2
Al-Qur'an: Antisipasi ke Depan |
AI-Qur'an selalu merujuk
kepada (banyak) alam semesta atau 'alamin, di mana sains saat ini baru
menghasilkan satu hipotesis dan model tentang multiple universes. Seruan
al-Qur'an tentang kebenaran sangat universal -
timeless and spaceless
dialamatkan kepada seluruh
manusia dan golongan jin. Kadang-kadang al-Qur'an menyebutkan makhluk yang
ada di (banyak) bumi dan di (banyak) langit-yang bermakna segenap makhluk
yang telah diketahui maupun yang belum diketahui. Barangkali ia adalah
satu-satunya kitab suci yang seruannya ditujukan kepada manusia dan
makhluk alam gaib (jin). Kritikus al-Qur'an mengatakan, "Mengapa tidak
sekalian saja dialamatkan kepada iblis, atau evil?" Kritikus itu lupa atau
tidak mengetahui bahwa iblis dan setan adalah salah satu ras dari golongan
jin.
AI-Qur'an adalah Kebijakan Abadi
Setiap ayat, bahkan jumlah
ayat atau kata, dan nama surat merupakan kebijakan
abadi. Ia mempunyai beberapa lapisan pengertian, sesuai dengan tingkat
ilmu pengetahuan manusia yang membacanya.
Kita lihat, misalnya, salah
satu ayat dari Surat ar-Rahman, yang membahas tentang air;
"Dia membiarkan kedua
lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas
yang tidak dilampaui oleh masing-masing".
(ar-Rahman [55]: 19-20)
Sedikit penafsir yang
mengartikan ini adalah tanah genting yang tidak terlihat. Penafsir lainnya
menyebutkan bahwa air tawar di sungai dan air asin di lautan bertemu namun
tidak saling melampaui karena perbedaan kepekatannya. Sampai di sini
terjemahan belum bermasalah. Keterangan lebih lanjut:
Fenomena menarik adalah apa yang diungkapkan oleh seorang ilmuwan Prancis
Jacques Yves Cousteau yang meneliti berbagai lautan di dekat Selat
Jibraltar,1
ditemukan bahwa pertemuan antara air dari Laut Mediteranian (Laut Tengah)
dengan air dari Lautan Atlantik tidak bercampur, walaupun keduanya air
asin. Salinitas yang berbeda menghasilkan "dam"
yang tidak terlihat. Air Laut Tengah dengan salinitas di atas 36,5% dan
temperatur sekitar 11,5 derajat Celsius, terisolasi
di kedalaman 900 sampai 1100 meter. Sedangkan air yang berasal dari Lautan
Atlantik mempunyai salinitas di bawah 35%, membungkus air Laut Tengah
dengan temperatur di bawah 10 derajat Celsius.
Berikutnya adalah fenomena
menarik tentang pembentukan mutiara.
"Dari keduanya keluar mutiara
dan marjan" (ar-Rahman 55
: 22)
Para penerjemah dua puluh
tahun yang lalu, dengan satu atau dua pengecualian, menerjemahkan "marjan"
dengan "batu koral". Padahal mayoritas ahli tafsir mengartikan dengan
marjan, yang mengandung mutiara kecil yang lebih berkilau. Tetapi ahli
tafsir modern, misalnya Sayyid Quthb, berbicara tentang "batu koral".
Disadari bahwa banyak ahli tafsir yang menghadapi persoalan dengan ayat
ini. Menurut pengetahuan mereka pada waktu itu, mutiara hanya datang dari
air laut. Padahal ayat ini barangkali menjelaskan bahwa mutiara bisa
terbentuk baik di dalam air laut maupun air tawar. Bagaimana bisa? Abu
Ubaidah, seorang penulis terdahulu, sangat yakin bahwa mutiara hanya
datang dari air laut, sehingga ia mencoba berkelit untuk menafsirkan ayat
tersebut dengan sesuatu yang lain. Maka ia menulis, "Mutiara hanya datang
dari salah satu nya".
Tetapi kini telah diketahui
bahwa mutiara bisa terbentuk di dalam air tawar. Encyclopedia
Britannica, Micropaedia 1977, menulis bahwa di sungai-sungai rimba
Bavaria (Eropa) mutiara .libudidayakan. Bahkan budidaya mutiara air tawar
di Cina telah dikenal sejak sebelum tahun 1000 SM.
Dengan demikian, pernyataan
al-Qur'an dalam surat ini
sesuai dengan arti harfiahnya, tanpa
memerlukan penafsiran yang dipaksakan.
