PENGANTAR
Sayyid Ahmad Husaini
Pembahasan dan
pengkajian Al-Quran yang dilakukan Sayyid Muhammad Husain
Thabathaba'i mempunyai keistimewaan tersendiri. Dalam
menjelaskan maksud, pengertian dan makna-makna Al-Quran,
terlebih dahulu ia merujuk kepada Al-Quran sendiri, sebelum
merujuk kepada sumber-sumber yang lain.
Di antara para
mufasir dan orang-orang yang mengkaji ilmu-ilmu Islam, dahulu
maupun sekarang, banyak yang mempunyai prakonsepsi dan endapan-endapan
pemikiran yang mereka peroleh dengan jalan mendalami
masalah-masalah atau berkenalan dengan aliran-aliran filsafat
dan teologi atau dengan mengikuti mazhabmazhab ilmu kalam dan
fiqh tertentu. Kemudian dengan perangkat ilmu yang dimiliki,
mereka berusaha
untuk menerapkan prakonsepsi dan endapan-endapan itu pada
ayat-ayat Al-Quran dan bersiteguh memahaminya menurut
pandangan-pandangan mereka sendiri.
Dalam banyak buku
tafsir dan pengkajian yang sampai kepada kita, sedikit pun tidak
dijumpai pemikiran untuk membiarkan AI-Quran berbicara sendiri
sebelum diusahakan untuk diterapkan pada pandangan-pandangan dan
pendapat-pendapat pribadi. Ada buku tafsir yang didominasi
pemikiran i'tizali
karena pengarangnya menganut mazhab Mu'tazilah. Ada yang terlalu
diwamai pemikiran zhahiri
karena pengarangnya memeluk mazhab zhahiriah. Ada pula yang
terlalu diwarnai pemikiran filsafati karena ditulis oleh orang
yang mengikuti pendapat-pendapat para filosof. Dan ada pula
tafsir yang menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah
empiris-materialistis, karena pengarangnya ingin menunjukkan
pengetahuannya yang memadai tentang ilmu-ilmu pengetahuan
modern.
Demikianlah, Al-Quran
secara terus menerus diterapkan pada hasil-hasil penemuan ilmiah
dan pemikiran dalam bidang filsafat dan hukum. Dan kadang-kadang
juga pada hasil-hasil olahrasa.
Yang mengherankan, di
antara para mufasir dan orang-orang yang mengkaji Al-Quran, ada
yang memastikan bahwa pendapatnya mengenai satu ayat merupakan
pendapat yang paling benar, seakan-akan tidak terbantah dan
tidak dapat diragukan. Padahal, seandainya dia merenungkan
ayat-ayat lain yang serupa, maka dia akan menemukan kesimpulan
yang menentang pendapatnya itu dan menggoyahkan semua
kepercayaan dan pendapat yang telah dibangunnya. Sepertinya, ia
hidup hanya dengan satu ayat itu saja, sampai-sampai tidak
memikirkan konteks dan suasana ayat yang dipelajarinya.
Dari titik tolak ini,
kita mengetahui nilai dan pentingnya pembahasan Thabathaba'i
dalam pengkajian Al-Quran. Dia tidak fanatik terhadap suatu
teori tertentu yang membara di hati dan meresap dalam
pikirannya, sehingga tidak memungkinkannya untuk melepaskan diri
darinya. Tetapi ia merenungkan secara mendalam ayat-ayat yang
sama-sama membahas satu masalah untuk mengetahui apa yang
dimaksudkan dan apa yang dapat disimpulkan. Kemudian,
kesimpulan dari pengkajiannya yang mendalam itu pun menjadi
pendapatnya sendiri, tanpa memperhatikan pendapat orang lain
yang, dalam memahami ayat-ayat AI-Quran, tidak membahasnya
secara ilmiah.
Kami tidak bermaksud
mengatakan bahwa ia sama sekali tidak mengkaji bermacam-macam
pendapat dan teori-teori dalam penafsiran Al-Quran. Tetapi kami
ingin mengatakan bahwa ia tidak terpengaruh oleh
pendapat-pendapat itu sampai memaksakannya pada Al-Quran dan
berusaha dengan segala upaya untuk mengartikan ayat-ayat
Al-Quran dengan pengertian yang tidak benar.
Ini adalah metode
yang benar, yang tampak dengan jelas dalam kitab tafsirnya yang
besar, Al-Mizan fi
Tafsiril Qur'an. Metode ini pulalah yang tampak dalam
pembahasannya mengenai beberapa masalah
'Ulumul Qur'an
(Ilmu-Ilmu Al-Quran) dalam buku ini. Dalam Mukadimah ia
mengatakan: "Dari itu, dalam pembahasan ini kami bermaksud
mengenalkan arti penting Al-Quran sebagaimana yang ditunjukkan
oleh Al-Quran sendiri, bukan seperti yang kita percayai dan
gambarkan. Adalah jelas bahwa di antara keduanya terdapat
banyak perbedaan bagi orang yang memikirkannya secara mendalam."
Meskipun tidak baru
dalam pasal-pasal pembahasannya, buku ini terasa mengandung
kebaruan dalam metode ilmiahnya. Pada waktu membicarakan satu
masalah, ia lebih merujuk kepada ayat ayat Al-Quran dan
menyimpulkan maksudnya, daripada merujuk pendapat-pendapat yang
dikemukakan oleh para mufasir dan pengkaji Al-Quran.
Oleh karena itu,
dalam mengalihkannya ke dalam bahasa Arab, kami bermaksud
mengundang partisipasi para pembaca berbahasa ini dalam
pembahasan yang dikemukakan dengan metode baru ini. Kami yakin,
pembaca yang mulia akan mendapatkan manfaat yang besar ketika
membuka lembar demi lembar buku ini.
Hanya Allah-lah yang
dapat memberikan petunjuk menuju jalan kebenaran dan jalan yang
lurus.
Sayyid Ahmad Husaini
(Penerjemah Parsi ke Arab)
|