47 OLIVER CROMWELL 1599-1658
Oliver Cromwell pemimpin militer yang brilian dan memikat
yang mengepalai kekuatan parlementer dan mencapai kemenangan
dalam perang saudara Inggris adalah orang yang paling
bertanggung jawab terhadap terbentuknya demokrasi
parlementer sebagai bentuk pemerintahan Inggris.
Cromwell dilahirkan tahun 1599 di Huntingdon, Inggris.
Selaku orang muda dia hidup di Inggris yang tercabik-cabik
oleh pertentangan agama dan dipimpin oleh seorang raja yang
percaya dan ingin mempraktekkan monarki absolut. Cromwell
sendiri seorang petani dan tokoh pedesaan serta seorang
puritan yang taat. Di tahun 1628 dia terpilih jadi anggota
parlemen. Tetapi, jabatan ini sangat singkat dipegangnya
karena pada tahun berikutnya Raja Charles I memutuskan
membubarkan parlemen dan memerintah negeri sendirian. Tak
sampai tahun 1640 tatkala dia perlu uang untuk melancarkan
perang terhadap Skotlandia, raja memanggil lagi parlemen
baru. Parlemen baru ini yang Cromwell juga jadi anggotanya,
minta jaminan kepastian dan perlindungan terhadap tidak
kembalinya kekuasaan raja yang semau-maunya. Tetapi, Charles
I keberatan berada di bawah kekuasaan parlemen. Apa daya?
Satu-satunya jalan yang tersedia adalah perang, dan pecahlah
perang itu tahun 1646, peperangan antara kekuatan antek raja
dan yang pro parlemen.
Cromwell berpihak pada yang pro parlemen. Kembali ke
kotanya Huntingdon, dia membangun pasukan berkuda untuk
menggempur raja. Selama perang yang berlangsung empat tahun,
kemampuan militernya mendapat sorotan umum. Cromwell pegang
peranan penentu, baik di pertempuran Marston Moor (2 Juli
1644) yang amat kritis dan merupakan titik balik peperangan,
maupun dalam pertempuran yang menentukan di Naseby (14 Juni
1645). Di tahun 1646 perang berakhir dan Charles I
dipenjara. Cromwell diakui sebagai jendral paling sukses
dari pihak golongan pro parlemen.
Tetapi, perdamaian penuh tidak juga datang karena
golongan pro parlemen terpecah-pecah dalam fraksi-fraksi
yang secara mendasar saling berbeda tujuan. Raja mengetahui
perpecahan ini, karena itu dia menghindar dari penyelesaian
damai. Dalam tempo setahun, perang saudara kedua pecah lagi
disertai segera lolosnya Charles I dan percobaannya
menghimpun pasukan pendukungnya. Hasil dari konflik baru ini
adalah kekalahan pasukan Raja Charles I oleh gempuran
Cromwell, mengikis orang-orang yang berpendirian moderat di
parlemen dan menghukum mati Raja Charles I di tahun 1649
bulan Januari.
Inggris kini menjadi republik (disebut "Conmmonwealth"),
diperintah untuk sementara oleh Dewan Negara, yang diketuai
Cromwell. Tetapi, golongan pro kerajaan segera dapat
menguasai Irlandia dan Skotlandia dan beri dukungan kepada
putera men diang Raja Charles II di masa depan.
Hasilnya adalah pendudukan yang berhasil atas Irlandia
dan Skotlandia oleh pasukan Cromwell. Rangkaian pertempuran
yang panjang berakhir tahun 1625 dengan kekalahan mutlak
para pendukung raja.
Perang sudah rampung, kini tiba waktunya untuk mendirikan
suatu pemerintahan baru. Tetapi, masih ada sisa masalah
mengenai bentuk pemerintahan yang konstitusional yang harus
dijelmakan. Masalah ini tak pernah terpecahkan selama
Cromwell masih hidup. Jendral-jendral puritan telah mampu
memimpin pertempuran yang membawa kemenangan bagi mereka
yang menentang monarki absolut. Tetapi, baik kekuatan maupun
prestisenya tidak cukup trampil menyelesaikan konflik sosial
diantara pendukungnya dan tak berhasil mengajak mereka
menyepakati konstitusi baru, karena konflik ini telah
kait-berkait dengan konflik agama yang memecah penganut
Protestan dan golongan lain, juga dengan kaum Katolik
Romawi.
Tatkala Cromwell berada diatas tampuk kekuasaan, sisa
parlemen tahun 1640 sedikit sekali jumlahnya, tidak
representatif, minoritas yang ekstrim yang disebut "Rump."
Langkah pertama yang ditempuh Cromwell ialah melakukan
penjajagan untuk suatu pemilihan umum baru. Ketika usaha
penjajagan itu gagal berantakan, dia membubarkan "Rump"
dengan kekerasan (ini terjadi bulan April tahun 1653). Sejak
itu hingga wafatnya Cromwell tahun 1658, ada tiga parlemen
yang berbeda-beda terbentuk dan dibubarkan. Dua macam
konstitusi disepakati, tetapi tak satu pun berfungsi
sebagaimana mestinya. Sepanjang periode ini, Cromwell
memerintah atas dukungan Angkatan Bersenjata. Akibatnya, dia
menjadi diktator militer. Tetapi, percobaannya yang berulang
kali melaksanakan praktek-praktek demokratis dan juga
penolakannya atas tawaran tahta yang diusulkan buatnya,
jelas menunjukkan bahwa kediktatoran bukanlah sesuatu yang
dicari dan dikehendakinya. Ini dipaksakan kepadanya oleh
ketidakmampuan para pendukungnya dalam hal mendirikan sebuah
pemerintahan yang berjalan sebagaimana mestinya.