Apakah pembaca akan berhenti
sampai di sini?
Kita beralih ke ayat al-Qur'an
yang pembahasannya memerlukan pengetahuan astrofisika, gabungan
astronomi, fisika dan matematika, yaitu Surat an-Nur atau yang
berarti cahaya.
"Allah (pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. Perumynmaan cahaya Allah adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus (misykat), yang didalamnya ada pelita besar. Pelita
itu didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)
seperti mutiara, yang dinyalakan dengan pohon yang banyak berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan dan
tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir
menerangi, walauyun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (an-Nur 24
: 35).
Esensi ayat ini adalah bahwa
Tuhan adalah (satu-satunya) pemberi cahaya di alam semesta tanpa sentuhan
api. Namun menyangkut perumpamaan, mufasir klasik menghadapi kesulitan
untuk menjelaskan lebih rinci.
Dengan beberapa pengecualian
mereka akan menjelaskan bahwa misykat , atau suatu lubang yang tidak dapat
ditembus, adalah lubang di rumah-rumah untuk tempat lampu obor, yang ada
di dinding rumah. Sedangkan pohon (zaitun) yang dimaksud adalah pohon
(zaitun) yang tumbuh di bukit-bukit, sehingga sinar matahari dapat
menyinari, baik pada saat matahari terbit maupun matahari terbenam.
Mufasir modern, seperti Malik
Ben Nabi, menjelaskan bahwa misykat adalah lampu bohlam:
Pohon yang dimaksud adalah
kawat wolfram yang berpijar karena efek listrik tanpa disentuh api,
dibungkus gelas kaca, untuk memantulkan seluruh sinarnya ke segala arah
sehingga dapat menerangi seluruh ruangan. Lampu bohlam adalah sekat yang
tak dapat ditembus, karena hampa udara, tidak ada oksigen di sana.
Tetapi, dalam studi yang lebih
mendalam tentang cahaya di langit oleh para astrofisikawan, misalnya
Mohamed Asadi2
dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything, perumpamaan
ayat tersebut lebih mendekati kepada fenomena quasar dan gravitasi efek
lensa yang menghasilkan cahaya di atas cahaya. Quasar atau
Quasi Stellar adalah objek di langit yang ditemukan pertama kalinya
pada tahun 1963. Mereka mewakili objek yang paling terang di alam semesta,
jauh lebih terang dari cahaya matahari atau bintang. Para astronom
menemukan bahwa objek "seperti bintang' ini terletak miliaran tahun cahaya
dari bumi. Objek ini tentunya mempunyai energi yang besarnya sangat luar
biasa supaya tetap terlihat dari sini. Energi mereka berasal dari "pusat
lubang hitam yang sangat masif". Karakter pertama dari ayat ini yaitu
misykat adalah "lubang hitam", sedangkan karakter kedua yaitu "pelita
dalam kaca" adalah galaksi yang menghasilkan efek
gravitasi lensa seperti quasar (pelita) yang
terbungkus oleh kaca (gelas).
Coba simak keterangan quasar oleh astronom NASA.3
"Efek gravitasi pada galaksi,
quasar yang jauh, serupa dengan efek lensa sebuah gelas minum yang
memantulkan sinar lampu jalan yang menciptakan
berbagai image (lapisan cahaya atas
cahaya)"
Energi quasar
yang berasal (dicatu) dari lubang hitam, terjadi ketika "bintang-bintang
dan gas" dari galaksi terhisap di dalamnya. Karakter lainnya yang disebut
"pohon" oleh al-Qur'an adalah sebutan yang tidak lazim oleh para astronom
yang menggambarkan galaksi sebagai "pohon-pohon" yang terdiri dari
bintang-bintang. Lihat saja istilah diagram HertzprungRussel, dalam buku
Timothy Ferris, The Whole Shebang,
1997.
Barangkali, karakter lainnya
yang menarik dari ayat di atas adalah pernyataan "diterangi tanpa
tersentuh oleh api", suatu fenomena fusi nuklir yang menghasilkan cahaya
yang sangat terang, di mana di ruang angkasa nyaris tidak ada oksigen
untuk pembakaran. Bintang-bintang memulai hidupnya dengan unsur kimia yang
paling ringan, yakni hidrogen. Gas berkontraksi, karena gravitasi,
memanas; atom hidrogen bertumbukan dan membentuk helium, unsur yang lebih
berat, ketika mengeluarkan energinya. Energi inilah yang membuat objek
"bintang- bintang" bersinar tanpa "disentuh api', energi ini juga yang
memelihara keseimbangan posisi bintang-bintang di alam semesta. Sepanjang
pengetahuan manusia yang ada sekarang, fenomena quasar inilah yang paling
tepat untuk menggambarkan ayat di atas. Terlebih lagi perumpamaan dalam
ayat tersebut: "seakan-akan bintang yang bercahaya
seperti mutiara". Bahkan aslinya lebih terang dari sinar bintang, dan
memang seperti "mutiara" bila kita lihat dari foto-foto NASA yang ada,
gemerlapan, sangat menawan.
