Sejarah Pembentukan Mushaf Al-Qur'an
MENURUT
AHLI SEJARAH NON-MUSLIM
(dikutip dari SEJARAH HIDUP MUHAMMAD oleh MUHAMMAD HUSAIN
HAEKAL)
PENDAPAT MUIR
Sebenarnya apa yang diterangkan kaum Orientalis
dalam hal
ini cukup banyak. Tapi coba kita ambil apa yang ditulis oleh
Sir William Muir dalam The Life of Mohammad
supaya mereka
yang sangat berlebih-lebihan dalam
memandang sejarah dan
dalam memandang diri mereka yang biasanya
menerima begitu
saja apa yang dikatakan
orang tentang pemalsuan dan
perubahan Qur'an itu, dapat melihat sendiri.
Muir adalah
seorang penganut Kristen yang teguh dan yang juga
berdakwah
untuk itu. Diapun ingin sekali tidak akan membiarkan
setiap
kesempatan melakukan kritik terhadap Nabi
dan Qur'an, dan
berusaha memperkuat kritiknya.
Ketika bicara tentang Qur'an dan
akurasinya yang sampai
kepada kita, Sir William Muir menyebutkan:
"Wahyu Ilahi itu adalah dasar rukun Islam. Membaca
beberapa
ayat merupakan bagian pokok dari sembahyang sehari-hari yang
bersifat umum atau khusus. Melakukan
pembacaan ini adalah
wajib dan sunah, yang dalam arti agama adalah perbuatan baik
yang akan mendapat pahala bagi yang
melakukannya. Inilah
sunah pertama yang sudah merupakan konsensus. Dan itu
pula
yang telah diberitakan oleh wahyu.
Oleh karena itu yang
hafal Qur'an di kalangan Muslimin yang mula-mula itu
banyak
sekali, kalau bukan semuanya. Sampai-sampai di antara mereka
pada awal masa kekuasaan Islam itu ada yang
dapat membaca
sampai pada ciri-cirinya yang khas.
Tradisi Arab telah
membantu pula mempermudah pekerjaan ini.
Kecintaan mereka
luar biasa besarnya. Oleh karena untuk memburu
segala yang
datang dari para penyairnya tidak
mudah dicapai, maka
seperti dalam mencatat segala
sesuatu yang berhubungan
dengan nasab keturunan dan kabilah-kabilah
mereka, sudah
biasa pula mereka mencatat sajak-sajak itu
dalam lembaran
hati mereka sendiri. Oleh karena itu daya
ingat (memori)
mereka tumbuh dengan subur. Kemudian pada
masa itu mereka
menerima Qur'an dengan persiapan dan dengan jiwa yang hidup.
Begitu kuatnya daya ingat
sahabat-sahabat Nabi, disertai
pula dengan kemauan yang luar
biasa hendak nnenghafal
Qur'an, sehingga mereka, bersama-sama
dengan Nabi dapat
mengulang kembali dengan ketelitian yang meyakinkan
sekali
segala yang diketahui dari pada
Nabi sampai pada waktu
mereka membacanya itu."
"Sungguhpun dengan tenaga yang sudah menjadi ciri khas
daya
ingatnya itu, kita juga bebas
untuk tidak melepaskan
kepercayaan kita bahwa kumpulan itu
adalah satu-satunya
sumber. Tetapi ada alasan kita yang akan membuat kita yakin,
bahwa sahabat-sahabat Nabi menulis beberapa
macam naskah
selama masa hidupnya dari berbagai
macam bagian dalam
Qur'an. Dengan naskah-naskah inilah hampir seluruhnya Qur'an
itu ditulis. Pada umumnya
tulis-menulis di Mekah sudah
dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan
Muhammad. Tidak
hanya seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk
menuliskan
kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang
Badr yang
dapat mengajarkan tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang
jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak
hanya seorang
saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan
surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat
mengajarkan
tulis-menulis kepada kaum
Anshar di Medinah, sebagai
imbalannya mereka dibebaskan. Meskipun
penduduk Medinah
dalam pendidikan tidak sepandai penduduk Mekah, namun banyak
juga di antara mereka yang
pandai tulis-menulis sejak
sebelum Islam. Dengan adanya kepandaian menulis
ini, mudah
saja kita mengambil kesimpulan tanpa salah, bahwa
ayat-ayat
yang dihafal menurut ingatan yang
sangat teliti itu, itu
juga yang dituliskan dengan ketelitian yang sama pula."
