BAB III
RAHASIA WAHYU
Wahyu dan Kenabian menurut Al-Quran
( 4 - 6 )
7.
Masalah dan Jawabannya
Masalah: Anda menyatakan bahwa akal tidak mampu membuat hukum
dan membawa manusia kepada kebahagiaannya, karena akal tidak
dapat mencegah manusia agar tidak melanggar hukum dan berbuat
salah. Anda menyatakan pula bahwa wahyu dan kenabian dapat
membuat hukum yang akan menjamin kebahagiaan umat manusia.
Tetapi kita tahu bahwa hukum-hukum wahyu juga tidak dapat
sepenuhnya menguasai manusia dan mengendalikannya. Bahkan kita
melihat bahwa manusia lebih mungkin melanggar hukum-hukum agama
dibandingkan hukumhukum buatan manusia.
Jawaban: Menunjukkan jalan adalah satu hal, dan mengikuti jalan
itu adalah hal lain. Tugas Allah dalam membimbing adalah
membimbing manusia dengan sarana-sarana tertentu kepada hukum
yang menjamin kebahagiaan mereka, bukan mencegahnya agar tak
menyimpang, dan bukan pula memaksanya untuk mengikuti hukum
itu. Bukti tentang tidak memadainya akal adalah pelanggaran
hukum, yang dikarenakan tiadanya kendali atas kemerdekaan
bertindak. Hal ini bukan karena akal tidak membatasi kemerdekaan
ini, melainkan karena akal tidak mempunyai keputusan yang pasti
tentang kemerdekaan tak terbatas ini, dan karena ia tidak
mengajak untuk melakukan kerja sama sosial dan ketaatan kepada
hukum. Bila ia mengajak untuk melakukan hal itu, itu dikarenakan
adanya paksaan. Dan paksaan itu ialah pengetahuannya bahwa
keburukan dari kemerdekaan tak terbatas dalam berbuat itu adalah
lebih banyak daripada kebaikannya. Adalah suatu keniscayaan
bahwa seandainya akal tidak tunduk kepada paksaan ini, dan
seandainya tidak ada sesuatu yang mengalangi kemerdekaannya
untuk berbuat, niscaya akal tidak akan membatasi kemerdekaan
tidak terbatasnya ini, dan tidak akan mengajak untuk menaati
hukum yang bertentangan dengan kemerdekaannya.
Karena itu, lantaran akal tidak selamanya mengajak untuk menaati
hukum, maka ia tidak memadai untuk selalu membimbing manusia.
Sedangkan wahyu selamanya menempatkan ketentuan di tangan Allah
Yang, dengan kemahatahuan dan kemahakuasaanNya, mengawasi
manusia dalam segala keadaannya, sehingga Ia memberi pahala
kepada orang yang berbuat baik atas kebaikannya, dan menghukum
orang yang berbuat jahat atas kejahatannya, tanpa
membeda-bedakan sebagian orang dari yang lain. Allah berfirman:
"Tidak ada hukum kecuali hukum Allah."
(QS
6:57)
"Barangsiapa melakukan kebaikan seberat atom, maka ta akan
melihatnya, dan barangsiapa melakukan kejahatan seberat atom,
maka ia akan melihatnya. "
(QS
99:7-8)
"Sesungguhnya Allah akan mengadili antara mereka pada hari
Kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. "
(QS 22:17)
"Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui apaapa yang
mereka rahasiakan dan apa-apa yang mereka perlihatkan."
(QS 2:77)
"Allah mengawasi segala sesuatu."
(QS
33:52)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa agama samawi, yang diturunkan
melalui pewahyuan, adalah lebih mampu daripada hukum buatan
manusia dalam mencegah terjadinya pelanggaran dan kesalahan.
Sebab, agar hukum buatan manusia itu dipatuhi, diperlukan
orang-orang untuk mengawasi perbuatan-perbuatan manusia dan
menjatuhkan hukuman kepada orang yang ketahuan melanggarnya.
