PASAL PENJELASAN I

Dan ketahuilah – semoga Allah meneguhkan kami dan engkau di atas jalan-Nya yang lurus - sesungguhnya bara’ah ini dan ‘adawah yang mana Millah Ibrahim menuntut pengi’lanan dan penampakkannya terhadap ahlul kufri dan ma’budat mereka, adalah menuntut banyak-banyak pengorbanan.

Janganlah orang mengira jalan ini dihiasi dengan mawar dan minyak wangi atau dipenuhi dengan istirahat dan santai, akan tetapi ia demi Allah dipenuhi dengan ujian dan cobaan, namun penutupnya adalah kasturi, ketenteraman dan nikmat surga serta Rabb yang tidak murka… Kami tidak mengangan-angankan cobaan pada diri kami juga kaum muslimin, akan tetapi cobaan adalah sunatullah ‘Azza wa Jalla di jalan ini supaya dengannya Dia memisah yang buruk dari yang baik. Ini adalah jalan yang tidak menyenangkan para pengikut hawa nafsu dan para penguasa, karena ia berbenturan sekali dengan realita mereka, serta bara’ah yang nyata dari ma’budat dan kemusyrikan-kemusyrikan mereka.

Adapun selain jalan ini, sesungguhnya pasti engkau dapatkan para pelakunya pada umumnya adalah bermewah-mewah dan cenderung pada dunia, tidak ada bekas ujian pada diri mereka, karena orang itu diuji sesuai dengan kadar diennya. Orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi kemudian seterusnya… dan para pengikut Millah Ibrahim adalah tergolong orang-orang yang paling berat ujiannya karena mereka mengikuti manhaj para Nabi dalam dakwah ilallah, sebagaimana yang dikatakan Waraqah Ibnu Naufal kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Tidak seorangpun yang datang dengan apa yang kamu bawa melainkan pasti dimusuhi…” (HR. Al Bukhari)

Bila engkau melihat pada zaman kita ini orang yang mengaku bahwa ia mendakwahkan apa yang didakwahkan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan dengan cara seperti beliau, dan ia mengaku bahwa ia berada di atas manhajnya, sedang ia tidak dimusuhi oleh ahlul bathil dan penguasa, tapi justeru ia tenteram lagi hidup di tengah-tengah mereka, maka silakan lihat keadaannya! bisa jadi ia itu orang yang sesat dari jalan yang sebenarnya… tidak datang dengan apa yang dibawa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam serta menjadikan jalan-jalan tak lurus sebagai pijakan… atau bisa jadi dia adalah orang yang dusta dalam klaimnya yang bergaya dengan bukan pakaiannya… atau bisa saja karena hawa nafsu yang ditaati dan bangganya setiap orang dengan pendapatnya… atau untuk tujuan dunia yang ia dapatkan seperti menjadi intel dan mata-mata buat penguasa atas ahlud dien. Dan apa yang dikatakan Waraqah kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah pemahaman yang sudah terpancang di dalam jiwa-jiwa para sahabat saat mereka membai’at Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dimana As’ad Ibnu Zararah berdiri mengingatkan mereka dan berkata: “Tenang wahai penduduk Yatsrib, sesungguhnya pengusiran dia pada hari ini adalah perpisahan bagi bangsa Arab seluruhnya, atau pembunuhan tokoh-tokoh pilihan kalian dan kalian dimangsa dengan pedang, (kalian pilih saja) apakah kalian mau menjadi orang-orang yang bersabar atas hal itu, maka ambillah dia sedangkan pahala kalian adalah atas Allah, atau kalian adalah orang-orang yang khawatir atas diri kalian, maka tinggalkanlah ia kemudian jelaskan hal itu, karena dia adalah lebih menjadi alasan bagi kalian di sisi Allah.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al Baihaqi)

