BAB II
MEMAHAMI RAHASIA AL-QURAN
Al-Quran Mandiri
dalam Penalarannya
AI-Quran menggunakan suatu bahasa yang, seperti semua bahasa
manusia, memaparkan secara jelas makna-makna yang
dimaksudkannya dan konsep-konsep yang diinginkannya, serta
tidak ada kesamaran di dalamnya bagi orang-orang yang
mendengarkan penalarannya. Tidak ada bukti bahwa maksud AI-Quran
tidak seperti arti kata-kata Arabnya. Bukti bahwa Al-Quran itu
sederhana dan jelas ialah bahwa setiap orang yang mengetahui
bahasa Arab dapat mengetahui makna ayat-ayatnya persis
sebagaimana ia mengetahui makna setiap perkataan Arab. Di
samping itu, kami menemukan dalam banyak ayat titah-titah yang
ditujukan kepada kelompok tertentu seperti Bani Israil,
orang-orang beriman atau kafir. Dan dalam beberapa ayat,
Al-Quran bertitah kepada seluruh manusia,1)
menghujah dan menantang mereka untuk mendatangkan yang menyamai
AI-Quran, jika mereka meragukan bahwa Al-Quran datang dari sisi
Allah. Tentu tidak dapat dibenarkan berbicara kepada manusia
dengan kata-kata yang tidak bisa dipahami maknanya dengan jelas
oleh mereka. Tidak dibenarkan pula mengajukan tantangan kepada
mereka dengan sesuatu yang tidak dipahami maknanya oleh mereka.
Allah berfirman:
"Tidakkah mereka merenungkan Al-Quran, ataukah hati mereka
tertutup."
(QS
47:24)
Tidakkah mereka merenungkan Al-Quran? Seandainya ia datang dari
sisi selain Allah, tentu mereka menemukan banyak pertentangan di
dalamnya."
(QS
4:82)
Dua
ayat ini menunjukkan keharusan merenungkan (memahami) Al-Quran,
Perenungan terhadap Al-Quran akan dapat menghilangkan gambaran
yang sepintas lalu ayat-ayatnya tampak saling bertentangan. Bila
maksud ayat-ayat itu tidak jelas, tentu saja perintah untuk
merenungkan dan memikirkan Al-Quran itu merupakan sesuatu yang
sia-sia. Begitu pula, tidak akan ada tempat untuk menganalisis
pertentangan-pertentangan lahiriah antarayat dengan jalan
merenungkan dan memikirkan.
Adapun pemyataan bahwa tidak ada alasan atau sebab lahiriah
untuk menafikan makna-makna lahiriah Al-Quran, sebagaimana telah
kami sebutkan, karena tidak adanya dalil untuk hal itu selain
persangkaan sebagian orang bahwa kita - dalam memahami
maksud-maksud Al-Quran - harus merujuk kepada hadis Rasulullah
s.a.w. atau Ahlul Bait-nya a.s. Ini merupakan suatu persangkaan
kosong dan tidak dapat diterima, karena sabda-sabda Rasulullah
s.a.w. dan para Imam a.s. itu sendiri harus disimpulkan dari
AlQuran. Maka bagaimana mungkin menggantungkan makna-makna
lahiriah AI-Quran kepada sabda mereka? Bahkan dapat kami
tambahkan bahwa dasar kenabian dan imamah diberikan oleh
Al-Quran.
Apa
yang telah kami sebutkan ini tidak bertentangan dengan kenyataan
bahwa Rasulullah dan para Imam ditugaskan untuk menjelaskan
perincian undang-undang dan hukum-hukum Allah (syariat) yang
tidak terdapat dalam arti-arti lahiriah Al-Quran, disamping
menjadi pembimbing untuk memahami pengetahuanpengetahuan Kitab
Suci ini, sebagaimana tampak dari ayat-ayat berikut ini:
"Kami menurunkan AI-Quran kepadamu agar engkau menjelaskan
kepada manusia apa ynng telah diturunkan kepada mereka."
(QS 16:44)
"Apa
yang dibawa oleh Rasulullah, ambillah, dan apa yang kamu
dilarang olehnya, tinggalkanlah."
(QS
59:7)
"Kami tidak mengutus seorang Rasul pun kecuali agar ditaati
dengan izin Allah."
(QS
4:64)
"Dialah yang mengutus kepada orang-orang yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan Al-Quran dan hikmah
kepada mereka."
(QS
62:2)
Yang
dapat dipahami dari ayat-ayaf ini ialah bahwa Nabi Muhammad
s.a.w. adalah orang yang menjelaskan bagian-bagian dan perincian
syariat, dan dialah yang diajari tentang Al-Quran oleh Allah.
Dan pernyataan hadits
tsaqalain menunjukkan bahwa para Imam adalah
pengganti Rasulullah dalam hal itu. Ini tidak menafikan dapat
diketahuinya maksud Al-Quran melalui arti-arti lahirnya oleh
sebagian orang yang menjadi murid guiu-guru sejati.
1).
Sebagai contoh, "Hai orang-orang kafir
..... ", "Hai Ahlul
Kitah ....." dan "Hai manusia ..... "
|
|