Sepucuk surat dari seorang ayah
Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya
Allah yang tahu. Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini
sebagai surat seorang laki-laki kepada seorang laki-laki;
surat seorang ayah kepada seorang ayah.
Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku
menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini.
Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah
cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum
sekalipun kutemui.
Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan
Rasul dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat
dari dialog seorang ayah dengan anak-anaknya.
Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan
sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di
sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu,
dan makna tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjang masa
keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku
banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan, ketika
aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia
senja ini.
Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau
sebagai buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti, bahwa aku dan
ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua.
Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu
berkata: "TIDAK", timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya.
Engkau bukan milikku, atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan
karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Tuhan. Tak
ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu
semata-mata seharusnya hanya untuk Tuhan.
Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa
sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di
malam-malam sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air
mata dihadapan Tuhan. Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.
Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu
kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa
berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala
sesuatu karena Nya, bukan karena kau dan ibumu. Tugasku
bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi
dan dicintai Tuhan.
Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih
dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku
harus lebih dulu sesuai dengan keinginan Tuhan. Agar
perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit.
Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah
engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku
cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama
lain. Agar dapat kau rasakan perjalanan ruhaniah yang
sebenarnya.
Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena
kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Tuhan tak
kenal letih dan berhenti, Nak. Berhenti berarti mati, inilah
kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika
engkau hampir putus asa.
Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di
hadapan Tuhan, dan kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku
akan ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau
boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat
dengan Tuhan. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa
semua titipan bisa kita kembalikan kepada pemiliknya. Dari
ayah yang senantiasa merindukanmu.
(Disalin dari lembaran da'wah "MISYKAT" No.8)
Islamic Media 2008 Kritik & Saran INDEX UTAMA |