XtGem Forum catalog

III. PROSES PEMBENTUKAN SKRIPTURA

1. "Pola-klasik" merupakan buah proses pertumbuhan tradisi

Iman-kepercayaan Kristen merupakan iman, yang dibangun atas pola-dasar, berupa pengertian tertentu tentang Allah. Pola-dasar itu pertama-tama dinampakkan, diperkembangkan, dan dipegangi secara definitif, dalam Perjanjian Lama. Pola-dasar itu disahkan, dirumuskan kembali, dan diintegrasikan kembali dalam diri Yesus. Jadi iman Kristen ialah iman yang mengaitkan diri dengan pola-dasar yang klasik itu. Allah yang dipercayai oleh orang Kristen ialah Allah yang diperkenalkan dalam Alkitab. Yesus yang dipercayai orang Kristen ialah Yesus, sebagaimana Dia nampak dalam Perjanjian Baru. Saya percaya bahwa rumusan demikian, sedikit-dikitnya dalam bentuk umum, akan mendapat persetujuan dari kebanyakan peserta diskusi kita ini.

Pola-dasar itu dinampakkan, diperkembangkan, disempurnakan, dan diturun-alihkan dalam tradisi-agamawi dari umat Allah, yaitu Israel dan kemudian gereja. Tradisi itu merupakan formulasi manusia, yang sifat kemanusiaannya sama kuat seperti sifat kemanusiaan yang nampak pada masa kini dalam kehidupan gereja, atau synagoge, (atau bahkan dalam lembaga-lembaga manusiawi yang lain-lain, yang juga memiliki salah satu tradisi). Pula, tradisi agamawi tersebut merupakan tradisi yang hidup, yang mengandung berbagai unsur yang turut membentuk umat Allah dengan berbagai cara: riwayat-riwayat tentang karya-karya Allah pada masa lampau, ingatan-ingatan historis yang bersifat umum, kelumit-kelumit kosmologi dan ilmu bumi, ingatan-ingatan perorangan, pidato-pidato orang suci atau dongeng-dongeng mengenai orang suci, daftar-daftar dan silsilah-silsilah, nyanyian-nyanyian rohani dan puisi rakyat, kumpulan-kumpulan kalimat yang mengandung hikmat (yaitu bahan-bahan umum berkenaan dengan moralitas, kesopan-santunan, dan adat pergaulan). Berkenaan dengan situasi-situasi baru yang muncul, tafsiran-tafsiran baru atas tradisi-tradisi lama muncul juga, bahkan tradisi-tradisi baru bertumbuh. Ada tradisi-tradisi lama yang menjadi usang lantas menghilang; ada yang berubah sampai mendapat bentuk yang baru; ada tradisi-tradisi lain lagi yang membeku sebagai peninggalan-peninggalan yang tidak berfungsi lagi, karena tidak ada orang yang tahu caranya memanfaatkannya, namun tidak ada orang yang berani membuangnya.

Sebagian besar tradisi ini pernah berada, pada taraf tertentu, dalam bentuk lisan. Dia diturun-alihkan dari mulut ke mulut, bukan dalam bentuk tertulis. Tetapi pada pihak lain, sebagian bahan itu ada dalam bentuk tertulis sejak jaman awal. Bagaimana proses perkembangan yang mengolah bahan tradisi yang bebas itu menjadi korpus tradisi tertulis, atau "skriptura"? Soal ini memerlukan penyelidikan historis yang sangat mendetail, karena para ahli sendiri sukar mencapai sepakat; sehingga tak mungkin kita menganalisanya di sini. Motivasi-motivasi dan situasi-situasi yang mempengaruhi: terbentuknya "skriptura-suci" adalah terlalu beraneka-ragam dan terlalu kabur, sehingga tak mungkin keputusan teologis didasarkan padanya.

2. Akibat-akibat terbentuknya skriptura

Yang dapat diuraikan sedikit ialah tentang akibat perubahan ini, yaitu perubahan tradisi lisan menjadi tradisi tertulis:

a. Pembekuan tradisi

Proses penulisan cenderung untuk "membekukan" tradisi dalam bentuk linguistik dan bentuk kesusasteraan tertentu. Tetapi perlu dicatat bahwa perubahan ini tidak mutlak, karena naskah-naskah tertulis masih dapat diubah, sedangkan sebaliknya, tradisi lisan juga kadang-kadang dipertahankan dalam bentuk yang "beku." Namun pada umumnya, arah perobahan, yakni dari bentuk-lisan menjadi bentuk-tertulis, memang membawa tradisi kepada bentuk yang lebih statis.

b. Penyempitan tradisi

Proses pembentukan skriptum menyebabkan terlupakannya tradisi-tradisi lain yang tidak mencapai bentuk tertulis. Pada jaman Hellenistis, kaum Yahudi hanya sedikit sekali mengingat sejarah kuna bangsa mereka, kecuali yang tertulis dalam Alkitab. Demikian juga hanya sedikit dari tradisi-awal tentang Yesus diturun-alihkan, kecuali yang tertulis dalam Perjanjian Baru.

c. Lahirnya tradisi lisan di samping skriptura

Adanya skriptura tidaklah mencegah proses pembentukan tradisi selanjutnya; hanya sejak waktu itu ada tradisi tertulis dalam skriptura, dan di sampingnya ada tradisi baru dalam bentuk lisan. Maka dengan demikian sudah muncullah persoalan "hubungan skriptura dan tradisi."

d. Munculnya masalah kanon

"Skriptura" yang diakui sah itu tidak merupakan kitab yang satu-satunya yang ada pada jaman kuna itu. Ada kitab-kitab lain juga yang dikarang, termasuk beberapa yang patut dipertimbangkan haknya untuk digolongkan sebagai skriptura-suci; itu berarti bahwa persoalan tentang apa yang kemudian hari disebut "kanon," sudah muncul.

