammad Ali Al hasani, dri golongan Syi’ah modern dalam bukunya Dzilalu At Tasyayu’, hal 188.

[351] Idem hal 212.

[352] Yang memberi gelar ini adalah  Ibrahim Al musawi dalam Kitabnya Aqai’dul Immiyah Al Itsna Asyriyh 3/111.

[353] Pemberi gelar  ini adalah Al Kaf’amy dalam bukunya Al Mishbah hal.552.

[354] Yang mengatakan hal itu adalah Al Murtadho dalam bukunya Asy Syafi fie Al Imamah hal.240.

[355] . Al Anshary seorang Syi’ah moderen dalam bukunya Adhwa’ ala khututi muhibbu Ad Dien Al Aridhah hal. 112.

[357] Yang mensifati adalah orang yang bergelar Ash Shaduq dala bukunya Al Khisal 2/457

[358] Yang menuduh seperti ini asalah Muhammad Jawad Mughniyah seorang Syi’ah modern dalam bukunya Asy Syi’ah wa Al Hakimun hal.53.

[359] Di takhrij oleh Imam Ahmad Al Musnad 3/202 dan dalam Al Fadho’il 2/912. Pentahqiq berkata Isnadnya Shahih. Al hakim dalm l mustadrak 2/2 beliau berkata shahih ala syarti muslim dan disepakati Adz Dzahabi.

[360] Ditakhrij At Tirmidzi dalam Jami’u At Tirmidzi 5/688, kitab Al Manaqib bab Amnaqibu Amru. Imam Ahmad dalam Al Musnad1/161 da dalam Fadhailu asah Shahabah 2/911-913. Lihat Majma’ Az Zawa’id, Al Haitsami 9/354.

[361] Mu’tamar Ulama’ Baghsas, Muqotil bin Atiyah.hal 60

[362] Minhajul Karamah, Al Haly hal .115

[363] Sebuah desa di wilayah Syam yang Rasulullah mengutus pasukan pasukan kesana pada tahun delapan hijriyah. Maghazi Urwah bin Zubair hal.204. Marashidul Ithila’ Al Baghdadi3/133.

[364] Shahih Bukhari 5/103. Kitab Fadhoilu Ash Shahabah. Bab Khalid bin Walid5/293. kitab al Maghazi bab Ghazwah mu’tah.Musnad Imam Ahmad 3/113-117-118.5/299-300-301.Hadts ini diriwayatkan juga oleh Abi Qatadah Al Anshary, abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Lihat Musnad Imam Ahmad tharf al halby.5/299 dan 300-301 Tharf al Ma’arif 3/192-193. Al Bidayah wa an Nihayah Ibnu Katsier 4/251-252. Majmau zawa’id Al Haitsamy 9/349.

[365] Hadits ini diriwayatkan dari Bau Bakr Ash Shodiq dan Abu Ubaidah Bin Al Jarrah serta Abu hurairoh Radhiyallahu 'anhum,. Hadits Abu Bakr ditakrij Imam Ahmad dalam Al Musnad 1/8.Dan dalam Fadoilu shahabah 2/815-816. Pentahqiq berkata : _ Sanadnya hasan. Juga Ath Thabrany dalam Al Mu’jamul Kabir 4/120. Dan Durru Shohabah oleh Asy Syaukani hal.433-434. Hadits Abi Huriroh  ditakhrij oleh At Tirmidzi dalam Jami’u Tirmidzi. Ia berkata : Hasan Ghorib.5/268, Kitabul Manaqib bab Manaqib Kholid.

Islamic Media Ibnuisa
Kritik & Saran
Counter
HOME