Chapter
2.1
Ahmadiyah Sebagai Isolasionisme
2.1 Biang Keladi
Pada tahun 1933 di kota Lahore India, terjadi huru-hara.
Pada mulanya para Ulama bersama-sama kaum muslimin yang dikenal dengan
sebutan - Golongan Ahrar - mengajukan appeal pada Pemerintah agar aliran
Qadiani atau yang lebih dikenal dengan nama: AHMADIYAH, dinyatakan sebagai
aliran nonIslam. Mereka juga minta agar Sir Zafrullah Khan, seorang tokoh
dari kelompok Ahmadiyah, dipecat dari kabinet India.1
Zafrullah Khan di samping seorang negarawan terkenal, juga seorang
diantara tokoh-tokoh Salvation Army Ahmadiyah yang giat menyusun kekuatan
di atas terutama mempengaruhi kalangan pemerintahan maupun militer.
Kepala pemerintahan daerah Punjab barat, tuan
Mumtaz
Daultana, enggan sekali untuk turun tangan serta mengambil sikap bertolak
belakang dengan keinginan para Ulama; Ia merasa akan mengakibatkan
timbulnya kekeruhan dalam suasana politik di negerinya.2
Bagaimanapun
juga pada akhirnya pertemuan dengan mereka tidak bisa dielakkan lagi.
Dalam suatu perundingan yang lama, antara para ulama dengan perdana
menteri Nazimuddin serta tuan Mumtaz Daultana, tokoh-tokoh dari
pemerintahan India ini ternyata bersikap kaku, lamban bahkan menolak untuk
mempertimbangkan tuntutan mereka itu.
Suasana hangat dalam pertemuan itu, kiranya telah menembus ke luar
gedung meliputi massa kaum Muslimin yang sedang menunggu hasilhasilnya.
Kegelisahan pada mereka telah merata, kesabaran telah lenyap, dan tanpa
menanti lebih lama lagi, mereka mulai bergerak turun ke jalan-jalan
mengadakan demonstrasi. Kemarahan dan emosi membawa mereka, bagaikan arus
yang menyisihkan setiap rintangan di depan bahkan kekerasanpun terjadi di
sana-sini.3
Pemerintah
cepat-cepat turun tangan. Melalui campur tangan militer, keadaan yang
penuh ketegangan itu berubah menjadi keadaan yang mencekam dada, pekik dan
tangis terdengar, ketakutan tampak pada wajah-wajah mereka. Suatu
peristiwa yang sulit untuk dilupakan, telah terjadi di tempat berkumpulnya
kaum Muslimin itu. Pada suatu ketika, sebuah jeep dengan kecepatan yang
luar biasa mendadak muncul menerjang ke arah kelompokkelompok massa kaum
Muslimin, sambil melepaskan tembakan-tembakan membabi buta. Maka jatuhlah
korban yang tidak sedikit jumlahnya.
Seorang Ahmadiyah yang fanatik berkata, bahwa "peristiwa jeep" itu
adalah suatu mu'jizat, dan para penembak didalamnya tidak lain adalah
Malaikatmalaikat Tuhan yang dikirim untuk menolong Ahmadiyah.4
Suatu kenyataan
yang jelas ialah, bahwa pemerintah dalam bertindak telah berdiri berat
sebelah. Dalam suatu laporan tertulis yang disampaikan oleh hakim-hakim
Mohammad Munir dan M.R. Kayani, dimana kedua orang tersebut menghakimi
seluruh sidang-sidang perkara Ahrar, ternyata isi laporan mereka itu
sangat kabur serta merugikan para Ulama. Naseem Saifi, seorang tokoh
Ahmadiyah kelahiran Qadian, mengutip isi laporan tersebut, sebagai
berikut:
"Jelas sudah,
bila pemimpin-pemimpin Ahrar itu
mengetengahkan pada publik hanya soal-soal perbedaan
dalam
Agama, maka suguhan mereka itu tidak aka
berpengaruh apa-apa. Akan tetapi
bila pada mereka diissuekan bahwa Ahmadiyah menghina
Nabi Muhammad dengan cara mengumumkan kenabian
baru sesudah kenabian akhir
Muhammad s.a.w. bahkan nabi baru itu jauh lebih
mulya. Maka disinilah jebakan pemimp-pemimpin
Ahrar itu mengenai sasarannya
dengan tepat. Ummat Muslimin akan tergugah, terkejut, bahkan murka
mendengar pidato-pidato semacam itu."5
Sesudah laporan
Munir dan Kayani tersebut, datang lagi laporan dari Badan Penyelidik
Kejahatan Pemerintah, yang nadanya lebih keras serta memberatkan pemimpin
Ahrar. Ahmadiyah mengutip isi laporan tersebut:
"Sesungguhnya para pemimpin Ahrar itu tidak menyadari
bahwa mereka sebenarnya telah
bermain api. Mereka sedang
membangkitkan kemarahan di kalangan ummat Islam sedemikian
rupa, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan
seperti terjadinya korban-korban
jiwa, kerusakan-kerusakan, penghinaan dan
lainlain tidak dapat dielakkan lagi. Suatu
tindakan keras harus segera diambil! "6
Demikianlah
tindakan tangan besi pemerintah telah merenggut jiwa kaum Muslimin tidak
sedikit. Sungguh patut disesalkan bahwa telah terjadi peristiwa tragis
semacam itu; padahal benih-benih yang menyebabkan timbulnya api kemarahan
ummat yang sekaligus telah merenggut jiwa mereka yang tidak sedikit itu,
masih tetap bercokol.
