BAB II
MEMAHAMI RAHASIA AL-QURAN
Mengapa AI-Quran
Berbicara dengan Gaya Lahir dan Batin
Manusia, dalam kehidupannya yang pertama dan sementara di dunia
ini, menyerupai gelembung di samudra materi. Setiap kegiatannya
dalam arus keberadaannya bergantung kepada samudra materi yang
luas itu, dan ia harus berurusan dengan materi. Indera lahir dan
batinnya sibuk dengan materi, dan pikirannya hanya mengikuti
pengetahuan inderawinya. Makan dan minum, duduk dan berdiri,
berbicara dan mendengarkan, pergi dan datang, bergerak dan diam,
dan semua perbuatan serta pekerjaan yang dilakukan manusia,
berkenaan dengan materi, dan dia tidak memiliki pikiran lain.
Aktivitas spiritual manusia, seperti cinta, permusuhan,
citacita, derajat yang tinggi dan lain-lain, sebagian besar
digambarkannya dalam bentuk materi, seperti menyamakan manisnya
kemenangan dengan manisnya gula, daya tarik persahabatan dengan
daya tarik magnit, tingginya cita-cita dengan tingginya tempat
atau bintang di langit, besar dan tingginya kedudukan dengan
besarnya gunung, dan lain-lain. Di samping itu, kemampuan
manusia untuk mengetahui hal-hal spiritual, yang wilayahnya
lebih luas daripada wilayah materi, berbeda-beda dan
bertingkat-tingkat. Sebagian ada yang sulit mengetahui hal-hal
spiritual, dan sebagian lagi ada yang dengan mudah dapat
mengetahui hal-hal spiritual yang paling luas. Semakin mampu
mengetahui hal-hal spiritual, semakin sedikit keterkaitan
manusia kepada materi dan pesonanya. Semakin sedikit
keterkaitannya kepada materi, semakin bertambah pengetahuannya
tentang hal-hal spiritual. Hal ini berarti bahwa setiap manusia,
berdasarkan fitrahnya, memiliki kemampuan untuk mengetahui ini.
Dan seandainya manusia tidak meniadakan kemampuan ini, maka ia
dapat dididik dan dikembangkan.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa apa yang diketahui oleh
manusia yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi, tidak dapat
dikemukakan kepada manusia yang masih memiiliki tingkat
pemahaman yang rendah.
Seandainya kita berusaha mengemukakannya, maka reaksinya akan
bertentangan, khususnya dalam hal-hal spiritual yang lebih
penting daripada halhal materiil yang dapat diindera. Apabila
hal-hal spiritual itu dikemukakan secara apa adanya kepada
orang-orang awam, maka mereka akan memberikan kesimpulan yang
bertentangan dengan kesimpulan yang benar dan diharapkan.
Tidak ada salahnya di sini bila kami memberikan contoh berupa
suatu agama dan dualisme. Jika Upanisyad-Upanisyad Weda India,
direnungkan secara mendalam dan ditelaah bagian-bagian
tertentunya dengan bantuan bagian-bagian lainnya, maka akan
diketahui bahwa kitab suci itu menuju kepada tauhid. Akan tetapi
sayangnya, tujuan itu dikemukakan secara langsung dan tidak
menurut tingkat pemikiran orang-orang awam, sehingga akibatnya
orang-orang Hindu yang lemah akalnya berkecenderungan untuk
menyembah bermacam-macam berhala. Karena itu, rahasia-rahasia
metafisikal harus dikemukakan secara tertutup atau terselubung
kepada orang-orang yang bersikap materialistik.
Dalam agama-agama lain, sebagian orang teralang dari banyak hak
keagamaan,
seperti kaum wanita dalam Hindu Brahma, yahudi dan Kristen,
sedangkan dalam agama Islam
kasus seperti di atas tidak ada. Hak-hak keagamaan dalam Islam
adalah untuk semua, bukan milik suatu kelompok tertentu,
sehingga tidak ada perbedaan antara kaum awam dan kaum khusus,
pria dan wanita, dan antara yang berkulit hitam dan yang
berkulit putih. Semuanya sama dalam pandangan Islam dan tak
seorang pun mempunyai kelebihan atas yang lain. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal
di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan."
(QS
3:195)
"Hai
manusia, sesungguhnya Kami meneiptakan kamu dari seorang
laki-laki dan perempuan. Dan Kami menjadakan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling berkenalan.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah yang paling bertakwa. "
(QS
49:13)
Berdasarkan pemaparan di atas dapat kami katakan bahwa Al-Quran
Suci memandang semua manusia bisa diajar, sehingga ia
menggelarkan ajaran-ajarannya kepada semua manusia, makhluk yang
mampu berjalan menuju kesempurnaan.
Mengingat terdapat perbedaan besar dalam memahami hal-hal
spiritual, dan mengingat bahaya yang mungkin terjadi ketika
ajaran-ajaran yang tinggi disampaikan, seperti telah kami
sebutkan tadi, Al-Quran mengemukakan ajaran-ajarannya dengan
penyampaian sederhana yang sesuai untuk kebanyakan orang, dan
ia berbicara dengan menggunakan bahasa yang dapat mereka pahami.
Cara
seperti ini menyebabkan pengetahuan-pengetahuan yang tinggi
terjelaskan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh orang
kebanyakan. Dalam cara ini arti lahir kata-kata berfungsi
menyampaikan hal-hal dalam bentuk yang dapat dimengerti. Dan
hal-hal
spiritual - yang tetap berada di balik tirai arti-arti lahir -
akan menunjukkan diri menurut pemahaman mereka. Setiap orang
akan mengetahui arti-arti itu menurut kadar kemampuan akalnya.
Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya
kamu memahaminya. Al-Quran itu ada dalam Ummul Kitab di sisi
Kami, benar-benar tinggi nilainya dan amat banyak mengandung
hikmah. "
(QS
43:3-4)
'Benar-benar tinggi nilainya' berarti bahwa ia tak terjangkau
oleh manusia, dan 'mengandung hikmah' berarti bahwa akal manusia
tak dapat menembusnya. Untuk memberikan perumpamaan tentang
kebenaran, kepalsuan dan kemampuan akal, Allah berfirman:
"Allah telah menurunkan air hujan dari langit, kemudian
mengalirkan air di lembah-lembah menurut ukurannya. "
(QS 13: 17)
Dan
Rasulullah s.a.w. bersabda dalam sebuah hadis yang terkenal:
"Kami, golongan para Nabi, berbicara kepada manusia menurut
kadar kemampuan akal mereka.
"1)
Hasil lain dari cara ini ialah bahwa arti-arti lahir Al-Quran
itu adalah seperti lambang dari arti-arti batin. Yakni, dalam
hal ajaranajaran Allah yang berada di luar pemahaman orang
kebanyakan ada bentuk-bentuk perumpaannya, sehingga
ajaran-ajaran itu bisa dimengerti oleh orang kebanyakan. Allah
berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam
Al-Quran ini tiap-tiap macam perumpamaan, tetapi kebanyakan
manusia mengingkarinya. "
(QS
17:89)
"Itulah perumpamaan perumpamaan yang Kami buat bagi manusia dan
tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu."
(QS
29:43)
Di
dalam Al-Quran terdapat banyak perumpamaan, tetapi ayat-ayat di
atas dan ayat-ayat lain yang berkaitan dengan masalah ini adalah
mutlak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa seluruh ayat ini
merupakan perumpamaan-perumpamaan tentang
pengetahuan-pengetahuan tinggi yang merupakan maksud sejati
Al-Quran.
1).
Biharul Anwar,
I, h. 37.
|
|