"Kemudian kitapun mengetahui, bahwa Muhammad telah
mengutus
seorang sahabat atau lebih kepada kabilah-kabilah yang sudah
menganut Islam, supaya mengajarkan Qur'an
dan mendalami
agama. Sering pula kita membaca,
bahwa ada utusan-utusan
yang pergi membawa
perintah tertulis mengenai
masalah-masalah agama itu. Sudah tentu
mereka membawa apa
yang diturunkan oleh wahyu,
khususnya yang berhubungan
dengan upacara-upacara dan peraturan-peraturan
Islam serta
apa yang harus dibaca selama melakukan ibadat."
PENULISAN QUR'AN PADA ZAMAN NABI
"Qur'an sendiripun menentukan adanya
itu dalam bentuk
tulisan. Begitu juga buku-buku
sejarah sudah menentukan
demikian, ketika menerangkan tentang Islamnya Umar,
tentang
adanya sebuah naskah Surat
ke-20 [Surah Taha] milik
saudaranya yang perempuan dan keluarganya. Umar masuk
Islam
tiga atau empat tahun sebelum
Hijrah. Kalau pada masa
permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling
dipertukarkan,
tatkala jumlah kaum Muslimin masih
sedikit dan mengalami
pelbagai macam siksaan, maka sudah dapat dipastikan
sekali,
bahwa naskah-naskah tertulis itu sudah banyak
jumlahnya dan
sudah banyak pula beredar, ketika Nabi sudah mencapai puncak
kekuasaannya dan kitab itu sudah
menjadi undang-undang
seluruh bangsa Arab."
BILA BERSELISIH KEMBALI KEPADA NABI
"Demikian halnya Qur'an itu semasa hidup Nabi, dan
demikian
juga halnya kemudian sesudah Nabi
wafat; tetap tercantum
dalam kalbu kaum mukmin. Berbagai macam
bagiannya sudah
tercatat belaka dalam naskah-naskah yang
makin hari makin
bertambah jumlahnya itu. Kedua sumber itu sudah
seharusnya
benar-benar cocok. Pada waktu itu pun
Qur'an sudah sangat
dilindungi sekali, meskipun pada masa Nabi
masih hidup,
dengan keyakinan yang luarbiasa
bahwa itu adalah kalam
Allah. Oleh karena itu setiap ada
perselisihan mengenai
isinya, untuk menghindarkan adanya
perselisihan demikian
itu, selalu dibawa kepada Nabi sendiri. Dalam hal
ini ada
beberapa contoh pada kita: 'Amr bin
Mas'ud dan Ubayy bin
Ka'b membawa hal itu kepada Nabi. Sesudah Nabi wafat,
bila
ada perselisihan, selalu kembali
kepada teks yang sudah
tertulis dan kepada ingatan
sahabat-sahabat Nabi yang
terdekat serta penulis-penulis wahyu."
PENGUMPULAN QUR'AN LANGKAH PERTAMA
"Sesudah selesai menghadapi peristiwa
Musailima - dalam
perang Ridda - penyembelihan Yamama telah menyebabkan
kaum
Muslimin banyak yang mati, di antaranya tidak sedikit mereka
yang telah menghafal Qur'an dengan baik. Ketika
itu Umar
merasa kuatir akan nasib Qur'an dan
teksnya itu; mungkin
nanti akan menimbulkan keragu-raguan orang bila mereka
yang
telah menyimpannya dalam ingatan itu,
mengalami suatu hal
lalu meninggal semua. Waktu itulah ia pergi menemui Khalifah
Abu Bakr dengan mengatakan: "Saya kuatir sekali
pembunuhan
terhadap mereka yang sudah hafal Qur'an itu
akan terjadi
lagi di medan pertempuran lain selain Yamama dan akan banyak
lagi dari mereka yang akan hilang.
Menurut hemat saya,
cepat-cepatlah kita
bertindak dengan memerintahkan
pengumpulan Qur'an."
"Abu Bakr segera menyetujui pendapat itu.
