BAB II
MEMAHAMI RAHASIA AL-QURAN
Al-Quran dan Nasikh-Mansukh
Ada sejumlah ayat hukum di dalam Al-Quran yang turun
menggantikan kedudukan ayat-ayat hukum yang telah diturunkan
sebelumnya, dan mengakhiri berlakunya ketentuan dan hukum dari
ayat-ayat yang diturunkan sebelumnya. Ayat-ayat yang diturunkan
terdahulu disebut mansukh,
sedangkan ayat-ayat yang diturunkan kemudian dinamakan
nasikh. Sebagai
contoh, pada permulaan kerasulan Muhammad s.a.w., kaum muslimin
diperintahkan untuk bersikap ramah kepada Ahlul Kitab,
sebagaimana firman Allah:
"Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya."
(QS 2:109)
Kemudian ketentuan ini dicabut, dan kaum Muslimin diperintahkan
untuk memerangi mereka, sebagaimana firman-Nya SWT:
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian, yang tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan
Rasul-Nya, dan yang tidak beragama dengan agama yang benar,
yaitu di antara orang yang al-Kitab diberikan kepada mereka."
(QS 9:29)
Alasan Nasakh
(penghapusan) yang kita terima adalah suatu hukum dikeluarkan
untuk suatu kemaslahatan dan untuk dilaksanakan, sampai manusia
menyadari kesalahannya, dan kemudian satu hukum lain diberikan,
menggantikan hukum sebelumnya.
Nasakh seperti
ini bukanlah jenis Nasakh
yang dengannya kekeliruan bisa dinisbatkan kepada Allah
Yang Mahasuci dari kebodohan dan kesalahan.
Nasakh yang
demikian ini juga tidak terdapat dalam ayat-ayat AI-Quran, sebab
ayat-ayat tersebut tidak mengandung pertentangan antara satu
dengan lainnya. Tetapi arti
Nasakh dalam
Al-Quran ialah berakhimya waktu berlakunya hukum yang di-Nasakh
(dihapus). Artinya bahwa hukum yang pertama memiliki suatu
kemaslahatan dan pengaruh sementara dan terbatas. Sedangkan
ayat yang me-Nasakh
(menghapus) memaklumkan berakhirnya masa kemaslahatan dan
pengaruh tersebut. Mengingat Al-Quran diturunkan secara
bertahap dalam berbagai situasi selama dua puluh tiga tahun,
maka jelaslah bahwa ia (Al-Quran) mengandung hukum-hukum seperti
itu.
Sesungguhnya menetapkan hukum yang sementara pada saat belum ada
tuntutan-tuntutan untuk menetapkan hukum yang abadi - kemudian
menetapkan hukum yang abadi dan mengganti
hukum yang sementara dengan hukum yang abadi itu - merupakan
sesuatu yang bisa diterima dan tidak mengandung kemusykilan.
Hal ini dapat dipahami dari firman Allah:
"Apabila Kami meletakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain
sebagai penggantinya, padahal Allah lebih mengetahua apa yang
diturunkan-Nya, mereka berkata: 'Sesungguhnya kamu adalah orang
yang mengada-adakan saja. ' Bahkan kebanyakan mereka tidak
mengetahui. Katakanlah: 'Jibril menurunkan Al-Quran itu dari
Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan orang-orang yang beriman,
dan sebagai petunjuk serta kabar gembira bagi orangorang yang
berserah diri kepada Allah'. "
(QS
16:101-102)
|