Amatilah baik-baik hal ini, karena sesungguhnya kita sangat membutuhkan akan hal itu pada hari-hari ini yang mana setiap orang yang ngawur dan sembarangan berpakaian dengan pakaian dakwah dan du’at. Kembali intropeksi diri kamu dan ukurlah ia serta tawarkan padanya jalan ini dan hisablah ia atas kekurangannya dalam hal itu. Kamu pilih apakah mau menjadi orang-orang yang sabar atas hal itu, (kalau mau) maka silakan ambillah dengan haknya dan memohonlah kepada Allah agar ia meneguhkanmu saat terjadi cobaan yang mengiringinya…, atau kamu tergolong orang-orang yang mencemaskan diri sendiri dan kamu merasa tidak mampu untuk menjaharkan millah ini, maka tinggalkan cara berpenampilan sebagai du’at yang kamu lakukan, tutuplah rapat rumahmu dan urusilah urusan dirimu serta tinggalkan urusan orang umum… atau ‘uzlahlah di lembah-lembah dengan kambing-kambingmu, karena sesungguhnya ia demi Allah – sebagaimana yang dikatakan As’ad Ibnu Zararah - adalah lebih beralasan disisi Allah. Ya, itu lebih beralasan bagimu di sisi Allah dari pada kamu mentertawakan dirimu dan orang-orang, karena kamu tidak mampu menegakkan Millah Ibrahim namun kamu malah tampil untuk dakwah dengan cara-cara yang timpang dan mengikuti selain tuntunan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam seraya mujamalah lagi mudahanah (basa-basi) terhadap para thaghut. Juga menyembunyikan lagi tidak menampakkan permusuhan terhadap mereka dan kebatilannya. Demi Allah kemudian demi Allah, sesungguhnya orang yang uzlah (menyepi) di lembah gunung dengan kambing-kambingnya adalah lebih baik atau lebih lurus jalannya darimu saat ini. Dan benar orang yang mengatakan:

Diam lebih baik dari ucapan yang mudahanah…

Najis  hatinya namun indah ungkapannya…

Dia tahu kebenaran terus berpaling pada tindakan…

Yang menyenangkan dan mengagumkan setiap thaghut yang durjana…

Wahai manusia jangan heran dari orang-orang yang subur…

Pada masa-masa sekarang dengan banyak ungkapan….

Ceramah di atas mimbar dan menulis banyak di koran-koran…

Serta mereka tampil di depan dalam berbagai acara…

Demi Allah mereka tidak mengucapkan kebenaran dan petunjuk…

Sungguh tidak, dan tidak pula membongkar kehancuran-kehancuran…

Mana mungkin menunjukkan pada kebenaran orang yang suka…

Berbaur hubungan dengan orang-orang dhalim dan budak syahwat…

Atau ia mencari popularitas di massa…

Penghargaan buat yang terkenal dengan penyimpangan…

Maka nasihat saya wahai kaum, jangan kalian tamak…

Pada masa kita ini dengan pemenuhan segala keinginan…

Hiduplah buat dienullah bukan untuk peradaban…

Yang penuh diliputi dengan keraguan dan kesamaran…

Dan sungguh kami telah lihat sering mereka memperolok-olokan orang-orang yang telah jelas penyimpangan-penyimpangan mereka dan jalan-jalannya yang timpang. (Para thaghut) itu berpaling dari mereka dan dari dakwahnya yang tidak di atas manhaj Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam… kami lihat mereka memperolok-oloknya karena sebab mereka meninggalkannya… dan mengisyaratkan mereka agar duduk dan cenderung pada dunia serta berbuat taqshir dalam dakwah ilallah. Dan bila masalahnya seperti itu, maka dakwah macam apa yang mereka lakukan taqshir di dalamnya itu? Apakah dakwah kalian yang dengannya kalian masuk ke dalam tentara dan polisi, majelis syirik rakyat (MPR/DPR) dan pekerjaan-pekerjaan yang memperbanyak komplotan orang-orang dzalim, atau (dakwah) yang dengannya kalian masuk ke majelis-majelis kotor seperti universitas-universitas yang ikhtilath, lembaga-lembaga dan sekolahan-sekolahan yang rusak dan yang lainnya dengan dalih mashlahat dakwah, terus kalian tidak menampakkah dien kalian yang haq dan di dalamnya kalian berdakwah bukan dengan tuntunan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam… atau apakah mereka itu taqshir dalam dakwah yang haq yang mana kedua kelompok itu telah taqshir didalamnya, yaitu Millah Ibrahim, seraya mereka berdalih dengan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At Tirmidzi dan yang lainnya:

Artinya: “Orang mukmin yang berbaur dengan manusia dan sabar terhadap penindasan mereka adalah lebih utama dari mukmin yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar terhadap penindasan mereka.”

Dan kami katakan: sesungguhnya hadits ini berada di timur sedangkan kalian ada di barat, karena sesungguhnya mukhalathah (berbaur dengan manusia) itu wajib berada di atas tuntunan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bukan sekedar pendapat, keinginan dan metode dakwah kalian yang bid’ah… karena kalau sesuai dengan tuntunan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka penindasan pasti terjadi dan begitu pula pahala secara bersamaan. Sebab kalau tidak demikian, pahala apa yang ditunggu oleh orang yang tidak berdakwah dengan tuntunan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam sedangkan dia telah menelantarkan salah satu syarat yang agung dari syarat-syarat diterimanya amalan, yaitu (ittiba’) dan penindasan apa yang akan didapatkan oleh orang yang tidak menampakkan permusuhan terhadap para pelaku penyimpangan, kebejatan dan maksiat serta dia tidak mengumumkan bara’ah dari kemusyrikan-kemusyrikan mereka dan ajaran-ajaran mereka yang timpang… bahkan justeru ia duduk bersama mereka dan membiarkan kebatilan mereka serta berseri-seri di hadapan mereka dan ia tidak berkerut atau marah sedikitpun karena Allah saat mereka melanggar aturan-aturan Allah, dengan dalih lemah lembut, hikmah, mauidhah hasanah, tidak membuat orang lari dari dien ini, mashlahat dakwah dan yang lainnya. Padahal ia itu menghancurkan diennya satu ikatan demi satu ikatan dengan balincong-balincong kelembutan dan hikmah mereka yang bid’ah.

Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman berkata dalam risalahnya yang ada dalam Ad Durar As Saniyyah saat membicarakan penjaharan dien ini serta al amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar: “…sedangkan meninggalkan hal itu dalam rangka mudahanah dan mu’asyarah (bergaul leluasa) dan yang lainnya yang biasa dilakukan oleh sebagian orang-orang jahil adalah lebih berbahaya dan lebih besar dosanya meninggalkannya karena sekedar ketidaktahuan. Karena macam orang ini memandang bahwa mendapatkan ma’isyah (penghidupan) tidak bisa tercapai kecuali dengan hal itu, sehingga mereka menyelisihi semua rasul dan para pengikutnya dan mereka keluar dari jalannya serta manhaj-manhajnya, karena mereka ini memandang bahwa yang baik itu adalah mencari ridla manusia dengan berbagai status sosialnya, berdamai dengan mereka serta berupaya menarik kasih sayang dan kecintaan mereka. Dan hal ini – padahal tidak mungkin tercapai – adalah sikap lebih mementingkan kepentingan jiwa, santai-santai, berdamai dengan manusia, meninggalkan permusuhan di jalan Allah serta tidak mau memikul ujian di jalan-Nya. Sedangkan hal ini pada hakikatnya adalah benar-benar kebinasaan di masa mendatang. Sungguh tidak akan merasakan rasanya iman orang yang tidak loyalitas di jalan Allah dan tidak memusuhi di jalan-Nya. Kebaikan dan seluruh kebaikan adalah yang menghantarkan pada ridla Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan ini hanya bisa diraih dengan cara bersitegang dengan musuh-musuh Allah dan lebih mengutamakan keridlaan-Nya juga marah bila aturan-aturan Allah dilanggar, sedangkan marah ini muncul dari hidupnya hati, ghirahnya dan ta’dhimnya. Dan bila lenyap kehidupan hatinya, ghirahnya, ta’dhimnya serta hilang rasa marah dan ketidaksukaan dan ia menyamakan antara yang buruk dengan yang baik dalam perlakuannya, loyalitasnya serta permusuhannya, maka kebaikan apa yang masih tersisa pada hati orang ini …” (Juz Al Jihad: 35)

Engkau dapatkan sebagian mereka menertawakan para pengikut mereka dari kalangan para pemuda, mereka memerangi ‘uzlah secara muthlaq dan menolak nash-nash yang shahih dalam hal itu… seraya bersenandung dengan syair Ibnul Mubarak rahimahullah saat beliau mengirim surat pada Al Fudlail seraya mengatakan:

Wahai ‘Abidal Haramain seandainya engkau melihat kami…

Tentu engkau tahu bahwa engkau main-main dengan ibadah itu…

Orang yang pipinya bersimbah air mata…

Namun leher-leher kami bersimbah darah kami…

Hingga akhir syairnya…

Seandainya ‘Abidal Haramain (Al Fudlail) melihat mereka dan melihat dakwah-dakwah mereka yang timpang, bisa saja beliau mengatakan: “Segala puji bagi Allah yang menyelamatkan saya dari apa yang menimpa kalian, dan yang melebihkan saya atas banyak makhluk-Nya…”

Dan saya katakan: Jauh sekali antara dakwah-dakwah kalian dan cara-cara kalian ini dengan Jihad Ibnul Mubarak dan orang-orang shalih itu sehingga dengannya kalian bisa mengalahkan ibadahnya orang-orang shalih… bahkan bisa saja andai Ibnul Mubarak melihat dakwah-dakwah mereka ini, tentu ia mengirim surat kepada Al Fudlail seraya berkata:

Wahai ‘Abidal Haramain seandainya engkau melihat mereka…

Tentu engkau bertahmid karena engkau sibuk dengan ibadah…

Orang yang tidak menyeru dengan tuntunan Nabinya…

Maka dialah orang yang bodoh lagi mempermainkan agamanya…

 

Islamic Media Ibnuisa
PUSTAKA ISLAM
HOME


Polly po-cket