Dari tahun 1653 sampai 1658, Cromwell, dengan gelar Lord
Protector (Sang Pelindung), jadi penguasa Inggris,
Skotlandia dan Irlandia. Selama lima tahun itu, Cromwell
membuat Inggris punya pemerintahan yang secara umum baik dan
administrasi berjalan sebagaimana mestinya. Dia memperbaiki
pelbagai rupa hukum yang tak genah dan dia mendukung sektor
memajukan pendidikan. Cromwell seorang yang punya toleransi
terhadap agama, dia ijinkan orang-orang Yahudi kembali
menetap di Inggris dan mengamalkan ibadat menurut
kepercayaannya. (Mereka terusir dari Inggris tiga abad
lamanya oleh Raja Edward I). Cromwell juga menjalankan
politik luar negeri yang berhasil. Dia meninggal di London
tahun 1658 akibat serangan malaria.
Anak sulung Cromwell, Richard Cromwell, menggantikan sang
bapak tetapi cuma sebentar memerintah. Tahun 1660 Charles II
dinaikkan kembali ke atas tahta. Sisa-sisa pengikut Cromwell
dibabat habis dan digantung mati sampai lidahnya terjulur.
Tetapi, usaha penumpasan macam apa pun yang dilakukan, upaya
balas dendam yang bagaimanapun berkobarnya tidaklah mungkin
bisa menutupi fakta bahwa perjuangan mati-matian demi adanya
suatu monarki absolut sudah musnah. Charles II menyadari hal
ini, karena itu dia tidak mencoba melawan keunggulan
parlemen. Tatkala penggantinya, James II, mencoba
mengembalikan sistem monarki absolut, dia segera digulingkan
lewat revolusi tak berdarah tahun 1688. Hasil yang tampak
adalah persis seperti apa yang diinginkan oleh Cromwell di
tahun 1640, yaitu suatu monarki konstitusional dimana raja
jelas berada di bawah parlemen dan menghormati lembaga itu,
serta negara menganut politik bertoleransi terhadap semua
agama.
Selang tiga abad sesudah wafatnya, watak Oliver Cromwell
telah menjadi bahan perselisihan pendapat. Sejumlah kritikus
menyebutnya seorang munafik seraya menunjuk contoh bukti
betapa dia senantiasa mendambakan keunggulan parlemen tetapi
pada saat berbarengan dia senantiasa menuntut kekuasaan
eksekutif di satu tangan. Jadi, pada hakekatnya dia
mendirikan suatu sistem diktator militer. Tetapi, sebagian
terbesar pandangan melihat bagaimanapun juga pengabdian
Cromwell untuk kehidupan demokrasi sangat jujur dan
bersungguh-sungguh meski keadaan yang tidak bisa diatasinya
memaksa ia untuk bertindak keras dan diktatorial. Telah
diamati mereka bahwa Cromwell tidak pernah plintat-plintut,
dan juga tak pernah ia menerima tawaran duduk di tahta atau
mendirikan kediktatoran yang bersifat permanen.
Pemerintahannya senantiasa bersifat moderat dan penuh
toleransi.
Bagaimana kita bisa menyimpulkan pengaruh Cromwell secara
keseluruhan dalam sejarah? Arti penting utamanya, tak syak
lagi, dia seorang pemimpin militer yang brilian, mampu
mematahkan kekuatan kerajaan dalam perang saudara Inggris.
Sebelum Cromwell tampil di gelanggang, keadaan kekuatan
parlemen berada dalam tingkat keburukan yang terendah,
karena itu dapatlah dibilang kemenangan terakhir tak akan
pernah terjadi tanpa kehadiran Cromwell. Hasil kemenangan
Cromwell adalah membikin semakin mapan dan kuatnya
pemerintahan demokratis di Inggris.
Ini jangan dianggap sepele. Ini tidak bisa terjadi begitu
saja dalam keadaan biasa. Di abad ke- 17, hampir seluruh
Eropa bergerak ke arah sistem monarki absolut. Kemenangan
demokrasi di Inggris merupakan hal yang berlawanan dengan
arus yang sedang deras-derasnya mengalir. Di tahun-tahun
sesudahnya, contoh kehidupan demokrasi di Inggris merupakan
faktor pendorong bagi gerakan pembaharuan di Perancis dan
sekaligus Revolusi Perancis dan berbarengan dengan itu
menjelmanya pemerintahan-pemerintahan demokratis di Eropa.
Dan tak dapat disangkal, kemenangan kekuatan demokratis di
Inggris memegang peranan penting berdirinya sistem
pemerintahan demokratis di Amerika Serikat dan lain-lain
daerah jajahan Inggris seperti Kanada dan Australia. Kendati
Inggris sendiri menduduki hanya sebagian kecil dari daerah
dunia, demokrasi menjalin pengaruh ke daerah-daerah lain
yang lebih-luas.
Oliver Cromwell bisa ditempatkan lebih tinggi
kedudukannya dalam urutan daftar buku ini, kecuali hampir
semua penghargaan bagi pendirian sistem demokrasi di Inggris
dan Amerika Serikat harus dipersembahkan kepada filosof John
Locke. Sedikit sulit menetapkan arti penting relatif buat
Cromwell yang pada hakekatnya adalah orang lapangan yang
bertindak sedangkan Locke adalah seorang penggagas ide-ide.
Tetapi, diukur dari iklim intelektual jaman Locke, ide
politik yang serupa akan juga segera muncul meskipun
andaikata Locke tidak pernah hidup. Sebaliknya, kalaulah tak
ada Cromwell, besar kemungkinan kekuatan parlemen tidak akan
mampu mengalahkan kekuatan kerajaan dalam perang saudara
Inggris.
|