Adapun hukum agama, ia mempunyai beberapa kelebihan :
Pertama,
ia
mempunyai orang-orang yang mengawasi perbuatan-perbuatan lahir
manusia, seperti yang dimiliki oleh hukum buatan manusia.
Kedua,
melalui kewajiban melakukan
amar ma'ruf nahi munkar (menyuruh kepada kebaikan dan mencegah
perbuatan mungkar) ia membuat setiap orang saling mengawasi
perbuatanperbuatan masing-masing.
Ketiga,
salah satu bagian akidah agama menyatakan bahwa semua perbuatan
manusia diperhatikan dan dicatat untuk suatu hari ketika manusia
dikumpulkan di tempat pertemuan umum dan diperiksa secara
teliti.
Keempat,
ini
yang paling penting, akidahnya menyatakan bahwa Allah menguasai
alam ini beserta segenap isinya, dan Dia mengetahui serta
melihat semua perbuatan yang dilakukan manusia.
Di
samping hukuman di dunia ini, seperti yang ditentukan dalam
hukum buatan manusia, ada hukuman di akhirat yang telah
ditentukan bagi semua orang yang meninggalkan perintah-perintah
dan melanggar larangan Allah. Allah berfirman:
"Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil
amri
dari antara kamu." (QS 4:59)
"Kaum Mukminin dan Mukminat, sebagian mereka adalah pelindung
(wali) sebagian yang lain, yang menyuruh kepada kebaikan dan
mencegah kejahatan." (QS 9:71)
"Sesungguhnya ada yang mengawasimu, para pencatat yang mulia.
Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS
82: 10-12)
"Dan
Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu."
(QS
34:21)
Masalah: Dari uraian yang telah lalu dapat kami simpulkan, bahwa
akal tidak selamanya menyeru kepada pematuhan terhadap hukum dan
perlunya menghindari pelanggaran. Ini bertentangan uengan apa
yang disebutkan dalam beberapa hadis yang diriwayatkan dari
Imam-imam Ahlul Bait a.s. bahwa Allah memiliki dua hujah untuk
hamba-hamba-Nya: hujah lahir dan batin, yakni Nabi dan akal.
Oleh karena akal tidak bisa menentukan secara pasti tentang
sebab-sebab mengapa manusia meninggalkan sebagian kewajibannya,
maka bagaimana akal bisa menjadi hujah?
Jawaban: Akal praktis selamanya mengajak kepada segala yang
bermanfaat dan menjauhi segala yang merugikan. Manusia pengisap
dan pencari keuntungan bersedia melakukan kerja sama sosial dan
tukar-menukar jasa karena terpaksa. Dan jika sebab keterpaksaan
itu adalah kekuatan untuk mengisap manusia lain, atau kekuatan
yang dimiliki oleh orang yang dapat menjatuhkan hukuman, dan
sebab-sebab lain yang telah dirinci di depan, dan jika tidak ada
orang-orang dan hukum-hukum yang membatasi kekuatan dan
kekuasaan ini, maka akal tidak akan menyeru kepada pematuhan
hukum, dan tidak akan mencegah manusia melanggar hukum. Tetapi
menurut pandangan wahyu, sebab keterpaksaan tersebut ialah
hukum Allah, pengawasan terus menerus terhadap
perbuatan-perbuatan, kepercayaan akan adanya pahala dan siksaan
dan kepercayaan bahwa semua ini berada di tangan Tuhan Yang
Mahasuci dari kelalaian, kebodohan dan kelemahan. Dalam keadaan
seperti ini, akal tidak mempunyai kesempatan untuk tidak
mematuhi hukum, karena ia merasa terpaksa. Dengan demikian, akal
akan selalu mengikuti wahyu. Allah berfirman:
"Apakah Tuhan yang memperhatikan setiap diri mengenai apa yang
diperbuatnya itu
(sama dengan yang tidak bersifat demikian)?" (QS 13:33)
"Tidak ada satu jiwa pun melainkan ada yang menjaganya. "
(QS 86:4)
"Setiap jiwa bertanggzeng jawab terhadap apa yang dilakukannya.
"
(QS
74:38)
( 4 - 6 )
|