Sudah selayaknya bila pemerintah India pada waktu itu menelaah jauhjauh
sebelumnya sebab-sebab dari timbulnya kemarahan kaum Muslimin. Bahwasanya
apa yang telah diucapkan oleh pemimpin-pemimpin Ahrar
itu, tidak semuanya fitnah semata-mata. Munculnya nabi
baru sesudah kenabian akhir Muhammad s.a.w., memang telah dipropagandakan
oleh Ahmadiyah, dimana Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah itu sendiri
yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru di kalangan ummat Islam. Justru
inilah, nabi baru itu, benih diantara benih-benih yang ditanam Ahmadiyah,
yang telah menimbulkan kemurkaan ummat mencapai puncaknya.
Tiga tahun
kemudian setelah terjadinya peristiwa Ahrar tersebut, DR. Mohammad Iqbal,
Failosoof dan Pujangga besar Islam mengirim sepucuk surat pada Pandit
Nehru, dimana beliau mengutarakan pendiriannya terhadap Ahmadiyah. Isi
dari surat beliau tersebut yang bertanggal 21 Juni I936, berbunyi:
"Sahabatku Pandit Jawahar
Lal,
Terima-kasih atas surat
anda yang telah kami terima kemarin.
Pada saat saya menulis jawaban atas
artikel-artikel anda, saya
merasa yakin bahwa anda tidak menaruh minat
apapun terhadap sepak-terjang
orang-orang Ahmadiyah itu. Kendatipun
demikian adanya saya menulis
juga jawaban tersebut, ialah semata-mata
didorong untuk membuktikan,
terutama pada anda, bagaimana sikap loyalitas
kaum Muslimin di satu pihak, dan
bagaimana sebenarnya tingkah
laku yang ditontonkan oleh gerakan
Ahmadiyah itu. Setelah diterbitkan risalah
kami, saya mengetahui
benar-benar bahwa tidak seorang Muslimpun yang
berpendidikan, menaruh perhatian atas
asal-usul maupun perkembangan ajaranajaran Ahmadiyah.
Selanjutnya perihal artikel-artikel yang
anda tulis itu, bahwasanya
bukan saja penasihat-penasihat Muslim
anda yang berada di Punjab yang merasa cemas, bahkan
hampir di seantero negeri mereka semua cemas. Hal ini
lebih membuat mereka gelisah,
bila memperhatikan bagaimana orangorang
Ahmadiyah bersorak-sorai karena artikel anda
itu. Tentu saja dalam hal ini surat
kabar Ahmadiyah banyak membantu sepenuhnya
timbulnya prasangka dan kecemasan-kecemasan
itu. Namun demikian,
pada akhirnya saya sungguh bergembira
bahwasanya anda tidak sebagaimana yang kami
cemaskan itu.
Selanjutnya
perlu saya utarakan di sini bahwa perhatian saya
terhadap ilmu ke-Tuhan-an, kurang. Akan tetapi saya
mulai gandrung padanya, ketika
saya harus mengenal Ahmadiyah
dari
asal-usulnya. Ingin saya meyakinkan anda di
sini, bahwa risalah yang saya tulis itu adalah
semata-mata untuk kepentingan
Islam dan India. Kemudian saya tidak pernah
ragu untuk menyatakan disini,
bahwasanya orang-orang Ahmadiyah itu,
adalah pengkhianat-pengkhianat
terhadap Islam dan India.
Saya
menyesal sekali tidak mendapal kesempatan menemui anda di Lahore. Saya
jatuh sakit pada hari-hari itu dan tidak keluar dari bilik. Bahkan
hampir selama dua tahun
terakhir ini saya berada dalam
keletihan dikarenakan sering jatuh sakit. Harap
anda kapan saja bila anda
datang lagi ke Punyab. Kemudian apakah anda
telah menerima surat saya yang berkenaan dengan
usul anda mengenai penyatuan
hak-hak kemerdekaan kaum sipil. Ketika anda
tidak menyinggung lagi hal tersebut dalam surat
anda, saya merasa kuatir bahwa anda tidak pernah
menerimanya.
Wassalam, sahabatmu,"
Sd. Mohammad Iqbal.7
|
Apa sebab DR.
