Al-WALA’ WAL BARA’ Ada satu hal yang sesungguhnya termasuk dalam wilayah kajian tauhid Uluhiyyah, tetapi karena pentingnya persoalan ini maka hal ini dikaji dalam satu bab tersendiri, yaitu al-wala’ wa al-bara’ Al-wala’ (loyalitas) itu hanya untuk Allah, rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan al-Bara’ (berlepas diri) dilakukan terhadap kekufuran dan orang-orang kafir Persoalan al-wala’ wa al-bara’ ini adalah persoalan yang sangat penting. Kita lihat banyak kaum muslimin melakukan tindakan yang merusak imannya karena memberikan wala’ kepada musuh-musuh Allah, dan sebaliknya justru memusuhi wali-wali Allah. Kita memohon ampunan dan perlindungan kepada Allah dari tindakan seperti itu. Allah swt berfirman. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu (al-Mumtahanah:1) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (al-Maidah:51) Lihatlah dalam firman Allah di atas, “Dan barangsiapa memberikan loyalitas kepada mereka maka ia termasuk ke dalam golongan mereka”. Selain pada ayat di atas, sikap bara’ terhadap orang kafir juga ditunjukkan di dalam surat al-kafirun Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu, dan bagiku, agamaku". (al-Kafirun:1-6) Di dalam syariat diajarkan supaya membaca Surat al-Kafirun ini setiap usai shalat Maghrib dan Subuh, bersama dengan membaca surat al-Ikhlas. Dengan demikian, sesungguhnya kaum msulimin selalu diingatkan pada setiap pagi dan petang untuk berlepas diri (bara’) dari orang musyrik dan sesembahan mereka. Rasulullah saw bersabda; Saya berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di antara orang-orang musyrik. Para shahabat bertanya, Mengapa demikian wahai Rasulullah, Beliau bersabda, “Agar tidak saling melihat api mereka” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan an-Nasa’i) Agar antara api muslim dan api orang kafir tidak saling melihat, karena masing-masing memiiki jalan yang sangat berbeda. Yang terjadi pada umat Islam saat ini, adalah kerusakan Islam, karena mereka bermudahanah (meninggalkan kewajiban agama untuk mencari kemaslahatan dunia) terhadap orang kafir dan musyrik, mencintai dan memberikan oyalitas kepada mereka, bahkan meminta nasehat kepada mereka, dan bahkan meminta hukum kepada mereka. Allah berfirman Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) mudarat bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. (Ali Imran:118) Subhanallahal ‘Adzim, betapa besarnya kesesuaian ayat ini terhadap realitas kita saat ini. Al-Wala’ wa al-bara’ inilah sebesar-besar konsekuensi tauhidullah. Dan sebagaimana dinyatakan oleh para ulama’, yang paling banyak disebut oleh Allah setelah tauhid dan mengesakan-Nya dengan ibadah adalah al-wala’ dan al-bara’ dari orang kafir. Al-Bara’ itu merupakan salah satu ushul (prinsip) di antara prinsip-prinsip Islam. Dan setiap muslim harus menjaga al-wala’ dan al-bara’nya Di dalam sunnah juga dikemukakan oleh Abu Dawud dan lain-lainnya, dari Samurah bin Jundub ra, dari rasululllah saw, beliau bersabda; Barangsiapa yang berkumpul dengan orang musyrik dan tinggal bersama mereka maka ia seperti mereka. Syaikh Sulaiman bin Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Di dalam hadis barangsiapa yang berkumpul dengan orang musyrik ini, maksudnya adalah bergaul dan berbaur dengan mereka, dan tinggal bersama mereka maka ia seperti mereka, lalu bagaimanakah halnya dengan orang yang memberikan pertolongan kepada mereka yang berkaitan dengan agama mereka, memberikan tempat tinggal dan membantu mereka. Kalau mereka mengatakan, karena kami dalam keadaan takut, maka jawabannya, “kalian telah berbohong” [ad-Durar as-Saniyyah, j. VIII, h. 142] Al-Allamah Ibnu