Disneyland 1972 Love the old s

IV. KEORTHODOXAN DAN KEBIDATAN

1. Alkitab sebagai "standard keorthodoxan"

Sebagai penutup pasal ini, saya ingin menyinggung sesuatu yang sangat mempengaruhi suasana dalam tiap-tiap usaha menafsirkan Alkitab secara teologis. Yang saya maksudkan ialah konsep-konsep "keorthodoxan" dan "kebidatan." Yang ingin saya persoalkan ialah bukan arti istilah "keorthodoxan" dan "kebidatan" itu, melainkan sikap atau praduga yang kita bawa-serta bilamana kita membaca Alkitab; yaitu bahwa memang ada suatu keorthodoxan teologis, dan bahwa pada akhirnya Alkitab akan mengungkapkan keorthodoxan itu. Memang anggapan demikian adalah sesuai dengan cara-cara membaca Alkitab yang tradisional: orang percaya bahwa ada suatu garis-keorthodoxan yang sempit namun yang jelas, berupa "pendapat yang sah" atau "pengajaran yang benar," sehingga tiap-tiap pendapat yang menyeleweng dari garis-sempit itu disebut "bidat." Alkitab merupakan pewujudan-definitif keorthodoxan itu; maka oleh karena itu diharapkan bahwa Alkitab sendiri akan membuktikan kekeliruan segala pendapat yang menyimpang dari garis keorthodoxan. Itu berarti bahwa Alkitab selalu dibaca di bawah bimbingan konsep "keorthodoxan-lawan-kebidatan" .

2. Pergumulan-teologis yang tergambar dalam Alkitab

Tetapi menurut pandangan masa kini, sikap mental itu bersifat anakronistis. Karena prinsip "keorthodoxan-lawan-kebidatan" belum ada pada jaman Alkitabiah. Garis-keorthodoxan yang ketat adalah merupakan hasil pergumulan jaman kemudian, di mana orang-orang beriman menggunakan Alkitab dalam mengambil keputusan-keputusan mereka. Maka keputusan-keputusan yang mereka ambil, mereka utarakan dalam rumusan-rumusan Alkitabiah, sambil menggariskan secara tajam pemisahan antara keorthodoxan dengan kebidatan. Sebagai kontras, Alkitab sendiri (baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru) memperlihatkan suatu pola argumentasi yang hidup dan dinamis, yang sedikit-banyak mengandung unsur perdebatan. Akan tetapi walaupun orang-orang Alkitab mengambil sikap yang tegas, tidak ada suatu standard keorthodoxan yang statis, yang diakui tiap-tiap pengarang Alkitab. Agaknya belum ada konsep keorthodoxan dan kebidatan, --atau kalau memang ada, belum digariskan dengan tegas.

3. Teologia dan "anti-teologia" dalam Alkitab

Persoalan ini masih mempunyai aspek yang lain lagi: Makna yang ditarik dari Alkitab bukan hanya tergantung kepada apa yang langsung disebut dalam Alkitab, melainkan juga kepada pendapat-pendapat yang dilawan Alkitab (yaitu, yang dilawan oleh pengarang atau tradisi Alkitabiah tertentu). Alkitab tidak hanya mengandung teologia-teologianya sendiri, melainkan mengandung juga beberapa petunjuk tentang anti-teologia-anti-teologia yang secara negatif sudah merangsang pengarang-pengarang Alkitab untuk merumuskan keyakinan-keyakinannya sendiri. Namun kita hanya mendapat keterangan sedikit tentang anti-teologia-anti-teologia itu; dan mungkin para pengarang Alkitab salah mengerti tentang anti-teologia-anti-teologia itu. Apalagi, pembaca dalam hal ini terpaksa bersandar kepada hasil-hasil penyelidikan ilmiah tentang kebudayaan Semit dan Hellenistis, tentang sejarah perkembangan agama-agama, dan tentang naskah-naskah kuna yang baru ditemukan di Qumran dan di Nag Hamadi. Bidang penyelidikan itu begitu luasnya dan kompleksnya, sehingga agak menakutkan bagi kebanyakan kaum awam Kristen. Namun kalau pembaca tidak membuka pemikirannya terhadap pengaruh hasil-hasil penyelidikan itu, maka pengertiannya akan dipersempit oleh penggambaran anti-teologia-anti-teologia yang terdapat dalam Alkitab itu. Karena harus diakui bahwa gambar-gambar Alkitabiah itu adalah tradisional dan berat-sebelah.

