BAB III
RAHASIA WAHYU
Wahyu dan Kenabian menurut Al-Quran
( 1 - 6 )
Yang
dapat dipahami dari ayat-ayat Al-Quran adalah bahwa ayat-ayat
itu memandang Al-Quran sebagai kitab samawi yang diberikan
kepada Nabi Muhammad s.a.w. melalui wahyu. Sedang kan wahyu
adalah perkataan samawi (nonmateri) dan tidak dapat dijangkau
oleh indera-indera lahir dan akal, melainkan melalui pemahaman
yang dikaruniakan oleh Allah kepada orang-orang tertentu yang
dipilih oleh Allah, sehingga ia dapat menerima
perintah-perintah-Nya dari alam gaib yang tidak dapat diinderai
oleh akal dan indera-indera yang lain. Penerimaan dan
pelaksanaan perintah-perintah ini dan titah-titah Allah disebut
"kenabian." Untuk memperjelas masalah ini, keterangan-keterangan
awal berikut ini adalah perlu:
1.
Petunjuk Universal untuk Manusia sebagai Tujuan Penciptaan
Dalam pembahasan terdahulu telah kami paparkan bahwa setiap yang
ada di alam ini, yakni benda-benda hidup ataupun mati, mempunyai
suatu tujuan yang hendak diwujudkannya sejak
awal kejadiannya; ia telah diberi sarana-sarana tertentu untuk
mewujudkannya; dan dengan sarana-sarana itu ia mencapai
tujuannya. Allah berfirman:
"Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada tiaptiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk."
(QS
20:50)
"Yang telah menciptakan, kemudian menyempurnakan penciptaan-Nya.
Dan yang menentukan kadar masing-masing serta memberi petunjuk.
"
(QS
87:2-3)
Kami
juga telah memaparkan bahwa hukum-umum petunjuk ini mencakup
semua manusia dan makhluk yang lain. Dalam hidupnya, manusia
mempunyai tujuan tertentu yang diupayakan
untuk dicapainya. Karena itu dia telah diberi sarana untuk
mencapai tujuan itu. Keberhasilannya mencapai tujuan itu
merupakan kesempurnaan dan kebahagiaannya, dan kegagalannya
mencapai tujuan itu merupakan kesengsaraannya. Fitrah
membimbingnya ke arah tujuan puncaknya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani
yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya
(dengan perintah dan larangan). Karena itu, Kami jadikan ia
mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukkannya ke
jalan yang lurus. Di antara mereka ada yang bersyukur dan ada
yang kafir. " (QS 76:2-3)
2.
Kelebihan Manusia dalam Menempuh Jalan Kehtidupannya
Kelebihan makhluk-makhluk hidup atas makhluk-makhluk mati ialah
bahwa kegiatan makhluk hidup didasarkan pada pengetahuan.
Adapun manusia, ia memiliki kelebihan atas mereka, karena ia
memiliki akal (kebijakan dan kecerdasan). Perbuatanperbuatan
yang dilakukan manusia didasarkan pada pertimbangan baik dan
buruk, manfaat dan mudharat baginya. Dia berbuat setelah
meyakini bahwa perbuatannya bermanfaat baginya. Dia mengikuti
apa yang diketahuinya dan yang dinilainya mengandung kebaikan
bagi dirinya, sehingga bila menurut akalrtya bermanfaat dan
tidak membahayakan, maka diputuskannya untuk melakukannya, dan
bila dipandangnya membahayakan dan tidak bermanfaat baginya,
maka diputuskannya untuk tidak melakukannya.3)
3.
Bagaimana Manusia Menjadi Makhluk Sosial?
Tidak diragukan lagi bahwa manusia selalu hidup berkelompok atau
bermasyarakat. Bersama yang lain, dia bekerja sama untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Apakah kerja sama ini
bersumber pada fitrahnya? Yang kita ketahui adalah bahwa
manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan
tertentu sehingga hal-hal ini mendorongnya untuk memenuhi
kebutuhankebutuhannya itu dengan sarana-sarana yang
dimilikinya. Di sinilah dia tidak menyadari kebutuhan-kebutuhan
dan kehendakkehendak orang lain.