Dengan maksud
tersebut ia berkata kepada Zaid bin Thabit,
salah seorang
Sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang cerdas
dan
saya tidak meragukan kau. Engkau adalah penulis
wahyu pada
Rasulullah s.a.w. dan kau mengikuti
Qur'an itu; maka
sekarang kumpulkanlah.''
"Oleh karena pekerjaan ini terasa tiba-tiba
sekali di luar
dugaan, mula-mula Zaid gelisah sekali. Ia masih
meragukan
gunanya melakukan hal itu dan tidak pula menyuruh orang lain
melakukannya. Akan tetapi akhirnya ia mengalah
juga pada
kehendak Abu Bakr dan Umar yang begitu mendesak.
Dia mulai
berusaha sungguh-sungguh mengumpulkan
surah-surah dan
bagian-bagiannya dari segenap penjuru, sampai dapat
juga ia
mengumpulkan yang tadinya di atas daun-daunan, di atas
batu
putih, dan yang dihafal
orang. Setengahnya ada yang
menambahkan, bahwa dia juga mengumpulkannya dari
yang ada
pada lembaran-lembaran, tulang-tulang bahu
dan rusuk unta
dan kambing. Usaha Zaid ini mendapat sukses."
"Ia melakukan itu selama dua atau tiga tahun
terus-menerus,
mengumpulkan semua bahan-bahan
serta menyusun kembali
seperti yang ada sekarang ini, atau seperti yang
dilakukan
Zaid sendiri membaca Qur'an itu di depan Muhammad,
demikian
orang mengatakan. Sesudah naskah pertama
lengkap adanya,
oleh Umar itu dipercayakan
penyimpanannya kepada Hafsha,
puterinya dan isteri Nabi. Kitab yang sudah
dihimpun oleh
Zaid ini tetap berlaku selama khilafat
Umar, sebagai teks
yang otentik dan sah.
"Tetapi kemudian terjadi perselisihan mengenai cara membaca,
yang timbul baik karena perbedaan naskah Zaid yang tadi atau
karena perubahan yang dimasukkan ke dalam naskah-naskah
itu
yang disalin dari naskah Zaid.
Dunia Islam cemas sekali
melihat hal ini. Wahyu yang didatangkan
dari langit itu
"satu," lalu dimanakah sekarang kesatuannya?
Hudhaifa yang
pernah berjuang di Armenia dan di Azerbaijan, juga
melihat
adanya perbedaan Qur'an orang Suria dengan orang Irak."
MUSHAF USMAN
"Karena banyaknya dan jauhnya
perbedaan itu, ia merasa
gelisah sekali. Ketika itu ia lalu meminta agar Usman
turun
tangan. "Supaya jangan ada lagi
orang berselisih tentang
kitab mereka sendiri seperti
orang-orang Yahudi dan
Nasrani." Khalifahpun dapat menerima
saran itu. Untuk
menghindarkan bahaya, sekali lagi Zaid bin Thabit
dimintai
bantuannya dengan diperkuat oleh tiga
orang dari Quraisy.
Naskah pertama yang ada di tangan Hafsha lalu
dibawa, dan
cara membaca yang berbeda-beda dari seluruh
persekemakmuran
Islam itupun dikemukakan, lalu semuanya
diperiksa kembali
dengan pengamatan yang luarbiasa,
untuk kali terakhir.
Kalaupun Zaid berselisih juga dengan ketiga sahabatnya
dari
Quraisy itu, ia lebih condong pada suara
mereka mengingat
turunnya wahyu itu menurut logat Quraisy, meskipun dikatakan
wahyu itu diturunkan
dengan tujuh dialek Arab yang
bermacam-macam."
"Selesai dihimpun, naskah-naskah menurut Qur'an
ini lalu
dikirimkan ke seluruh kota persekemakmuran. Yang
selebihnya
naskah-naskah itu dikumpulkan lagi atas perintah
Khalifah lalu dibakar. Sedang naskah yang pertama dikembalikan kepada
Hafsha."
PERSATUAN ISLAM ZAMAN USMAN
"Maka yang sampai kepada kita adalah Mushhaf Usman.