3. Bertahannya proses pembentukan skriptura

a. Pengertian kita didasarkan atas peninjauan terhadap proses yang sudah selesai

Tentunya tidaklah ada titik-waktu tertentu selama proses ini, ketika oknum tertentu memutuskan bahwa semua tradisi agamawi yang sah harus segera ditulis. Pun tidak ada titik-waktu, ketika diputuskan bahwa dokumen-dokumen tertentu harus diberi status khusus, yaitu sebagai "skriptura-suci." Uraian-uraian kita sekarang tentang perubahan-perubahan-status yang berlangsung atas bahan-tradisi, kebanyakannya bertolak dari titik-pandangan jaman kemudian, yaitu meninjau proses sesudah selesai terjadi. Sebagaimana diusulkan di atas, banyak tahap serta keputusan yang termasuk proses itu adalah bersifat sangat kompleks. Dan banyak di antaranya terjadi secara agak kebetulan, dalam arti bahwa akibat-akibatnya tidak disengaja atau dibayangkan sebelumnya. Dan banyak di antara keputusan-keputusan tersebut hanya dapat diketahui sekarang berdasarkan hipotesa, mengingat bahwa bukti-langsung tentang terjadinya keputusan-keputusan itu sangat kurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Mengenai soal kanon Perjanjian Lama, ada persetujuan umum bahwa ketiga bagiannya yaitu Tora, Kitab Nabi-nabi, dan Tulisan-tulisan (Ketubim), mendapat pengakuan sebagai skriptura dalam tiga tahap berturut-turut. Pada tahap pertama Tora itu diakui; dan prioritas kronologis yang terdapat oleh Tora itu sejajar dengan prioritas derajat. Karena sedikit-dikitnya dalam agama Yudaisme, Tora itu mendapat status utama, --walaupun agama Kristen cenderung memberi penilaian yang sama kepada semua bagian Perjanjian Lama, atau bahkan lebih menekankan unsur kenabian. Seluruh proses pembentukan Perjanjian Lama itu memakan waktu beberapa abad. Proses pembentukan Perjanjian Baru tidak berlangsung begitu lama; namun di situpun keragu-raguan dan perdebatan berkenaan dengan sejumlah kitab tertentu ada berlangsung beberapa abad lamanya.

b. Pertautan periode-Alkitabiah dan periode post-Alkitabiah

Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tidaklah menyaksikan (memberi) pemisahan yang tajam antara periode Alkitabiah dan periode post-Alkitabiah. Dari sekian buku-sejenis, yang dikarang semasa kitab-kitab terakhir dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dikarang, sebagian akhirnya diterima sebagai skriptura-suci dan sebagian lain ditolak; sebagian lagi diterima di kalangan-kalangan tertentu, tetapi ditolak di kalangan-kalangan lain. Kekaburan tentang status itu menyangkut bukan hanya kitab-kitab, melainkan aliran dan kecenderungan agamawi juga. Misalnya beberapa kitab dari tahap terkemudian Perjanjian Lama adalah serasi dengan unsur-unsur tertentu dalam Yudaisme post-Alkitabiah. Demikian juga ada unsur-unsur dalam Perjanjian Baru yang serasi dengan unsur-unsur kekristenan sesudah jaman para rasul. Jadi pada umumnya tidak nampak suatu pemisahan-mutlak antara tahap Alkitabiah dan tahap post-Alkitabiah, baik dari agama Perjanjian Lama maupun dari agama Perjanjian Barw.

c. Tradisi semakin merupakan penafsiran skriptura

Proses pembentukan kerangkaian (struktur) "skriptura" itu memanglah berjalan dengan perlahan-lahan sekali; dan bahkan sesudah skriptura mulai terwujud, ternyata masih didampingi oleh tradisi lisan. Namun demikian, munculnya skriptura itu menciptakan suatu situasi baru. Baik tradisi Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, apa yang mula-mula (sebelum menjadi skriptura) berkembang-terus secara bebas, mulai berbalik lagi menjadi "introvert" sesudah skriptura terwujud, yaitu mulai menafsirkan dirinya menurut patokan skriptura itu. Dengan munculnya skriptura itu maka sifat tradisi berobah. Memang tradisi itu berkembang terus, hanya makin lama makin bersifat penafsiran. Skriptura itu dianggap standard, sehingga usul-usul atau ide-ide baru dibenarkan menurut hubungan atau kemiripannya dengan skriptura.

(sebelum, sesudah)


Alkitab di Dunia Modern (The Bible in the Modern World) Prof. James Barr Terjemahan Dr. I.J. Cairns BPK/8331086/7 Penerbit BPK Gunung Mulia, 1979 Kwitang 22, Jakarta Pusat  

| Indeks Artikel | Tentang Penulis

Islamic Media Ibnuisa
Kritik & Saran
Counter
INDEX UTAMA