Dengan demikian, terjemahan
bebas
ayat 35
Surat an-Nur dari sisi sains
adalah:
"Allah
(pemberi) cahaya (kepada)
langit dan bumi. Perumpamaan
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang
(hitam) yang tak tembus (misykat), yang di
dalamnya ada pelita besar (quasar). Pelita itu di dalam kaca (dan)
kaca (efek
gravitasi lensa dari galaksi) itu seakanakan bintang (yang
bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan pohon (galaksi
yang dicatu oleh lubang hitam) yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon
(galaksi) yang tumbuh tidak di sebelah
timur (sesuatu) dan tidak
pula di sebelah barat (nya),
yang minyaknya (fusi
nuklir) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api. Cahaya di atas cahaya (efek
gravitasi lensa), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
bagi manusia,dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu."
Antisipasi ke Depan atau Catatan
Sebelumnya
AI-Qur'an dalam pengajarannya
bukan saja dengan kalimat (teks) tetapi juga dengan hitungan, hitungan
yang membahas berbagai hal. Perbandingan luas lautan dengan daratan,
dampak pemanasan global (global warming),
kecepatan cahaya, dan umur alam semesta: berdasarkan informasi-informasi
yang disajikan oleh ayat-ayat al-Qur'an. Bila al-Qur'an seolah-olah
mengantisipasi ke masa depan, itu adalah semata-mata perspektif manusia.
Sebab dalam pandangan al-Qur'an, semua kejadian di bumi, sesungguhnya
telah tercatat dengan baik di dalam Kitab Utama,
Pusat Arsip, atau
Lauh Mahfuzh, sebelum kejadian tersebut berlangsung4.
Umur Alam Semesta
Secara ringkas, umur elemen
kimia dapat diperkirakan berdasarkan uji radio aktif terhadap atom
tersebut. Dan umumnya dapat ditentukan dengan menggunakan uji contoh
batubatuan, yaitu dengan mengukur perubahan elemen berat seperti Rubidium
Rb-87. Bila uji Rubidium ini diterapkan atas batuan yang tertua di bumi
akan didapatkan bahwa batuan tertua berumur 3,8 miliar tahun. Jika
diterapkan atas batuan tertua dari meteor akan didapatkan angka 4,56
miliar tahun. Kesimpulan ini membuktikan bahwa tata surya kita berumur
sekitar 4,6 miliar tahun, dengan tingkat kesalahan 100 juta tahun. Sedikit
berbeda, bila metode ini digunakan untuk mengukur gas di alam semesta maka
akan menyebabkan tingkat variasi yang lebih lebar. Ilmuwan cukup puas
mengetahui umur alam semesta sejak Dentuman Besar dengan perhitungan
elemen kimia yaitu antara 11-18 miliar tahun.
Mohamed Asadi dalam bukunya
The Grand Unifying Theory of
Everything mengatakan bahwa umur alam semesta, berdasarkan
penyelidikannya terhadap bintang-bintang tertua, adalah antara 17 sampai
20 miliar tahun. Sedangkan Profesor Jean Claude Batelere dari College de
France menyatakan bahwa umur alam semesta kira-kira 18 miliar tahun.5
Dalam al-Qur'an ada dua ayat
yang mengindikasikan perhitungan alam semesta selain makna relativitas
waktu, yaitu
Surat as-Sajdah (32:5) dan
al-Ma'arij (70:4).
"Malaikat-malaikat
dan Jibril naik (menghadap)
keyada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima
puluh ribu tahun" (al-Ma'arij 70
: 4)
Kita dapat mencatat bahwa
al-Qur'an tidak mengatakan "50.000 tahun" waktu bumi. Karena waktu ini
adalah waktu relatif di suatu tempat di langit, di mana satu hari sama
dengan 1000 tahun waktu bumi. Hari relatif tersebut merupakan umur alam
semesta di mana sistem tata surya manusia (kita) berada.