Begitu
cermat pemeliharaan atas Qur'an itu, sehingga
hampir tidak
kita dapati -bahkan memang tidak kita
dapati- perbedaan
apapun dari naskah-naskah yang tak terbilang banyaknya, yang
tersebar ke seluruh penjuru dunia Islam
yang luas itu.
Sekalipun akibat terbunuhnya Usman sendiri - seperempat abad
kemudian sesudah Muhammad wafat - telah menimbulkan
adanya
kelompok-kelompok yang marah dan memberontak sehingga
dapat
menggoncangkan kesatuan dunia Islam - dan memang
demikian
adanya - namun Qur'an yang satu, itu juga yang selalu
tetap
menjadi Qur'an bagi semuanya. Demikianlah, Islam yang
hanya
mengenal satu kitab itu ialah bukti yang nyata sekali, bahwa
apa yang ada di depan kita sekarang ini tidak
lain adalah
teks yang telah dihimpun atas
perintah Usman yang malang
itu.
"Agaknya di seluruh dunia ini tak ada sebuah kitabpun selain
Qur'an yang sampai empatbelas abad
lamanya tetap lengkap
dengan teks yang begitu murni dan cermatnya.
Adanya cara
membaca yang berbeda-beda itu sedikit
sekali untuk sampai
menimbulkan keheranan. Perbedaan ini kebanyakannya
terbatas
hanya pada cara mengucapkan huruf
hidup saja atau pada
tempat-tempat tanda berhenti, yang sebenarnya timbul
hanya
belakangan saja dalam sejarah, yang
tak ada hubungannya
dengan Mushhaf Usman."
"Sekarang, sesudah ternyata bahwa Qur'an
yang kita baca
ialah teks Mushhaf Usman yang tidak
berubah-ubah, baiklah
kita bahas lagi: Adakah teks
ini yang memang persis
bentuknya seperti yang dihimpun oleh
Zaid sesudah adanya
persetujuan menghilangkan segi perbedaan dalam cara
membaca
yang hanya sedikit sekali jumlahnya dan tidak
pula penting
itu? Segala pembuktian yang ada pada kita meyakinkan sekali,
bahwa memang demikian. Tidak ada dalam
berita-berita lama
atau yang patut dipercaya yang
melemparkan kesangsian
terhadap Usman sedikitpun, bahwa dia
bermaksud mengubah
Qur'an guna memperkuat tujuannya. Memang benar, bahwa Syi'ah
kemudian menuduh bahwa dia mengabaikan
beberapa ayat yang
mengagungkan Ali. Akan tetapi dugaan ini tak dapat
diterima
akal. Ketika Mushhaf ini diakui, antara pihak
Umawi dengan
pihak Alawi (golongan Mu'awiya dan
golongan Ali) belum
terjadi sesuatu perselisihan faham. Bahkan
persatuan Islam
masa itu benar-benar kuat
tanpa ada bahaya yang
mengancamnya. Di samping itu juga
Ali belum melukiskan
tuntutannya dalam bentuknya yang lengkap. Jadi
tak adalah
maksud-maksud tertentu yang akan
membuat Usman sampai
melakukan pelanggaran yang akan sangat dibenci
oleh kaum
Muslimin itu. Orang-orang yang
memahami dan hafal benar
Qur'an seperti yang mereka dengar
sendiri waktu Nabi
membacanya mereka masih hidup
tatkala Usman mengumpulkan
Mushhaf itu. Andaikata ayat-ayat yang mengagungkan Ali
itu
sudah ada, tentu
terdapat juga teksnya di
tangan
pengikut-pengikutnya yang banyak itu. Dua alasan
ini saja
sudah cukup untuk menghapus setiap usaha guna
menghilangkan
ayat-ayat itu. Lagi pula,
pengikut-pengikut Ali sudah
berdiri sendiri sesudah Usman wafat, lalu mereka
mengangkat
Ali sebagai Pengganti."
"Dapatkah diterima akal - pada waktu kemudian mereka
sudah
memegang kekuasaan - bahwa mereka akan sudi menerima Qur 'an
yang sudah terpotong-potong, dan terpotong yang
disengaja
pula untuk menghilangkan tujuan pemimpin mereka?! Sungguhpun
begitu mereka tetap membaca Qur'an yang juga
dibaca oleh
lawan-lawan mereka. Tak ada bayangan sedikitpun bahwa mereka
akan menentangnya. Bahkan Ali sendiripun telah memerintahkan
supaya menyebarkan naskah itu sebanyak-banyaknya.
