BAB III
RAHASIA WAHYU
Wahyu Al-Quran
Al-Quran berbicara lebih banyak tentang wahyu, yang menurunkan
dan yang membawanya, dan bahkan tentang kualitas wahyu, daripada
kitab-kitab samawi yang lain seperti Taurat dan Injil. Sehingga
di dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang membicarakan
tentang pewahyuan itu sendiri. Mengenai wahyu Al-Quran,
mayoritas kaum Muslimin mempercayai bahwa AlQuran dengan
lafalnya adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad s.a.w. dengan perantaraan seorang malaikat yang dekat
dengan-Nya.1) Malaikat yang menjadi perantara itu, yang disebut
Jibril dan ar-Ruhul Amin, datang membawa firman Allah kepada
Rasulullah dalam berbagai waktu yang berbeda selama dua puluh
tiga tahun. Rasul pun membacakan ayat-ayat itu kepada manusia,
dan memberitahukan makna-maknanya kepada mereka, serta mengajak
mereka untuk menerima akidah, tata sosial, hukum-hukum dan
tugas-tugas perseorangan yang terungkap dalam Al-Quran.
Rasulullah telah melaksanakan tugas yang telah ditentukan
baginya tanpa mengubah materi-materi dakwah, menambah atau
menguranginya, dan tanpa memajukan atau memundurkan sesuatu dari
tempat yang telah ditentukan Allah.
Komentar Para Penulis
Kiwari
Para
pengkaji dan penulis kiwari, yang melakukan studi modern tentang
berbagai agama dan mazhab, mempunyai pandangan tentang wahyu
dan kenabian sebagai berikut:
Nabi
Islam (Muhammad) adala.h seorang cerdas yang memahami situasi
sosial dan berusaha menyelamatkan umat manusia dari jurang
kebiadaban dan kemerosotan akhlak, dan berusaha mengangkatnya ke
puncak kebudayaan dan kemerdekaan. Kemudian ia menyeru manusia
agar mengikuti pandangan-pandangan sucinya yang terwujud dalam
bentuk agama yang lengkap, menyeluruh dan sempurna.
Mereka mengatakan bahwa Nabi memiliki jiwa yang bersih dan
cita-cita yang tinggi. Ia hidup dalam suatu lingkungan yang
gelap dan suram. Dalam lingkungan itu ia dapat melihat
kezaliman, kehampaan, kekacauan, egoisme, perampokan dan
jenis-jenis lain kebiadaban. Jiwa Nabi senantiasa merasa sakit
oleh lingkungan yang rusak ini. Setiap rasa sakit itu mencapai
puncaknya, ia pergi ke sebuah gua di salah satu Pegunungan
Tihamah dan menyepi di tempat itu berhari-hari. Dengan segenap
inderanya, ia menghadap ke langit dan bumi, gunung dan lautan,
jurang dan hutan, dan semua karunia yang diberikan alam kepada
manusia. Dia menyesalkan kenapa manusia bergelimang dalam
kelalaian dan kebodohan, menukar kehidupannya yang bahagia dan
tenang dengan kehidupan yang gersang, sehingga menyerupai
kehidupan binatang liar.
Hingga usia sekitar empat puluh tahun, Nabi menyaksikan
kerusakan sosial itu, dan jiwanya merasa sakit karena hal itu.
Pada usia ini dia dapat menemukan jalan untuk memperbaiki
masyarakatnya. Dan dengan jalan itu dia dapat mengubah
kehidupan yang rusak itu menjadi kehidupan yang penuh dengan
kebaikan. Jalan itu adalah Islam. Ia mengandung undang-undang
tertinggi yang sesuai dengan watak zaman itu. Nabi menyadari
bahwa pikiran-pikiran sucinya itu adalah firman dan wahyu Allah
yang dimasukkan oleh Allah ke dalam hatinya melalui kesuciannya.
Jiwa sucinya, yang mengalirkan gagasan-gagasan ini, disebut
arRuhul Amin dan Jibril, malaikat yang menjadi perantara
turunnya wahyu. Semua kekuatan yang mendorong kepada kebaikan
dan menunjukkan kepada kebahagiaan disebut malaikat, dan semua
kekuatan yang mendorong kepada kejahatan disebut setan dan jin.
Tugasnya untuk memimpin kebangkitan yang diilhami oleh
kesadarannva disebut kenabian dan risalah.
Pandangan yang kami paparkan dengan ringkas ini adalah
pandangan para pengkaji yang mempercayai Allah dan memandang
agama dengan cukup netral dan respek. Adapun orang-orang ateis -
yaitu orang-orang yang tidak mempercayai Allah - memandang
kenabian, wahyu, kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah,
pahala dan siksaan, surga dan neraka, sebagai siasat keagamaan
semata-mata. Mereka berpandangan bahwa semua ini adalah
kebohongan-kebohongan yang dibuat-buat demi kepentingan
tertentu yang harus diwujudkan pada waktunya.
Mereka mengatakan bahwa para Nabi adalah pembaru-pembaru yang
datang dengan membawa program-program pembaruan dalam bentuk
agama. Mengingat manusia pada masa-masa yang lalu bergelimang
dalam kebodohan, kegelapan dan
khurafat
(takhyul), maka para Nabi mendasarkan ajaran-ajaran keagamaan
mereka pada serangkaian kepercayaan takhyul seperti asal-usul
penciptaan dan kebangkitan.
Komentar Al-Quran
Pandangan pertama tentang wahyu dan kenabian adalah pandangan
para pengkaji yang menekuni ilmu-ilmu materialistikkealaman.
Mereka berpandangan bahwa segala yang terdapat di alam makhluk
ini terbatas pada hukum-hukum kealaman, dan sebab utama semua
peristiwa dan kejadian adalah alam itu sendiri. Oleh karena itu,
mereka memandang ajaran-ajaran samawi sebagai proses-proses
sosial dan mengukurnya dengan ukuran-ukuran peristiwa-peristiwa
sosial tertentu.
Dengan demikian, ajaran-ajaran itu menyerupai
peristiwaperistiwa yang ditimbulkan oleh orang-orang jenius
seperti Cyrus, Darius dan Iskandar yang Agung dari Macedonia.
Jika demikian, maka tidak akan ada keterangan untuk hal itu
kecuali yang telah dipaparkan pada bagian terakhir.
Di
sini, selain tidak bermaksud membicarakan hal-hal yang berkaitan
dengan metafisika, kami juga tidak bermaksud mengatakan kepada
mereka bahwa setiap ilmu boleh membahas hanya masalah-masalah
yang berada di dalam wilayahnya. Ilmu-ilmu kebendaan, yang
membicarakan perkara-perkara materi dan sifatsifatnya, tidak
berhak membenarkan maupun menolak hal-hal yang berkaitan dengan
metafisika. Tetapi yang kami katakan ialah bahwa pandangan
pertama tentang wahyu dan kenabian, apa pun pandangan itu, harus
dirujukkan kepada ayat-ayat Al-Quran yang menjadi landasan
kenabian Muhammad s.a.w., yang di dalamnya terletak akar semua
kata ini, apakah pandangan itu sejalan dengan ayat-ayat itu,
atau tidak.
Al-Quran tidak membenarkan pandangan tentang wahyu dan kenabian
seperti itu, dan lagi pula tidak sesuai dengan satu ayat pun.
Tidak ada salahnya di sini kami membandingkan bagianbagian dari
pandangan asumtif itu dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran.
1).
Pandangan ini berdasarkan pemahaman terhadap
makna-makna lahir beberapa kata Al-Quran.
|
|