al-Qayyim berkata, ketika Allah melarang kaum mukmin untuk memberikan loyalitas kepada orang kafir, maka terkandung maksud permusuhan terhadap mereka, berlepas diri dari mereka, dan menampakkan permusuhan itu dalam segala hal [Badai’ al-Fawaid, j. III, h.69]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa kaum salaf mengatakan agar memusuhi ahlul bid’ah dan kelompok sesat, bersikap keras dalam memusuhi kelompok sesat, dan melarang duduk semajelis dengan mereka, lalu bagaimana menurutmu tentang duduk semajelis dengan orang kafir dan munafik, berkumpul dengan orang Arab yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, berusaha mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, berbaur dengan mereka dan bersikap ramah kepada mereka? Kondisi mereka adalah satu di antara dua hal, kafir atau munafik, dan di antara mereka yang memberikan perhatian kepada Islam pun sangat sedikit. Firman Allah; “(Kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka (ash-Shoffat:22) Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) (at-Takwir:7) Dan juga hadis nabi saw Seorang tidak mencintai suatu kaum jika ia tidak mau berkumpul bersama mereka [Ad-Durar as-Saniyyah, j. VIII, h. 153] Syaikh Muhammad bin Abdul Lathif berkata, ketahuilah, semoga Allah memberikan taufiq kepada kita terhadap hal-hal yang Dia cintai dan Dia ridlai, Islam dan din seseorang tidak akan lurus melainkan ia memusuhi musuh Allah dan rasul-Nya dan memberikan loyalitas kepada wali Allah dan Rasul-Nya saw. Firman Allah, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan (at-Taubah:23)[Ad-Durar as-Saniyyah, cet lama, juz al-Jihad, h. 208] Syaikh Sulaiman bin asy-Syaikh Muhammad berkata, Allah berfirman Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. (al-Maidah:80) Allah menyebutkan bahwa memberikan al-wala’ (loyalitas) kepada orang kafir itu meniscayakan kebencian kepada Allah, sehingga tindakan itu menyebabkan kekal di dalam neraka, meskipun seseorang melakukan itu karena merasa takut. Tetapi hal ini mengecualikan orang yang dipaksa, inilah syarat pengecualiannya. Lalu bagaimana jika seorang mukmin berkumpul dengan orang yang jelas-jelas kufur, ia memusuhi tauhid dan pengikutnya, membantu upaya untuk menghambat da’wah kepada Allah, dan menetapkan da’wah kepada yang lainnya? [ad-Durar as-Saniyyah, j. VIII, h. 128] Syaikh Sulaiman juga berkata dengan panjang lebar, “Sesungguhnya sekuat-kuat ikatan Iman adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah. Dan bahwasannya Allah telah mewajibkan orang mukmin untuk memusuhi orang musyrik, kafir dan munafik, menjauhi kaum baduwi yang dikenal munafik, tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya saw. Dan bahwa Allah memerintahkan untuk berjihad melawan mereka, bersikap keras kepada mereka dalam kata-kata maupun tindakan, dan mengancam mereka dengan laknat dan pembunuhan. Firman Allah Dalam keadaan terla`nat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. (al-Ahzab:61) Selain itu, Allah juga telah memutuskan kesetiaan antara kaum mukminin dan orang kafir. Kemudian Allah memberitakan bahwa orang yang memberikan loyalitas kepada orang kafir berarti termasuk ke dalam golongan mereka. Lalu bagaimanakah ada orang yang mengaku cinta kepada Allah sedangkan ia juga mencintai musuh-musuh-Nya yang membantu syetan-syetan dalam memerangi ahlu tauhid dan menjadikan mereka sebagai pelindung selain dari Allah [ad-Durar as-Saniyyah, j. II, h. 144] Sesungguhnya dalil-dalil berkaitan dengan al-wala’ wa al-bara’ ini masih sangat banyak, tetapi kami cukupkan sampai disini saja. Dan sebagai akhir dari seruan kami, al-hamdulillahi rabbil alamin. |
Islamic Media Ibnuisa |