Iqbal termasuk diantara mereka yang menyerang Ahmadiyah, bahkan menyatakan
sebagai pengkhianat-pengkhianat terhadap Islam dan India? Justru pendirian
beliau inilah yang harus digaris-bawahi sebagai suatu problema yang patut
diteliti sejauh mungkin. Beliau sendiri tidak berkesempatan untuk menulis
tentang dalih-dalih maupun dasar-dasar dari pernyataannya yang drastis itu
secara luas, mungkin dikarenakan kesehatannya yang banyak terganggu. Akan
tetapi beliau tidak lupa memberikan metode-metode
yang baik dalam rangka mengenal Ahmadiyah. Sebaliknya bagi pemerintah
India, sudah sewajarnya bila pernyataan Iqbal tersebut dijadikan sebagai
titik-tolak daripada penelitian yang seksama terhadap gerakan Ahmadiyah.
Setidak-tidaknya bertindak sebagai penengah yang suka mendengar
suara-suara ulama yang tidak diragukan identitas maupun kwalitasnya,
termasuk suara Iqbal.
Jika tidak, maka
apa yang terjadi kemudian ialah timbulnya gerakangerakan estafet para
Ulama maupun kaum muslimin yang bersikap menentang hadirnya aliran
Ahmadiyah dalam tubuh Islam.
Bukti-bukti
timbulnya gerakan-gerakan estafet telah ada. Peristiwaperistiwa yang
hampir sama dan dari sebab-sebab yang sama telah terjadi; mengambil tempat
di anak benua India kembali.
1 (1). Iih. LH.
Qureshi, a Short History of Pakistan, 1967, University of Karachi,
hal. 245: ( suddenly they reentered public life with their old demand
for having the Qadianis declared non Muslim
O without waiting for
the result they started a vigorous agitation for the removal of
Zafrullah Khan, a recognised leader of the Qadiani community, from the
central Cabinet.)
^
2
lih. Syed Sharifuddin Pirzada, Evolution of Pakistan, 1963, Lahore,
The All Pakistan Legal Decisions, hal. 444: (The chief minister of
West Punjab, Mumtaz Daultana, was not reluctant to take any vigorous
stand against it because he felt that it would be politically
dangerous).
^
3 lih. LH. Qureshi A Short
history of Pakistan hal. 245 (the agitation grew in violence and
threatened to destroy ordered life.).^
4
Ucapan seorang Ahmadiyah
bernama: Mohammad Idris, dengan alamat: Gg. H. Murtadho XII/A. 280
Matraman Jakarta, bekerja pada perpustakaan kedutaan Pakistan Jakarta.
Ia tinggal di India selama 12 tahun, berada di Lahore ketika peristiwa
Ahrar tersebut terjadi.
^
5 lih.
Naseem Saifi Our Movement Lagos The Islamic Literature 1957 hal. 14:
(if they had carried on this religious controversy, as other religious
controversies are carried on, they not have perhaps attracted much
support. But they clever enough to recognise that the feelings of a
muslimin are nowhere more easily and bitterly aroused and his
indignation awakened than over a real or fanciful insult to the Holy
Prophet. They therefore, began to give out that their activities were
meant to preserve the nubuwat of the Holy prophet and to repel attacks
on his famous (honor) which had been made by Ahmadis in propagating
the belief that the Holy Prophet was not the last of the prophets and
that another prophet had appeared who claimed not only to be equal
superior to the Holy Prophet. The trick succeeded ...).
^
6
lih.: Naseem Saifi-Qur Movement-hal. 16: (The D.LG., C.LD. said in his
report: The Ahrar leaders probably do not realise that they are
playing with fire. A certain amount of buffoonery can be overlooked,
but where feelings are inflamed to such an extent that the murders,
riots, the heaping of insults, etc; are threatened, a halt must be
called!).
^
7 lih. Syed Abdul Vahid
Thoughts and Reflections of Iqbal Lahore 1964 SH. Mohammad Ashraf
Lahore Hal. 306: (My dear Pandit Jawahar Lal, Thank you so much for
your letter which I receieve yesterday. At the time I wrote in reply
to your articles I believed that you had no idea of the political
attitude of the Ahmadis. Indeed the main reason why I wrote a reply
was to show, espesially to you, how Muslim loyalty had originated and
how eventually it had found a revelational basis in Ahmadism: After
the publication of my paper I discovered, to my great surprise, that
even educated Muslim had no idea of the historical causes which shaped
the teachings of Ahmadism. Moreover your Muslim advisers in the Punjab
and elsewhere felt pertubed over your articles as they thought you
were in sympathy with the Ahmadiyya movement. This was mainly due to
the fact that the Ahmadis were jubilant over your articles. The Ahmadi
press was mainly responsible for this misunderstanding about you.
However I am glad to know that my impression was erroneous. I myself
have little interst in theology but had to dabble in it a bit in order
to meet the Ahmadis on their own ground. I assure you that my paper
was written with the best of intensions for Islam and India. I have no
doubt in my mind that the Ahmadis are traitors both to Islam and to
India.
I was
extremely sorry to miss the opportunity of meeting you in Lahore. I
was very ill in those days and could not leave my room. For the last
two years I have been living a life practically of retirement on
account of continued illness. Do let me know when you come to the
Punjab next. Did you receive my letter regarding your proposed union
for Civil liberty? As you do not acknowledge it in your letter I fear
it never reached you, your sincerely, Sd. Mohammad Iqbal.
^
|
|