Manusia menggunakan segala sesuatu yang dapat dijangkaunya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, seperti memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan, termasuk daun, buah, akar dan
kayunya, dan binatang-binatang serta hasil-hasil dari binatang
itu. Apakah manusia seperti ini, yang menggunakan segala yang
dapat dijangkaunya demi kepentingannya sendiri, dapat
berperilaku lain, yaitu menghormati yang lainnya dan bekerja
sama dengan mereka serta memberikan sebagian keuntungannya bagi
mereka? Tidak! Manusia merasakan banyak kebutuhan hidup yang
tidak dapat dipenuhinya sendiri. Dia berpikir bahwa dia
membutuhkan sesamanya untuk membantunya memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
Tetapi dia sadar bahwa orang-orang lain juga memiliki kehendak
seperti dia, dan mereka pun berusaha mewujudkan
kehendak-kehendak itu sebagaimana dia juga berusaha mewujudkan
kehendaknya. Di sinilah, ketika mengetahui kenyataan ini,
manusia mengadakan kerja sama dengan sesamanya, sehingga rela
memberikan sebagian keuntungannya untuk memenuhi kebutuhan dari
sesamanya. Sebagai hasilnya, dia memperoleh bagian dari
keuntungan-keuntungan mereka. Pada hakikatnya, dia masuk ke
dalam suatu pasar yang terbuka setiap waktu dan di dalamnya
kebutuhan-kebutuhan hidup dijual. Akibatnya, segala produk
masyarakat bertumpuk. Tiap-tiap anggota masyarakat memperoleh
bagiannya menurut neraca sosialnya. Artinya, menurut kadar nilai
perbuatan yang dilakukannya terhadap masyarakat, dan dengan cara
ini dia memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Hal
di atas menunjukkan bahwa berdasarkan wataknya, dalam upaya
mewujudkan kepentingan-kepentingan pribadinya, manusia
memerlukan bantuan manusia lainnya. Hal ini memaksanya bekerja
sama dengan manusia-manusia lain. Ini jelas sekali terpaparkan
bila kita menelaah anak-anak. Seorang anak, bila ingin
mendapatkan apa yang diinginkannya, akan menangis untuk maksud
ini. Tapi begitu si anak bertambah usianya, semakin dekat dan
mengenal masyarakat, maka secara bertahap dia akan menghentikan
permintaannya seperti itu sampai dia benar-benar menjadi
anggota masyarakat, dan pada saat inilah dia akan melupakan
tuntutan-tuntutannya yang berlebih-lebihan itu.
Bukti lain tentang hal ini ialah jika seseorang memperoleh
kekuasaan yang melebihi kekuasaan masyarakatnya, maka dia akan
mengabaikan kerja sama sosial. Dia akan berusaha dengan segala
kemampuannya untuk memperbudak sesamanya tanpa memberi mereka
imbalan apa pun. Allah mengisyaratkan tentang kerja sama
tersebut dengan firman-Nya:
"Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat,- agar sebagian mereka dapat
menggunakan sebagian yang lain."
(QS
43:32)
Ayat
ini mengisyaratkan tentang kenyataan kerja sama, yang di
dalamnya sebagian individu memiliki kelebihan atas sebagian lain
dalam segi tertentu kehidupan, sehingga setiap individu
mempunyai tingkat kehidupan yang berbeda. Masing-masing
mendominasi yang lainnya dan memanfaatkan mereka untuk
kepentingankepentingannya. Dengan demikian, semua anggota
masyarakat sedemikian berjalin berkelindan dalam masalah-masalah
sosial, sehingga mereka membentuk satu masyarakat. Allah
berfirman:
"Sesungguhnya manusia itu sangat zalim. "
(QS
14:34)
"Sesungguhnya manusia itu sangat zalim lagi bodoh. "
(QS
33:
72)
Dua
ayat ini mengisyaratkan naluri alamiah yang terdapat dalam diri
manusia, yang dengannya dia melanggar hak-hak sesamanya dan
kepentingan-kepentingan mereka.
3).
Yang kami
maksudkan dengan keputusan akal adalah mengetahui keharusan
mengerjakan atau meninggalkan. Adapun ajaran untuk mengerjakan
atau meninggalkan sesuatu hanyalah merupakan kerja emosi yang
dituntun akal. Akallah yang bisa membedakan antara yang
bermanfaat dan berbahaya.
|
( 1 - 6 )
|