Mari kita konversikan waktu
relatif alam semesta:
50.000 x 365,2422 = 18.262.110
Satu hari relatif di "satu
tempat" di alam semesta, di tempat malaikat melaporkan urusannya, sama
dengan 1000 tahun di bumi:
18.262.110 x 1000 =
18.262.211.000 tahun atau 18,26 miliar tahun.
Dengan demikian, umur alam
semesta relatif adalah 18,26 miliar tahun. Hasilnya hampir sama dengan
perhitungan Profesor Jean Claude Batelere dari College de France tersebut
di atas.
NASA memperkirakan umur alam
semesta antara 12-18 miliar tahun berdasarkan pengukuran seberapa cepat
alam semesta kita ini ekspansi setelah terjadinya "Dentuman Besar"
6
Dr. Marshall Joy dan Dr. John
Carlstrom dari Universitas Chicago (tim NASA) telah mampu mengatasi
masalah pengukuran kecepatan ekspansi alam semesta dengan teknik terbaru,
yaitu menggunakan radio interferometer untuk menyelidiki dan mengukur
fluktuasi Cosmic Microwave Background Radiation (CMBR). Dengan
demikian, umur alam semesta dapat diperkirakan. Sedangkan tim NASA lainnya
memperkirakan umur alam semesta antara 8-12 miliar tahun berdasarkan
pengukuran jarak galaksi "M100" dengan teleskop ruang angkasa Hubble.
Galaksi tersebut diperkirakan berjarak 56 juta tahun cahaya dari bumi.
Namun demikian, pengukuran umur alam semesta ini menimbulkan pertanyaan,
bagaimana mungkin alam semesta umurnya lebih muda, padahal salah satu
bintang di Bima Sakti mungkin umurnya jauh lebih tua dari perkiraan
tersebut?7
Metonic Cycle
Pembaca telah mendapatkan
pengetahuan bahwa kata-kata dalam al-Qur'an mempunyai makna yang
bertingkat. Beberapa kata mempunyai arti langsung, tetapi yang lain tidak,
atau belum tentu. Misalnya saja, kata yang berarti bulan adalah syahr,
dalam al-Qur'an disebutkan sebanyak 12 kali. Ini sesuai dengan 12 bulan
dalam 1 tahun. Sedangkan kata yang berarti hari adalah yaum, yang
disebutkan 365 kali dalam al-Qui an. Ini juga sesuai bahwa 1 tahun
rata-rata sama dengan 365 hari. Tetapi kata yang berarti tahun, yaitu
sanah disebutkan dalam al-Qur'an sebanyak 19 kali! Bagaimana kita
memahaminya?
Terima kasih kepada cabang
pengetahuan astronomi. Angka 19 atau 19 tahun adalah satu periode di mana
posisi relatif bumi dan bulan kembali ke posisi semula secara berulang
setelah 19 tahun kemudian. Siklus ini ditemukan oleh Meton orang Yunani
dan disebut Metonic cycle.
"Jika sekarang tanggal 20
Maret tahun 2000, dan bulan purnama terlihat pada posisi dekat bintang
Virgo, kapan kita dapat melihat bulan purnama pada posisi yang sama?"
"Jawabnya bukan bulan depan
atau tahun depan, tetapi tanggal 20 Maret tahun 2019, 19 tahun kemudian."
Mengapa 19 tahun? Karena fase
Tahun Matahari dan Tahun Bulan akan bertemu tepat pada siklus yang ke-19,
di mana 235 bulan Kalender Bulan tepat sama dengan siklus 19 tahun
berdasarkan Kalender Matahari. (29,53 hari x 235 kira-kira sama dengan
365,24 hari x 19). Meton dari Athena pada tahun 440 SM mengetahui bahwa
235 bulan berdasarkan Kalender Bulan sama
dengan 19 tahun Kalender Matahari. Oleh karena
itu, siklus ini dikenal dengan siklus Meton8,
dan merupakan basis perhitungan kalender di Yunani sampai Kalender Julius
Caesar diperkenalkan pada tahun 46 SM. Bagi kaum Muslim, menggunakan
Kalender Bulan karena sesuai dengan kebutuhan untuk perhitungan bulan
Ramadhan, bulan Haji, dan peristiwa-peristiwa Islam lainnya. Namun
sebelumnya, Kalender Bulan ini dipergunakan juga oleh kaum Yahudi, bangsa
Babilonia, dan Cina.
Dengan demikian, jumlah
penyebutan kata-kata tertentu dalam al-Qur'an mempunyai,makna yang sangat
dalam, dan baru dapat diketahui oleh pembaca jika ia mempunyai
pengetahuan dan sains yang cukup luas.
|