BAB I
POSISI AL-QURAN
Al-Quran, Menentukan Jalan Hidup Manusia
Setelah tiga premis di atas jelas, maka harus diketahui pula
bahwa Al-Quran - di sampinq memperhatikan tiga premis tersebut,
yaitu manusia mempunyai tujuan yang harus dicapainya dalam
perjalanan hidupnya dengan usaha dan perbuatannya, dan dia tidak
mungkin mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu kecuali dengan
mengikuti hukum-hukum dan tata cara tertentu serta keharusan
mempelajari hukum-hukum dan tata cata itu dari buku fitrah dan
penciptaan, yakni ajatan Allah - juga menentukan jalan hidup
bagi manusia sebagai berikut:
AI-Quran mendasarkan jalan itu pada keimanan akan keesaan-Nya
sebagai dasar pertama agama; Al-Quran menjadikan keimanan kepada
akhirat dan Hari Kiamat, yaitu hari ketika orang yang baik
dibalas karena kebaikannya dan yang jahat dibalas karena
kejahatannya, sebagai dasar-kedua agama. Hal ini pada
gilirannya membawa kepada keimanan kepada kenabian, karena
perbuatan-perbuatan bisa dibalas setelah si pelakunya
mengetahui ketaatan dan maksiat, yang baik dan yang buruk.
Pengetahuan ini tidak akan dapat diperoleh kecuali melalui wahyu
dan kenabian - sebagaimana akan kami rinci nanti. Al-Quran
menjadikan keimanan kepada kenabian ini sebagai dasar ketiga
agama.
Al-Quran memandang ketiga dasar ini: keimanan kepada keesaan
Allah, kenabian dan akhirat sebagai dasar-dasar agama Islam.
Setelah itu, Al-Quran menjelaskan pokok-pokok akhlak yang
diridhai dan sifat-sifat baik yang sesuai dengan ketiga dasar
tersebut, dan setiap orang beriman harus menghiasi diri
dengannya. Kemudian AI-Quran menetapkan hukum-hukum perbuatan
yang menjamin kebahagiaan hakiki manusia dan menyuburkan akhlak
yang utama dan faktor-faktor yang mengantarkannya kepada akidah
yang benar dan prinsip-prinsip pokok.
Tidak logis bila kita beranggapan bahwa orang yang bergelimang
dalam seks yang diharamkan, mencuri, berkhianat dan curang,
adalah suci. Begitu pula, tidak logis bila kita beranggapan
bahwa orang yang keterlaluan dalam mencintai harta, mengumpulkan
dan menyimpannya, dan tidak mau memenuhi hak-hak orang lain,
adalah suci. Tidak logis pula bila kita menganggap orang yang
tidak menyembah Allah dan mengingat-Nya siang dan malam, sebagai
beriman kepada Allah dan Hari Akhir.
Dengan demikian, akhlak yang baik maujud kuena adanya
perbuatan-perbuatan baik, sebagaimana akhlak yang baik itu ada
karena akidah yang benar.
Seseorang yang terbelenggu kesombongan, kebanggaan dan kecintaan
kepada diri sendiri, tidak mungkin mempercayai Allah dan
mengakui keagungan-Nya. Dan orang yang selama hidupnya tidak
mengetahui makna keadilan, keperwiraan dan welas-asih terhadap
yang lemah, tidak akan masuk ke dalam hatinya intan kepada Hari
Kiamat, perhitungan dan balasan di akhirat. Tentang hubungan
antara akidah yang benar dengan akhlak yang diridhai, Allah
berfirntan:
"Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang
baik dinaikkan-Nya. " (QS 85:10)
Dan
tentang hubungan antara akidah dengan perbuatan, Allah
berfirman:
"Kemudian
akibat
orang-orang yang mengerjakan kejahatan
adalah
azab yang
lebih
buruk, karena mereka
mendustakan ayatayat
Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya."
(QS 90:10)
Kesimpulan dari pembicaraan di atas adalah bahwa Al-Quran
mwgandung sumber-sumber ketiga dasu Islam, yaitu:
-
Dasar-dasar akidah. Ini terbagi menjadi tiga dasar agama:
tauhid, kenabian dan akhirat, dan akidah-akidah yang merupakan
cabang darinya, seperti
lauh mahfudh, qalam, qadha' dan
qadar, malaikat, menghadap Allah, kursi, penciptaan
langit dan bumi dan lain-lain.
-
Akhlak yang diridhai.
-
Hukum-bukum syara' dan perbuatan yang dasar-dasarnya telah
dijelaskan Al-Quran, sedangkan penjelasan terincinya
diserahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Dan Nabi menjadikan
penjelasan Ahlul Bait (keluarga)-nya sama dengan penjelasan
beliau,
sebagaimana diketahui dari
hadits tsaqalain
yang secara mutawatir diriwayatkan baik oleh kalangan Ahlus
Sunnah maupun Syi'ah.1)
1).
Baca 'Abaqatul Anwar,
bagian "Hadits Tsaqalain". Di situ disebutkan
beratus-ratus sanad
yang sampai kepada hadis tersebut.
|
|