Malah ada
diberitakan, bahwa ada beberapa di antaranya yang ditulisnya
dengan tangannya sendiri."
"Memang benar bahwa para pemberontak
itu telah membuat
pangkal pemberontakan mereka karena Usman telah mengumpulkan
Qur'an lalu memerintahkan supaya semua
naskah dimusnahkan
selain Mushhaf Usman. Jadi tantangan mereka ditujukan kepada
langkah-langkah Usman dalam hal itu
saja, yang menurut
anggapan mereka tidak boleh dilakukan. Tetapi di balik
itu
tidak seorangpun yang menunjukkan adanya usaha mau
mengubah
atau menukar isi Qur'an. Tuduhan demikian pada
waktu itu
adalah suatu usaha perusakan terang-terangan. Hanya kemudian
golongan Syi'ah saja yang mengatakan itu untuk
kepentingan
mereka sendiri."
"Sekarang kita dapat mengambil kesimpulan dengan meyakinkan,
bahwa Mushhaf Usman itu tetap dalam bentuknya
yang persis
seperti yang dihimpun oleh Zaid bin
Thabit, dengan lebih
disesuaikan bahan-bahannya yang sudah ada lebih dulu
dengan
dialek Quraisy. Kemudian menyisihkan jauh-jauh bacaan-bacaan
selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar di
seluruh
daerah itu."
MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP
"Tetapi sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting
lain
yang terpampang di depan kita,
yakni: adakah yang
dikumpulkan oleh Zaid itu merupakan bentuk yang
sebenarnya
dan lengkap seperti yang diwahyukan
kepada Muhammad?
Pertimbangan-pertimbangan di bawah ini
cukup memberikan
keyakinan, bahwa itu adalah susunan sebenarnya
yang telah
selengkapnya dicapai waktu itu:"
"Pertama - Pengumpulan pertama selesai di bawah
pengawasan
Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang sahabat yang
jujur dan
setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya
beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang
hubungannya
begitu erat sekali dengan Nabi selama waktu
duapuluh tahun
terakhir dalam hayatnya, serta kelakuannya dalam
khilafat
dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari
gejala ambisi, sehingga baginya memang tak
adalah tempat
buat mencari kepentingan lain. Ia beriman sekali
bahwa apa
yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah,
sehingga tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan
wahyu
itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya."
Pernyataan semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah
menyelesaikan pengumpulan itu
pada masa khilafatnya.
Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua kaum
Muslimin waktu itu, tak ada perbedaan
antara para penulis yang membantu melakukan
pengumpulan itu, dengan seorang mu'min
biasa yang miskin, yang memiliki wahyu tertulis di
atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu membawanya
semua
kepada Zaid. Semangat
mereka semua sama, ingin
memperlihatkan kalimat-kalimat dan kata-kata
seperti yang
dibacakan oleh Nabi, bahwa itu adalah
risalah dari Tuhan.
Keinginan mereka hendak memelihara
kemurnian itu sudah
menjadi perasaan semua orang, sebab
tak ada sesuatu yang
lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka seperti
rasa kudus
yang agung itu, yang sudah
mereka percayai sepenuhnya
sebagai firman Allah.
Dalam Qur'an
terdapat
peringatan-peringatan bagi
barangsiapa yang mengadakan
kebohongan atas Allah atau
menyembunyikan sesuatu dari
wahyuNya. Kita tidak akan dapat menerima,
bahwa pada kaum
Muslimin yang mula-mula dengan semangat
mereka terhadap
agama yang begitu rupa mereka sucikan itu,
akan terlintas
pikiran yang akan membawa akibat begitu jauh
membelakangi
iman."