4. Sumbangan antiteologia-antiteologia kepada teologia-teologia Alkitab

Persoalan terakhir itu mungkin merupakan persoalan ilmiah atau homiletis, namun mengantar kita juga kepada suatu pertimbangan teologis yang penting. Agama-agama jaman Alkitabiah --agama Kanani, agama Mesopotamia, aliran-aliran Yunani, Gnostik primitif-- sebenarnya tidaklah hanya merupakan suatu rentetan anti-teologia yang melawan agama Alkitabiah. Agama-agama tersebut agaknya juga menyediakan unsur-unsur yang mempunyai pengaruh positif dalam Alkitab. Soal, sampai berapa jauh pengaruh itu nampak dalam Alkitab, tidaklah usah kita bahas di sini. Tetapi yang penting kita perhatikan ialah bahwa jawaban terhadap soal itu tak dapat diberikan secara tegas dan definitif pada masa kini. Mungkin hubungan antara antiteologi dengan bahan Alkitab itu hanya sedikit, mungkin banyak; tetapi sudah jelas bahwa kita tidak dapat mempertahankan lagi gambaran tentang Alkitab sebagai dokumen --landasan satu agama yang mutlak,-- yang terpisah dengan jelas dan tajam dari segala agama lain. Sudah jelas bahwa pemakaian Alkitab secara seksama melibatkan kita dalam tugas menyelidiki agama-agama dunia secara umum. Keterlibatan itu kini sudah merupakan kenyataan, walaupun implikasi-implikasinya belum diselidiki secara mendalam. Memang adanya problema itu sudah disadari sejak dulu. Pada awal abad ke-20 ini persoalannya diperdebatkan hangat-hangat, dengan pusat perhatian tertaruh kepada agama Mesopotamia dan aliran-aliran-kultis Yunani. Kemudian pada periode "teologia Alkitabiah," pengaruh bahan-bahan itu dianggap sedikit. Yang ditekankan ialah garis-kesatuan dalam kesaksian Alkitab itu sendiri; sehingga Alkitab digambarkan sebagai sesuatu yang hampir seratus persen berbeda dari agama-agama dunia di sekitarnya. Itu berarti bahwa (menurut mazhab tersebut) pengaruh agama-agama dunia itu atas Alkitab hanyalah bersifat insidental saja. Agama-agama itu hanya menelorkan bentuk-adat atau istilah-istilah tertentu, yang kemudian diambil-alih dan dimanfaatkan, sesuai dengan tuntutan-tuntutan logika-intern Alkitab sendiri. Mungkin secara umum, gambaran itu cukup tepat. Tetapi perlu juga kita membuka diri terhadap kemungkinan bahwa peranan yang dimainkan agama-agama, pendapat-pendapat, dan aliran-aliran, adalah jauh lebih positif dari pada apa yang diduga semula. Padahal pada jaman kemudian, kecenderungan-kecenderungan tersebut akhirnya dianggap sebagai "keberhalaan," "kebidatan," pelawan-pelawan iman sejati.

(sebelum, sesudah)


Alkitab di Dunia Modern (The Bible in the Modern World) Prof. James Barr Terjemahan Dr. I.J. Cairns BPK/8331086/7 Penerbit BPK Gunung Mulia, 1979 Kwitang 22, Jakarta Pusat  

| Indeks Artikel | Tentang Penulis

Islamic Media Ibnuisa
Kritik & Saran
Counter
INDEX UTAMA