"Kedua - Pengumpulan tersebut selesai selama dua
atau tiga
tahun sesudah Muhammad wafat. Kita sudah melihat
beberapa
orang pengikutnya, yang sudah hafal
wahyu itu di luar
kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian, juga
sudah
ada serombongan ahli-ahli
Qur'an yang ditunjuk oleh
pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam
guna
melaksanakan upacara-upacara dan mengajar orang
memperdalam
agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu mata
rantai
penghubung antara wahyu yang dibaca Muhammad pada
waktu itu
dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan
saja
bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf
itu, tapi juga mempunyai segala
fasilitas yang dapat
menjamin terlaksananya
maksud tersebut, menjamin
terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam kitab
itu,
yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna
dikumpulkan."
"Ketiga - Juga kita mempunyai jaminan
yang lebih dapat
dipercaya tentang ketelitian dan kelengkapannya
itu, yakni
bagian-bagian Qur'an yang tertulis, yang sudah
ada sejak
masa Muhammad masih hidup, dan
yang sudah tentu jumlah
naskahnyapun sudah banyak sebelum pengumpulan
Qur'an itu.
Naskah-naskah demikian ini kebanyakan
sudah ada di tangan
mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa
apa
yang dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan
orang dan
langsung dibaca sesudah pengumpulannya. Maka
logis sekali
kita mengambil kesimpulan, bahwa semua yang terkandung dalam
bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka. Oleh
karena itu
keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada
suatu sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa
para penghimpun itu telah melalaikan
sesuatu bagian, atau
sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa yang
terdapat di
dalamnya itu, berbeda dengan yang
ada dalam Mushhaf yang
sudah dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini memang
ada,
maka tidak bisa tidak tentu terlihat juga, dan tentu dicatat
pula dalam dokumen-dokumen lama yang sangat cermat itu;
tak
ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang penting."
"Keempat - Isi dan
susunan Qur'an itu jelas sekali
menunjukkan cermatnya pengumpulan.
Bagian-bagian yang
bermacam-macarn disusun satu sama
lain secara sederhana
tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat."
"Tak ada bekas tangan yang mencoba mau mengubah
atau mau
memperlihatkan keahliannya sendiri. Itu
menunjukkan adanya
iman dan kejujuran sipenghimpun dalam menjalankan
tugasnya
itu. Ia tidak berani lebih daripada mengambil ayat-ayat suci
itu seperti apa adanya, lalu meletakkannya
yang satu di
samping yang lain."
"Jadi kesimpulan yang dapat kita sebutkan dengan
meyakinkan
sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu bukan
hanya
hasil ketelitian saja, bahkan - seperti
beberapa kejadian
menunjukkan - adalah juga lengkap, dan bahwa
penghimpunnya
tidak bermaksud mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita
dapat meyakinkan, berdasarkan bukti-bukti yang kuat,
bahwa
setiap ayat dari Qur'an itu, memang
sangat teliti sekali
dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad."
Panjang juga kita mengutip kalimat-kalimat Sir William
Muir
seperti yang disebutkan dalam kata
pengantar The Life of
Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita
kutip
itu tidak perlu lagi rasanya
kita menyebutkan tulisan
Lammens atau Von Hammer dan
Orientalis lain yang sama
sependapat. Secara positif
mereka memastikan tentang
persisnya Qur'an yang kita baca sekarang, serta
menegaskan
bahwa semua yang dibaca oleh
Muhammad adalah wahyu yang
benar dan sempurna diterima dari
Tuhan. Kalaupun ada
sebagian kecil kaum
Orientalis berpendapat lain dan
beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami perubahan,
dengan
tidak menghiraukan alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir
dan sebagian besar Orientalis, yang telah
mengutip dari
sejarah Islam dan dari
sarjana-sarjana Islam, maka itu
adalah suatu dakwaan yang hanya didorong oleh
rasa dengki
saja terhadap Islam dan terhadap Nabi.
Betapapun pandainya tukang-tukang
tuduh itu menyusun
tuduhannya, namun mereka tidak dapat
meniadakan hasil
penyelidikan ilmiah yang murni. Dengan
caranya itu mereka
takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali beberapa
pemuda
yang masih beranggapan bahwa
penyelidikan yang bebas itu
mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka
sendiri,
memalingkan muka dari kebenaran karena sudah
terbujuk oleh
kepalsuan yang indah-indah. Mereka percaya kepada semua yang
mengecam masa lampau sekalipun
pengecamnya itu tidak
mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P
M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
Islamic Media 2008 Kritik & Saran INDEX UTAMA |